Laman

Senin, 24 Oktober 2011

Teori, Konsep, Ciri - Ciri, Prinsip dan Hakikat Belajar


1.      Teori – teori dan Konsep Belajar

            Sebuah teori pembelajaran biasanya memiliki tiga (3) fungsi yang berbeda namun saling terkait erat. Pertama, teori pembelajaran adalah pendekatan terhadap suatu bidang pengetahuan;suatu cara menganalisis,membicarakan dan meneliti pembelajaran. Kedua, belajar itu berupaya untuk meringkas sekumpulan besar pengetahuan mengenai hukum-hukum pembelajaran ke dalam ruang yang cukup kecil. Dan yang Ketiga, secara kreatif belajar itu berupaya menjelaskan apa itu pembelajarn dan mengapa pembelajaran berlangsung seperti adanya. Dewasa ini terdapat bermacam-macam teori dalam membahas belajar ini, diantaranya:

A.Teori belajar Behavioristik (tingkah laku) yang menekankan pada hasil.
Pandangan dari teori ini adalah perubahan dalam tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respons. Atau dengan kata lain, belajar adalah perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respons. Para ahli yang merumuskan teori ini antara lain:

1. Thorndike (1911)
Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus (yang mungkin berupa pikiran,perasaan atau gerakan) dan respons (yang juga bisa berupa pikiran, perasaan atau gerakan).
2. Watson (1963)
Menurut Watson, stimulus dan respons tersebut harus berbentuk tingkah laku yang bisa diamati (observable)
3. Clark Hull (1943)
Menurut Hull, tingkah laku seseorang berfungsi untuk menjaga kelangsungan hidup oleh karena itu, kebutuhan biologis dan pemuasan kebutuhan biologis menempati posisi sentral dimana kebutuhan dikonsepkan sebagai dorongan (drive),seperti lapar,haus,tidur,hilangnya rasa nyeri dan sebagainya (stimulus hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis ini meskipun respons mungkin bermacam-macam bentuknya).
4. Edwin Guthrie (teori kontiguiti)
Menurut Guthrie, belajar merupakan kaitan asosiatif antara stimulus tertentu dan respons tertentu. Hubungan antara stimulus dengan respons merupakan faktor kritis dalam belajar, untuk itu diperlukan pemberian stimulus yang sering agar hubungan menjadi lebih langgeng. Selain itu, suatu respons akan lebih kuat (bahkan menjadi kebiasaan) apabila respons tersebut berhubungan dengan berbagai macam stimulus.
Guthrie juga mengemukakan bahwa hukuman memegang peranan penting dalam proses belajar. Suatu hukuman yang diberikan pada saat yang tepat, akan mampu mengubah kebiasaan seseorang.
5. Skinner (1968) (neo-behavioris,yang mengalihkan dari laboratorium ke praktik kelas)
Menurut Skinner, hubungan antara stimulus dan respons untuk menjelaskan perubahan tingkah laku (dalam hubungannya dengan lingkungan) seperti Hull dan Guthrie adalah deskripsi yang tidak lengkap. Mengapa? karena respons yang diberikan oleh siswa tidaklah sesederhana itu, sebab pada dasarnya setiap stimulus yang diberikan berinteraksi satu dengan yang lainnya, dan interaksi itu akhirnya mempengaruhi respons yang dihasilkan. Sedangkan respons yang diberikan juga menghasilkan berbagai konsekuensi, yang pada gilirannya akan mempengaruhi tingkah laku siswa. Oleh karena itu untuk memahami tingkah laku siswa secara tuntas, diperlukan pemahaman terhadap respons itu sendiri, dan berbagai konsekuensi yang diakibatkan oleh respons tersebut.

B.Aliran Kognitif (mementingkan proses)

Teori belajar Kognitif merupakan suatu teori belajar yang lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar itu sendiri. Menurut penganut teori ini, belajar bukan hanya sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respons, tetapi lebih dari itu belajar melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks.
Menurut teori ini, ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seorang individu melalui proses interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan. Dalam praktik, teori ini antara lain terwujud dalam “tahap-tahap perkembangan yang diusulkan Jean Piaget, “belajar bermakna” yang dikonsepka oleh Ausubel, dan “belajar penemuan secara bebas (free discovery learning)”nya Jerome Bruner.
1. Jean Piaget (1975)
Menurut Jean Piaget, proses belajar sebenarnya terdiri dari tiga (3) tahapan, yakni
1.Asimilasi adalah proses penyatuan (pengintegrasian) informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada dalam benak siswa.
Bagi seseorang yang sudah mengetahui prinsip penjumlahan, jika gurunya memperkenalkan prinsip perkalian, maka terjadi proses pengintegrasian antara proses penjumlahan (yang sudah ada di benak siswa) denga prinsip perkalian (sebagai informasi baru dari guru).
2.Akomodasi adalah penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru.
Jika seseorang diberikan soal perkalian, maka yang bersangkutan akan menggunakan prinsip-prinsip perkalian. Berarti pemakaian (aplikasi) prinsip-prinsip perkalian tersebut dalam situasi yang baru dan lebih spesifik.
3.Equilibrasi (penyeimbangan) adalah penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi.
Agar seseorang dapat terus berkembang dan menambah ilmunya, maka yang bersangkutan menjaga stabilitas mental dalam dirinya, diperlukan proses penyeimbangan (antara dunia luar dengan dalam). Tanpa proses ini, perkembangan kognitif seseorang akan tersendat-sendat dan berjalan tidak teratur (disorganized).
2. Ausubel (1968)
Menurut Ausubel, siswa akan belajar dengan baik jika konsep atau informasi umum yang mewadahi (mencakup) semua isi pelajaran yang akan diajarkan kepada siswa (advance organizers).
Ausubel yakin bahwa “advance organizers (pengatur kemajuan belajar)” dapat memberikan tiga (3) manfaat, yakni:
1.dapat menyediakan suatu kerangka konseptual untuk materi belajar yang akan diperlajari siswa.
2.dapat berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan antara apa yang sedang dipelajari siswa saat
ini dengan apa yang akan dipelajari siswa sedemikian rupa.
3.mampu membantu siswa untuk memahami bahan ajar secara lebih mudah.

3. Bruner (1960) (free discovery learning)
Menurut teori ini, proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu aturan (termasuk konsep,teori,definisi,dan sebagainya) melalui contoh-contoh yang menggambarkan (mewakili) aturan yang menjadi sumbernya (dengan kata lain siswa dibimbing secara induktif untuk memahami suatu kebenaran umum).
Disamping itu, Brunner juga mengemukakan perlunya ada teori pembelajaran yang akan menjelaskan asas-asas untuk merancang pembelajaran yang efektif di kelas.
Menurut pandangan Bruner, bahwa teori belajar itu bersifat deskriptif, sedangkan teori pembelajaran bersifat preskriptif. Misalnya teori belajar memprediksikan berapa usia maksimum anak untuk belajar penjumlahan, sedangkan teori pembelajaran menguraikan bagaimana cara-cara mengajarkan penjumlahan.

C.Aliran Teori Humanistik.
Dari beberapa teori belajar, teori Hymanistik inilah yang paling abstrak dan yang paling mendekati dunia filsafat daripada dunia pendidikan. Teori ini lebih menekankan isi dari proses belajar dan lebih banyak berbicara tentang pendidikan dan proses belajar dalam bentuknya yang paling ideal. Dengan kata lain teori ini lebih tertarik pada ide belajar dalam bentuk paling ideal daripada belajar seperti apa adanya. Pakar yang mengusulkan teori ini selain dari Ausubel dengan teori belajar bermakna (meaningful learning)-nya, juga beberapa ahli antara lain:
1.Bloom dan Krathwohl
Mereka mengemukakan bahwa apa yang mungkin dipelajari atau dikuasai siswa,tercakup dalam:
a.Kognitif
Kognitif terdiri dari 6 (enam) tingkatan:
1.pengetahuan (mengingat,menghafal)
2.Pemahaman (menginterpretasikan)
3.aplikasi (menggunakan konsep untuk memecahkan suatu masalah)
4.analisis (menjabarkan suatu konsep)
5.sintesis (menggabungkan bagian-bagian konsep menjadi suatu konsep utuh)
6.evaluasi (membandingkan nilai,ide,metode dan sebagainya)
b.Psikomotor
Psikomotor terdiri dari 5 (lima) tingkatan:
1.peniruan (menirukan gerak)
2.penggunaan (menggunakan konsep untuk melakukan gerak)
3.ketepatan (melakukan gerak dengan benar)
4.perangkaian (melakukan beberapa gerak sekaligus denga benar)
5.naturalisasi (melakukan gerak secara wajar)
c.Afektif
Afektif terdiri dari 5 (lima) tingkatan:
1.pengenalan (ingin menerima,sadar akan adanya sesuatu)
2.merespons (aktif berpartisipasi)
3.penghargaan (menerima nilai-nilai,setia kepada nilai-nilai tertentu)
4.pengorganisasian (menghubung-hubungkan nilai-nilai yang dipercayai)
5.pengalaman (menjadikan nilai-nilai sebagai bagian dari pola hidup).
Sedangkan David R.Krathwohl dalam buku “A taksonomy for learning, teaching, and assessing” mengadakan refisi aspek kemampuan kognitif dari Bloom dengan memilah menjadi 2 (dua) dimensi yakni, dimensi pengetahuan dan dimensi proses kognitif. Dalam dimensi pengetahuan, didalamnya meuat objek ilmu yang disusun dari (1) pengetahuan fakta, (2) pengetahuan konsep, (3) pengetahuan prosedural, dan (4) pengetahuan meta kognitif. Sedangkan dalam dimensi proses kognitif, didalamnya memuat enam tingkatan meliputi (1) mengingat, (2) mengerti, (3) menerapkan, (4) menganalisis, (5) mengevaluasi, dan (6) mencipta.
2. Kolb
Kolb membagi tahapan belajar menjadi 4 (empat) tahap:
a.pengalaman konkret
b.pengamatan aktif dan reflektif
c.konseptualisasi, dan
d.eksperimentasi aktif.

3.Honey dan Mumford
Berdasarkan teori Kolb, Honey dan Mumford membuat penggolongan siswa dalam 4 (empat) type:
1.aktifis; mereka yang suka melibatkan diri pada pengalaman-pengalaman terbaru.
2.reflektor; mereka sangat cenderung berhati-hati mengambil langkah.
3.teoris; mereka biasanya sangat kritis, senang menganalisis, dan tidak menyukai pendapat atau
penilaian yang sifatnya subjektif.
4.pragmatis; mereka biasanya menaruh perhatian besar pada aspek-aspek praktis dari segala hal.
4. Habermas
Dalam pandangan Habermas, belajar sangat dipengaruhi oleh interaksi, baik dengan lingkungan maupun dengan sesama manusia. Dengan asumsi ini, maka Habermas mengelompokkan type belajar menjadi 3 (tiga) bagian:
1.belajar tekhnis (technical learning); dimana siswa belajar bagaimana berinteraksi dengan alam sekelilingnya.
2.belajar praktis (practical learning); dimana siswa juga belajar berinteraksi, tetapi antara siswa dengan orang-orang disekelilingnya saja.
3.belajar emansipatoris (emancipator learning); dimana siswa berusaha mencapai pemahaman dan kesadaran yang sebaik mungkin tentang perubahan (transformasi) kultural dari suatu lingkungan (oleh Habermas, transformasi kultural inilah yang dianggap sebagai tujuan pendidikan yang paling tinggi).

D.Aliran Sibernetik.
Menurut teori ini, belajar adalah pengolahan informasi. Sekilas teori ini mirip teori kognitif yang lebih mementingkan proses. Namun yang lebih penting lagi dari teori ini adalah sistem informasi yang diproses, karena informasi inilah yang menentukan proses.
Assumsi lain dari teori ini adalah bahwa tidak ada satu proses belajar pun yang ideal untuk segala situasi, yang cocok untuk semua siswa.

Para pendukung dan pengembang teori ini antara lain:
1.Landa (pendekatan algoritmik dan heuristic)
Menurut Linda, ada 2 (dua) macam proses berpikir. Pertama disebut proses berpikir algoritmik, yaitu proses berpikir linear, konvergen, lurus menuju ke satu target tertentu, dan yang kedua disebut cara berpikir heuristic, yaitu cara berpikir divergen menuju ke beberapa target sekaligus.
Proses belajar akan berjalan dengan baik jika apa yang hendak dipelajari atau masalah yang hendak dipecahkan diketahui ciri-cirinya, lebih tepatnya apabila disajikan dalam bentuk “terbuka” dalam urutan teratur, linier, sekuensial dan memberi keleluasaan siswa untuk berimajinasi dan berfikir. Namun untuk memahami satu konsep yang lebih luas dan banyak memiliki interpretasi, maka akan lebih baik jika proses berpikir siswa dibimbing ke arah yang “menyebar (heuristic)” sehingga pemahaman mereka terhadap konsep tersebut tidak monoton, tunggal atau dogmatis.
2.Pask dan Scott (pembagian siswa type wholist dan type serial).
Konsep yang diusulkan dalam teori ini hampir sama dengan pendekatan algoritmik, namun cara berpikir menyeluruh adalah cara berpikir yang cenderung melompat ke depan langsung ke gambaran lengkap dan utuh dalam sebuah sistem informasi.
Dengan demikian menurut teori Sibernetik ini, agar proses belajar berjalan seoptimal mungkin, bukan hanya cara kerja otak kita yang perlu dipahami, tetapi juga lingkungan yang mempengaruhi mekanisme itupun perlu diketahui.


   2.  Ciri – ciri belajar beserta contohnya
Adapun ciri-ciri pembelajaran yang menganut unsur-unsur dinamis dalam proses belajar siswa sebagai berikut :
·          Motivasi belajar
Motivasi dapat dikatakan sebagai serangkaina usaha untuk menyediakan kondisi kondisi tertentu, sehingga seseorang itu mau dan ingin melakukan sesuatau, dan bila ia tidak suka, maka ia akan berusaha mengelakkan perasaan tidak suka itu. Jadi, motivasi dapat dirangsang dari luar, tetapi motivasi itu tumbuh di dalam diri seseorang. Adalam kegiatan belajar, maka motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri seseorang/siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjalin kelangsungan dan memberikan arah pada kegiatan belajar sehingga tujuan yang dihendaki dapat dicapai oleh siswa (Sardiman, A.M. 1992)
·         Bahan belajar
Yakni segala informasi yang berupa fakta, prinsip dan konsep yang diperlukan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Selain bahan yang berupa informasi, maka perlu diusahakan isi pengajaran dapat merangsang daya cipta agar menumbuhkan dorongan pada diri siswa untuk memecahkannya sehingga kelas menjadi hidup.
·          Alat Bantu belajar
Semua alat yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran, dengan maksud untuk menyampaikan pesan (informasi)) dari sumber (guru maupun sumber lain) kepada penerima (siswa). Inforamsi yang disampaikan melalui media harus dapat diterima oleh siswa, dengan menggunakan salah satu ataupun gabungan beberaapa alat indera mereka. Sehingga, apabila pengajaran disampaikan dengan bantuan gambar-gambar, foto, grafik, dan sebagainya, dan siswa diberi kesempatan untuk melihat, memegang, meraba, atau mengerjakan sendiri maka memudahkan siswa untuk mengerti pengajaran tersebut.
·         Suasana belajar
Suasana yang dapat menimbulkan aktivitas atau gairah pada siswa adalah apabila terjadi :
a. Adanya komunikasi dua arah (antara guru-siswa maupun sebaliknya) yang intim dan hangat, sehingga hubungan guru-siswa yang secara hakiki setara dan dapat berbuat bersama.
b.Adanya kegairahan dan kegembiraan belajar. Hal ini dapat terjadi apabila isi pelajaran yang disediakan berkesusaian dengan karakteristik siswa.
Kegairahan dan kegembiraan belajar jug adapat ditimbulkan dari media, selain isis pelajaran yang disesuaiakan dengan karakteristik siswa, juga didukung oleh factor intern siswa yang belajar yaitu sehat jasmani, ada minat, perhatian, motivasi, dan lain sebagainya.
·         Kondisi siswa yang belajar
Mengenai kondisi siswa, adapat dikemukakan di sini sebagai berikut :
a. Siswa memilki sifat yang unik, artinya anatara anak yang satu dengan yang lainnya berbeda.
b. Kesamaan siwa, yaitu memiliki langkah-langkah perkenbangan, dan memiliki potensi yang perlu diaktualisasikan melalui pembelajaran.
Kondisi siswa sendiri sangat dipengaruhi oleh factor intern dan juga factor luar, yaitu segala sesuatau yang ada di luar diri siswa, termasuk situasi pembelajaran yang diciptakan guru. Oleh Karena itu kegiatan pembelajaran lebih menekankan pada peranan dan partisipasi siswa, bukan peran guru yang dominant, tetapi lebih berperan sebagai fasilitaor, motivator, dan pembimbing.


2.    
Contoh Belajar

            Seorang anak balita memperoleh mobil-mobilan dari ayahnya. Lalu ia mencoba memainkan ini dengan cara memutar kuncinya dan meletakannya pada suatu permukaan atau dataran. Perilaku “memutar” dan “meletakan” tersebut merupakan respon atau reaksi atas rangsangan yang timbul pada mainan itu.
            Pada tahap permulaan, respon anak terhadap stimulus yang ada pada mainan tadi biasanya tidak tepat atau setidak-tidaknya tidak teratur. Namun, berkat latihan dan pengalaman berulang-ulang lambat laun ia menguasai dan akhirnya dapat memainkan mobil-mobilan dengan baik dan sempurna.
            Sehubungan dengan contoh itu belajar dapat dipahami sebagai proses yang dengan proses itu sebuah tingkah laku ditimbulkan atau diperbaiki serentetan reaksi atas situasi atau rangsangan yang ada.
            Jadi dapat disimpulkan bahwa belajar adalah serangkaian jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahantingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, efektif, dan psikomotor.

3.      Prinsip – prinsip Belajar
Prinsip-prinsip yang dimaksud dapat kita jumpai dalam berbagai sumber kepustakaan psikologi. Namun untuk mudahnya, dalam pembahasan ini akan dikemukakan prinsip-prinsip belajar yang diintisarikan olehRothwal (1961) sebagai berikut:
1. Prinsip Kesiapan (Readiness)
Proses belajar dipengaruhi kesiapan murid, yang dimaksud dengan kesiapan atau readinessialah kondisi individu yang memungkinkan ia dapat belajar. Berkenaan dengan hal itu terdapat berbagai macam taraf kesiapan belajar untuk suatu tugas khusus. Seseorang siswa yang belum siap untuk melaksanakan suatu tugas dalam belajar akan mengalami kesulitan atau malah putus asa. Yang termasuk kesiapan ini ialah kematangan dan pertumbuhan fisik, intelegensi latar belakang pengalaman, hasil belajar yang baku, motivasi, persepsi dan faktor-faktor lain yang memungkinkan seseorang dapat belajar.
Berdasarkan dengan prinsip kesiapan ini dapat dikemukakan hal-hal sebagai berikut:
1. Seorang individu akan dapat belajar dengan sebaik-baiknya bila tugas-tugas yang diberikan kepadanya erat hubungannya dengan kemampuan, minat dan latar belakangnya.
2. Kesiapan untuk belajar harus dikaji bahkan diduga. Hal ini mengandung arti bila seseorang guru ingin mendapat gambaran kesiapan muridnya untuk mempelajari sesuatu, ia harus melakukan pengetesan kesiapan.
3. Jika seseorang individu kurang memiliki kesiapan untuk sesuatu tugas, kemudian tugas itu seyogianya ditunda sampai dapat dikembangkannya kesiapan itu atau guru sengaja menata tugas itu sesuai dengan kesiapan siswa.
4. Kesiapan untuk belajar mencerminkan jenis dan taraf kesiapan, misalnya dua orang siswa yang memiliki kecerdasan yang sama mungkin amat berbeda dalam pola kemampuan mentalnya.
5. Bahan-bahan, kegiatan dan tugas seyogianya divariasikan sesuai dengan faktor kesiapan kognitif, afektif dan psikomotor dari berbagai individu.
2. Prinsip Motivasi (Motivation)
Tujuan dalam belajar diperlukan untuk suatu proses yang terarah. Motivasi adalah suatu kondisi dari pelajar untuk memprakarsai kegiatan, mengatur arah kegiatan itu dan memelihara kesungguhan. Secara alami anak-anak selalu ingin tahu dan melakukan kegiatan penjajagan dalam lingkungannya. Rasa ingin tahu ini seyogianya didorong dan bukan dihambat dengan memberikan aturan yang sama untuk semua anak.
Berkenaan dengan motivasi ini ada beberapa prinsip yang seyogianya kita perhatikan.
  1. Individu bukan hanya didorong oleh kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan biologi, soaial dan emosional. Tetapi disamping itu ia dapat diberi dorongan untuk mencapai sesuatu yang lebih dari yang dimiliki saat ini.
  2. Pengetahuan tentang kemajuan yang dicapai dalam memenuhi tujuan mendorong terjadinya peningkatan usaha. Pengalaman tentang kegagalan yang tidak merusak citra diri siswa dapat memperkuat kemampuan memelihara kesungguhannya dalam belajar.
  3. Dorongan yang mengatur perilaku tidak selalu jelas bagi para siswa. Contohnya seorang murid yang mengharapkan bantuan dari gurunya bisa berubah lebih dari itu, karena kebutuhan emosi terpenuhi daripada karena keinginan untuk mencapai seauatu.
  4. Motivasi dipengaruhi oleh unsur-unsur kepribadian seperti rasa rendah diri, atau keyakinan diri. Seorang anak yang temasuk pandai atau kurang juga bisa menghadapi masalah.
  5. Rasa aman dan keberhasilan dalam mencapai tujuan cenderung meningkatkan motivasi belajar. Kegagalan dapat meningkatkan atau menurunkan motivasi tergantung pada berbagai faktor. Tidak bisa setiap siswa diberi dorongan yang sama untuk melakukan sesuatu.
  6. Motivasi bertambah bila para pelajar memiliki alasan untuk percaya bahwa sebagian besar dari kebutuhannya dapat dipenuhi.
  7. Kajian dan penguatan guru, orang tua dan teman seusia berpengaruh terhadap motivasi dan perilaku.
  8. Insentif dan hadiah material kadang-kadang berguna dalam situasi kelas, memang ada bahayanya bila anak bekerja karena ingin mendapat hadiah dan bukan karena ingin belajar.
  9. Kompetisi dan insentif bisa efektif dalam memberi motivasi, tapi bila kesempatan untuk menang begitu kecil kompetisi dapat mengurangi motivasi dalam mencapai tujuan.
  10. Sikap yang baik untuk belajar dapat dicapai oleh kebanyakan individu dalam suasana belajar yang memuaskan.
  11. Proses belajar dan kegiatan yang dikaitkan kepada minat pelajar saat itu dapat mempertinggi motivasi.
3. Prinsip Persepsi
 Seseorang cenderung untuk percaya sesuai dengan bagaimana ia memahami situasi”. Persepsi adalah interpretasi tentang situasi yang hidup. Setiap individu melihat dunia dengan caranya sendiri yang berbeda dari yang lain. Persepsi ini mempengaruhi perilaku individu. Seseorang guru akan dapat memahami murid-muridnya lebih baik bila ia peka terhadap bagaimana cara seseorang melihat suatu situasi tertentu.
Berkenaan dengan persepsi ini ada beberapa hal-hal penting yang harus kita perhatikan:
1. Setiap pelajar melihat dunia berbeda satu dari yang lainnya karena setiap pelajar memiliki lingkungan yang berbeda. Semua siswa tidak dapat melihat lingkungan yang sama dengan cara yang sama.
2. Seseorang menafsirkan lingkungan sesuai dengan tujuan, sikap, alasan, pengalaman, kesehatan, perasaan dan kemampuannya.
3. Cara bagaimana seseorang melihat dirinya berpengaruh terhadap perilakunya. Dalam sesuatu situais seorang pelajar cenderung bertindak sesuai dengan cara ia melihat dirinya sendiri..
4. Para pelajar dapat dibantu dengan cara memberi kesempatan menilai dirinya sendiri. Guru dapat menjadi contoh hidup. Perilaku yang baik bergantung pada persepsi yang cermat dan nyata mengenai suatu situasi. Guru dan pihak lain dapat membantu pelajar menilai persepsinya.
5. Persepsi dapat berlanjut dengan memberi para pelajar pandangan bagaimana hal itu dapat dilihat .
6. Kecermatan persepsi harus sering dicek. Diskusi kelompok dapat dijadikan sarana untuk mengklasifikasi persepsi mereka.
7. Tingkat perkembangan dan pertumbuhan para pelajar akan mempengaruhi pandangannya terhadap dirinya.
4. Prinsip Tujuan
“ Tujuan harus tergambar jelas dalam pikiran dan diterima oleh para pelajar pada saat proses belajar terjadi”. Tujuan ialah sasaran khusus yang hendak dicapai oleh seseorang dan mengenai tujuan ini ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
1. Tujuan seyogianya mewadahi kemampuan yang harus dicapai.
2. Dalam menetapkan tujuan seyogianya mempertimbangkan kebutuhan individu dan masyarakat
3. Pelajar akan dapat menerima tujuan yang dirasakan akan dapat memenuhi kebutuhannya.
4. Tujuan guru dan murid seyogianya sesuai
5. Aturan-aturan atau ukuran-ukuran yang ditetapkan oleh masyarakat dan pemerintah biasanya akan mempengaruhi perilaku.
6. Tingkat keterlibatan pelajar secara aktif mempengaruhi tujuan yang dicanangkannya dan yang dapat ia capai.
7. Perasaan pelajar mengenai manfaat dan kemampuannya dapat mempengaruhi perilaku. Jika ia gagal mencapai tujuan ia akan merasa rendah diri atau prestasinya menurun.
8. Tujuan harus ditetapkan dalam rangka memenuhi tujuan yang nampak untuk para pelajar. Karena guru harus dapat merumuskan tujuan dengan jelas dan dapat diterima para pelajar.
5. Prinsip Perbedaan Individual
“Proses belajar bercorak ragam bagi setiap orang”
Proses pengajaran seyogianya memperhatikan perbedaan indiviadual dalam kelas sehingga dapat memberi kemudahan pencapaian tujuan belajar yang setinggi-tingginya. Pengajaran yang hanya memperhatikan satu tingkatan sasaran akan gagal memenuhi kebutuhan seluruh siswa. Karena itu seorang guru perlu memperhatikan latar belakang, emosi, dorongan dan kemampuan individu dan menyesuaikan materi pelajaran dan tugas-tugas belajar kepada aspek-aspek tersebut.
Berkenaan dengan perbedaan individual ada beberapa hal yang perlu diingat:
  1. Para pelajar harus dapat dibantu dalam memahami kekuatan dan kelemahan dirinya dan selanjutnya mendapat perlakuan dan pelayanan kegiatan, tugas belajar dan pemenuhan kebutuhan yang berbeda-beda.
  2. Para pelajar perlu mengenal potensinya dan seyogianya dibantu untuk merenncanakan dan melaksanakan kegiatannya sendiri.
  3. Para pelajar membutuhkan variasi tugas, bahan dan metode yang sesuai dengan tujuan , minat dan latarbelakangnya.
  4. Pelajar cenderung memilih pengalaman belajar yang sesuai dengan pengalamannya masa lampau yang ia rasakan bermakna untuknya. Setiap pelajar biasanya memberi respon yang berbeda-beda karena memang setiap orang memiliki persepsi yang berbeda mengenai pengalamannya.
  5. Kesempatan-kesempatan yang tersedia untuk belajar lebih diperkuat bila individu tidak merasa terancam lingkungannya, sehingga ia merasa merdeka untuk turut ambil bagian secara aktif dalam kegiatan belajar. Manakala para pelajar memiliki kemerdekaan untuk berpikir dan berbuat sebagai individu, upaya untuk memecahkan masalah motivasi dan kreativitas akan lebih meningkat.
  6. Pelajar yang didorong untuk mengembangkan kekuatannya akan mau belajar lebih giat dan sungguh-sungguh. Tetapi sebaliknya bila kelemahannya yang lebih ditekankan maka ia akan menunjukkan ketidakpuasannya terhadap belajar.
6. Prinsip Transfer dan Retensi
“Belajar dianggap bermanfaat bila seseorang dapat menyimpan dan menerapkan hasil belajar dalam situasi baru”.
Apa pun yang dipelajari dalam suatu situasi pada akhirnya akan digunakan dalam situasi yang lain. Prosesa tersebut dikenal dengan proses transfer, kemampuan seseorang untuk menggunakan lagi hasil belajar disebut retensi. Bahan-bahan yang dipelajari dan diserap dapat digunakan oleh para pelajar dalam situasi baru.
Berkenaan dengan proses transfer dan retensi ada beberapa prinsip yang harus kita ingat.
  1. Tujuan belajar dan daya ingat dapat memperkuat retensi. Usaha yang aktif untuk mengingat atau menugaskan sesuatu latuhan untuk dipelajari dapat meningkatkan retensi.
  2. Bahan yang bermakna bagi pelajar dapat diserap lebih baik.
  3. Retensi seseorang dipengaruhi oleh kondisi fisik dan psikis dimana proses belajar itu terjadi. Karena itu latihan seyogianya dilakukan dalam suasana yang nyata.
  4. Latihan yang terbagi-bagi memungkinkan retensi yang baik. Suasana belajar yang dibagi ke dalam unit-unit kecil waktu dapat menghasilkan proses belajar dengan retensi yang lebih baik daripada proses belajar yang berkepanjangan. Waktu belajar dapat ditentukan oleh struktur-struktur logis dari materi dan kebutuhan para pelajar.
  5. Penelaahan bahan-bahan yang faktual, keterampilan dan konsep dapat meningkatkan retensi dan nilai transfer.
  6. Proses belajar cenderung terjadi bila kegiatan-kegiatan yang dilakukan dapat memberikan hasil yang memuaskan.
  7. Sikap pribadi, perasaan atau suasana emosi para pelajar dapat menghasilkan proses pelupaan hal-hal tertentu. Karena itu bahan-bahan yang tidak disepakati tidak akan dapat diserap sebaik bahan-bahan yang menyenangkan.
  8. Proses saling mempengaruhi dalam belajar akan terjadi bila bahan baru yang sama dipelajari mengikuti bahan yang lalu. Kemungkinan lupa terhadap bahan yang lama dapat terjadi bila bahan baru yang sama yang dituntut.
  9. Pengetahuan tentang konsep, prinsip dan generalisasi dapat diserap dengan baik dan dapat diterapkan lebih berhasil dengan cara menghubung-hubungkan penerapan prinsip yang dipelajari dan dengan memberikan illustrasi unsur-unsur yang serupa.
  10. Transfer hasil belajar dalam situasi baru dapat lebih mendapat kemudahan bila hubungan-hubungan yang bermanfaat dalam situasi yang khas dan dalam situasi yang agak sama dibuat.
  11. Tahap akhir proses seyogyanya memasukkan usaha untuk menarik generalisasi, yang pada gilirannya nanti dapat lebih memperkuat retensi dan transfer.
7. Prinsip Belajar Kognitif
“Belajar kognitif melibatkan proses pengenalan dan atau penemuan”.
Belajar kognitif mencakup asosiasi antar unsur, pembentukan konsep, penemuan masalah, dan keterampilan memecahkan masalah yang selanjutnya membentuk perilaku baru, berpikir, menalar, menilai dan berimajinasi merupakan aktivitas mental yang berkaitan dengan proses belajar kognitif. Proses belajar itu dapat terjadi pada berbagai tingkat kesukaran dan menuntut berbagai aktivitas mental.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam belajar kognitif.
1. Perhatian harus dipusatkan kepada aspek-aspek lingkungan yang relevan sebelum proses-proses belajar kognitif terjadi. Dalam hubungan ini pelajar perlu mengarahkan perhatian yang penuh agar proses belajar kognitif benar-benar terjadi.
2. Hasil belajar kognitif akan bercariasi sesuai dengan taraf dan jenis perbedaan individual yang ada.
3. Bentuk-bentuk kesiapan perbendaharaan kata, kemampuan membaca, kecakapan dan pengalaman berpengaruh langsung terhadap proses belajar kognitif.
4. Pengalaman belajar harus diorganisasikan ke dalam satuan-satauan atau unit-unit yang sesuai.
5. Bila menyajikan konsep, kebermaknaan dari konsep amatlah penting . Perilaku mencari, penerapan, pendefinisian resmi dan penilaian sangat diperlukan untuk menguji bahwa suatu konsep benar-benar bermakna.
6. Dalam pemecahan masalah para pelajar harus dibantu untuk mendefinisikan dan membatasi lingkup masalah, menemukan informasi yang sesuai, menafsirkan dan menganalisis masalah dan memungkinkan berpikir menyebar (divergent thinking).
7. Perhatian terhadap proses mental yang lebih daripada terhadap hasil kognitif dan afektif akan lebih memungkinkan terjadimya proses pemecahan masalah, analisis, sintesis dan penalaran.
8. Prinsip Belajar Afektif
“ Proses belajar afektif seseorang menentukn bagaimana ia menghubungkan dirinya dengan pengalaman baru”.
Belajar afektif mencakup nilai emosi, dorongan, minat dan sikap. Dalam banyak hal pelajar mungkin tidak menyadari belajar afektif. Sesungguhnya proses belajar afektifmeliputi dasar yang asli untuk dan merupakan bentuk dari sikap, emosi dorongan, minat dan sikap individu.
Berkenaan dengan hal-hal tersebut diatas, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses belajar afektif.
  1. Hampir semua aspek kehidupan mengandung aspek afektif.
  2. Hal bagaimana para pelajar menyesuaikan diri dan memberi reaksi terhadap situasi akan memberi dampak dan pengaruh terhadap proses belajar afektif.
  3. Suatu waktu, nilai-nilai yang penting yang diperoleh pada masa kanak-kanak akan melekat sepanjang hayat. Nilai, sikap dan perasaan yang tidak berubah akan tetap melekat pada keseluruhan proses perkembangan.
  4. Sikap dan nilai sering diperoleh melalui proses identifikasi dari orang lain dan bukan hasil dari belajar langsung.
  5. Sikap lebih mudah dibentuk karena pengalaman yang menyenangkan.
  6. Nilai-nilai yang ada pada diri individu dipengaruhi oleh standar perilaku kelompok.
  7. Proses belajar di sekolah dan kesehatan mental memiliki hubungan yang erat. Pelajar yang memiliki kesehatan mental yang baik akan dapat belajar lebih mudah daripada yang memiliki masalah.
  8. Belajar afektif dapat dikembangkan atau diubah melalui interaksi guru dengan kelas.
  9. Pelajar dapat dibantu agar lebih matang dengan cara membantu mereka mengenal dan memahami sikap, peranan dan emosi. Penghargaan terhadap sikap, perasaan dan frustasi sangat perlu untuk membantu pelajar memperoleh pengertian diri dan kematangannya.
9. Proses Belajar Psikomotor
Proses belajar psikomotor individu menentukan bagaimana ia mampu mengendalikan aktivitas ragawinya.
Belajar psikomotor mengandung aspek mental dan fisik. Berkenaan dengan hal itu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.
  1. Didalam tugas suatu kelompok akan menunjukkan variasi dalam kemampuan dasar psikomotor.
  2. Perkembangan psikomotor anak tertentu terjadi tidak beraturan.
  3. Struktur ragawi dan sistem syaraf individu membantu menentukan taraf penampilan psikomotor.
  4. Melalui bermain dan aktivitas nonformal para pelajar akan memperoleh kemampuan mengontrol gerakannya lebih baik.
  5. Dengan kematangan fisik dan mental kemampuan pelajar untuk memadukan dan memperhalus gerakannya akan lebih dapat diperkuat.
  6. Faktor lingkungan memberi pengaruh terhadap bentuk dan cdakupan penampilan psikomotor individu.
  7. Penjelasan yang baik, demonstrasi dan partisipasi aktif pelajar dapat menambah efisiensi belajar psikomotor.
  8. Latihan yang cukup yang diberi dalam rentan waktu tertentu dapat membantu proses belajar psikomotor. Latihan yang bermakna seyogianya mencakup semua urutan lengkap aktivitas psikomotor dan tempo tidak bisa hanya didasarkan pada faktor waktu semata-mata.
  9. Tugas-tugas psikomotor yang terlalu sukar bagi pelajar dapat menimbulkan frustasi (keputusasaan) dan kelelahan yang lebih cepat.
10. Prinsip Evaluasi
Jenis cakupan dan validitas evaluasi dapat mempengaruhi proses belajar saat ini dan selanjutnya.
Pelaksanaan latihan evaluasi memungkinkan bagi individu untuk menguji kemajuan dalam pencapaian tujuan. Penilaian individu terhadap proses belajarnya dipengaruhi oleh kebebasan untuk menilai. Evaluasi mencakup kesadaran individu mengenai penampilan, motivasi belajar dan kesiapan untuk belajar. Individu yang berinteraksi dengan yang lain pada dasarnya ia mengkaji pengalaman belajarnya dan hal ini pada gilirannya akan dapat meningkatkan kemampuannya untuk menilai pengalamannya.
Berkenaan dengan evaluasi ini ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.
  1. Evaluasi memberi arti pada proses belajar dan memberi arah baru pada pelajar.
  2. Bila tujuan dikaitkan dengan evaluasi maka peran evaluasi begitu penting bagi pelajar.
  3. Latihan penilaian guru dapat mempengaruhi bagaimana pelajar terlibat dalam evaluasi dan belajar.
  4. Evaluasi terhadap kemajuan pencapaian tujuan akan lebih mantap bila guru dan murid saling bertukar dan menerima pikiran, perasaan dan pengamatan.
  5. Kekurangan atau ketidaklengkapan evaluasi dapat mengurangi kemampuan guru dalam melayani muridnya. Sebaliknya evaluasi yang menyeluruh dapat memperkuat kemampuan pelajar untuk menilai dirinya.
  6. Jika tekanan evaluasi guru diberikan terus menerus terhadap penampilan siswa, pola ketergantungan penghindaran dan kekerasan akan berkembang.
  7. Kelompok teman sebaya berguna dalam evaluasi.
Setelah anda membaca dan memahami prinsip-prinsip yang berkenaan dengan proses belajar dan pengajaran, cobalah anda kerjakan latihandibawah ini. Denga demikian anda akan dapat memahami dan menerapkan prinsip-prinsip itu lebih jauh.
Bagaimana anda menerapkan prinsip-prinsip:
1. Kesiapan
2. Motivasi
3. Persepsi
4. Tujuan
5. Perbedaan Individual
6. Transfer dan Retensi
7. Belajar Kognitif
8. Belajar Afektif
9. Belajar Psikomotor
10. Evaluasi
Untuk memeriksa lebih jauh hasil anda bagian ini tidak disediakan kunci jawaban. Oleh karena itu hasil latihan Anda sebaiknya Anda bandingkan dengan hasil latihan anda. Diskusikanlah dengan kelompok untuk hal-hal berbeda dalam hasil latihan itu. Dengan mengkaji hasil latihan itu, anda seyogianya selalu melihat rincian prinsip-prinsip belajar dan pengajaran yang diuraikan sebelumnya. Jika terdapat hal-hal yang tidak dapat diatasi dalam kelompok, bawalah persoalan tersebut ke dalam pertemuan tutorial. Yakinlah dalam pertemuan tersebut anda akan dapat memecahkan persoalan tersebut.


4.      Hakikat Belajar
            Belajar di masa muda bagai mengukir di atas batu, belajar di masa tua bagai mengukir di atas air. Belajar pada hakikatnya adalah usaha untuk mewujudkan perubahan tingkah laku.

            Kebanyakan remaja siswa sltp sering berkata," sebenarnya kami telah mempelajari matematika, bahasa Inggris dan ilmu lainnya setiap hari, tetapi tetap saja belum mendapatkan nilai yang memuaskan". Apakah yang dimaksud dengan belajar adalah rajin masuk masuk sekolah tiap hari dan tidak pernah absen?

            Menurut ilmu pendidikan belajar adalah usaha untuk mewujudkan perubahan tingkah laku. Jadi walaupun kita telah berusaha sekuat tenaga namun perubahan tingkah laku tidak terwujud maka kita tidak bisa mengklaim bahwa kita telah belajar. Tingkah laku akan berubah jika kita mempelajari sesuatu yang belum pernah kita ketahui sebelumnya, kemudian kita menjadi tahu, paham dan mampu menerapkannya. Dengan demikian, bila kita keluar dali kelas atau setelah membaca sesuatu, hal yang harus kita lakukan adalah bertanya pada diri sendiri, "apa yang telas saya peroleh?". Apabila ternyata kita tidak mendapat apa-apa, maka berarti kita tidak belajar sama sekali. Belajar juga bisa di dapat melalui pengalaman. Apabila ada orang yang selalu membuat kesalahan yang sama, anda bisa mengatakan padanya, "anda tidak pernah belajar dari pengalaman".







Referensi :

Rothwell, A.B., Learning Principles, dalam Clark L.H. Strategies and Tactics in secondary School Teaching: A Book of Readings, Toronto: the Mac Millan, Co., 1968.

the gau" : http//:www.muhsakirgau.blogspot.com/

2 komentar:

Silahkan Tinggalkan Komentar Untuk Perbaikan Postingan Selanjutnya !