Jika anda ke Makassar, Sulawesi Selatan, sempatkan sejenak untuk mampir ke Benteng Somba Opu. Konon kabarnya, benteng yang dibangun Sultan Gowa ke IX, Daeng Matanre Karaeng Tumapa'risi' Kallonna pada tahun 1525 ini, dibangun dari tanah liat dan putih telur sebagai pengganti semen.
Secara arsitekturial, benteng ini berbentuk segi empat, dengan panjang sekitar 2 kilometer, tinggi 7-8 meter, dan luasnya sekitar 1.500 hektar. Seluruh bangunan benteng dipagari dengan dinding yang cukup tebal.
Pada abad ke 16 benteng ini sempat menjadi pusat perdagangan dan pelabuhan rempah-rempah yang ramai dikunjungi pedagang asing dari Asia dan Eropa. Sayangnya, tanggal 24 Juni 1669 benteng ini dikuasai oleh VOC dan kemudian dihancurkan hingga terendam ombak pasang.
Kini, benteng Somba Opu lebih tepat disebut sebagai reruntuhan. Kegagahan benteng yang ada di masanya dulu, seakan lapuk dimakan usia. Kedua bastion yang dulu ada di atas benteng, kini hanya tinggal onggokan puing saja. Sebagai gantinya, di atas bekas bastion tersebut dibangun saukang yang digunakan untuk tempat berdoa dan pemujaan bagi masyarakat setempat.
"Kami biasanya ke saukang bersama keluarga besar setiap setahun sekali," kata Hamid De Nyondrik (41), warga Sarombe, Gowa.
Adatnya, warga datang ke saukang membawa sesaji seperti nasi putih, nasi merah, atau nasi kuning, ayam bakar, dan bunga. Setelah dibacakan doa, sesaji tersebut dimakan besama keluarga.
Relokasi 300 Warga
Benteng Somba Opu ditemukan sejumlah ilmuwan tahun 1980-an. Sekitar tahun 1990, bangunan benteng yang sudah rusak direkonstruksi sehinga tampak lebih indah. Dahulu, di atas benteng tersebut terdapat pemukiman warga. Karena itu, seiring adanya rekonstruksi tersebut sekitar 300 warga direlokasi ke Taeng dan Sapiria sebelah utara untuk pengembangan benteng.
Selain reruntuhan benteng Somba Opu, di dalam kompleks benteng terdapat beberapa bangunan rumah adat Sulawesi Selatan, seperti Bugis, Makassar, Mandar, dan Kajang. Selain itu, juga terdapat sebuah meriam bernama Baluwara Aung sepanjang 9 meter dengan berat 9.500 kg, dan sebuah museum yang berisi benda-benda bersejarah peninggalan Kesultanan Gowa.
Pengunjung cukup membayar biaya retribusi Rp 1.700 untuk dapat masuk ke kompleks benteng Somba Opu.
Secara arsitekturial, benteng ini berbentuk segi empat, dengan panjang sekitar 2 kilometer, tinggi 7-8 meter, dan luasnya sekitar 1.500 hektar. Seluruh bangunan benteng dipagari dengan dinding yang cukup tebal.
Pada abad ke 16 benteng ini sempat menjadi pusat perdagangan dan pelabuhan rempah-rempah yang ramai dikunjungi pedagang asing dari Asia dan Eropa. Sayangnya, tanggal 24 Juni 1669 benteng ini dikuasai oleh VOC dan kemudian dihancurkan hingga terendam ombak pasang.
Kini, benteng Somba Opu lebih tepat disebut sebagai reruntuhan. Kegagahan benteng yang ada di masanya dulu, seakan lapuk dimakan usia. Kedua bastion yang dulu ada di atas benteng, kini hanya tinggal onggokan puing saja. Sebagai gantinya, di atas bekas bastion tersebut dibangun saukang yang digunakan untuk tempat berdoa dan pemujaan bagi masyarakat setempat.
"Kami biasanya ke saukang bersama keluarga besar setiap setahun sekali," kata Hamid De Nyondrik (41), warga Sarombe, Gowa.
Adatnya, warga datang ke saukang membawa sesaji seperti nasi putih, nasi merah, atau nasi kuning, ayam bakar, dan bunga. Setelah dibacakan doa, sesaji tersebut dimakan besama keluarga.
Relokasi 300 Warga
Benteng Somba Opu ditemukan sejumlah ilmuwan tahun 1980-an. Sekitar tahun 1990, bangunan benteng yang sudah rusak direkonstruksi sehinga tampak lebih indah. Dahulu, di atas benteng tersebut terdapat pemukiman warga. Karena itu, seiring adanya rekonstruksi tersebut sekitar 300 warga direlokasi ke Taeng dan Sapiria sebelah utara untuk pengembangan benteng.
Selain reruntuhan benteng Somba Opu, di dalam kompleks benteng terdapat beberapa bangunan rumah adat Sulawesi Selatan, seperti Bugis, Makassar, Mandar, dan Kajang. Selain itu, juga terdapat sebuah meriam bernama Baluwara Aung sepanjang 9 meter dengan berat 9.500 kg, dan sebuah museum yang berisi benda-benda bersejarah peninggalan Kesultanan Gowa.
Pengunjung cukup membayar biaya retribusi Rp 1.700 untuk dapat masuk ke kompleks benteng Somba Opu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan Tinggalkan Komentar Untuk Perbaikan Postingan Selanjutnya !