PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Rumah sakit
merupakan institusi pelayanan kesehatan dengan inti kegiatan pelayanan
preventif, kuratif, rehabilitatif dan promotif. Kegiatan tersebut akan
menimbulkan dampak positif dan negatif. Dampak positif adalah meningkatnya
derajat kesehatan masyarakat, sedangkan dampak negatifnya antara lain adalah
sampah dan limbah medis maupun non medis yang dapat menimbulkan penyakit dan
pencemaran yang perlu perhatian khusus. Oleh karenanya
perlu upaya penyehatan lingkungan rumah sakit yang bertujuan untuk melindungi
masyarakat dan karyawan akan bahaya pencemaran lingkungan yang bersumber dari
sampah maupun limbah rumah sakit. Sampah atau limbah rumah sakit dapat
mengandung bahaya karena dapat bersifat racun, infeksius dan juga radioaktif.
1.2. Rumusan Masalah
Karena kegiatan
atau sifat pelayanan yang diberikan, maka rumah sakit menjadi depot segala
macam penyakit yang ada di masyarakat, bahkan dapat pula sebagai sumber
distribusi penyakit karena selalu dihuni, dipergunakan, dan dikunjungi oleh
orang-orang yang rentan dan lemah terhadap penyakit. Di tempat ini dapat
terjadi penularan baik secara langsung (cross infection), melalui
kontaminasi benda-benda ataupun melalui serangga (vector borne infection) sehingga
dapat mengancam kesehatan masyarakat umum.
1.3. Tujuan Penulisan
-
Agar masyarakat mengetahui sifat dan
pengaruh limbah rumah sakit terhadap kesehatan
-
Mengetahui jenis-jenis limbah rumah
sakit.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Karakteristik Limbah Rumah Sakit
Sampah dan
limbah rumah sakit adalah semua sampah dan limbah yang dihasilkan oleh kegiatan
rumah sakit dan kegiatan penunjang lainnya.Apabila dibanding dengan kegiatan
instansi lain, maka dapat dikatakan bahwa jenis sampah dan limbah rumah sakit
dapat dikategorikan kompleks. Secara umum sampah dan limbah rumah sakit dibagi
dalam dua kelompok besar, yaitu sampah atau limbah klinis dan non klinis baik
padat maupun cair.
Limbah klinis
adalah yang berasal dari pelayanan medis, perawatan, gigi, veterinari, farmasi
atau sejenis, pengobatan, perawatan, penelitian atau pendidikan yang
menggunakan bahan-bahan beracun, infeksius berbahaya atau bisa membahayakan
kecuali jika dilakukan pengamanan tertentu. Bentuk limbah klinis bermacam-macam
dan berdasarkan potensi yang terkandung di dalamnya dapat dikelompokkan sebagai
berikut:
1) Limbah benda
tajam
Limbah benda
tajam adalah obyek atau alat yang memiliki sudut tajam, sisi, ujung atau bagian
menonjol yang dapat memotong atau menusuk kulit seperti jarum hipodermik, perlengkapan
intravena, pipet pasteur, pecahan gelas, pisau bedah. Semua benda tajam ini
memiliki potensi bahaya dan dapat menyebabkan cedera melalui sobekan atau
tusukan. Benda-benda tajam yang terbuang mungkin terkontaminasi oleh darah,
cairan tubuh, bahan mikrobiologi, bahan beracun atau radioaktif.
2) Limbah
infeksius
Limbah
infeksius mencakup pengertian sebagai berikut:
- Limbah yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi penyakit menular (perawatan intensif)
- Limbah laboratorium yang berkaitan dengan pemeriksaan mikrobiologi dari poliklinik dan ruang perawatan/isolasi penyakit menular.
3) Limbah
jaringan tubuh
Limbah jaringan
tubuh meliputi organ, anggota badan, darah dan cairan tubuh, biasanya
dihasilkan pada saat pembedahan atau otopsi.
4) Limbah
sitotoksik
Limbah
sitotoksik adalah bahan yang terkontaminasi atau mungkin terkontaminasi dengan
obat sitotoksik selama peracikan, pengangkutan atau tindakan terapi sitotoksik.
Limbah yang terdapat limbah sitotoksik didalamnya harus dibakar dalam
incinerator dengan suhu diatas 1000oc
5) Limbah
farmasi
Limbah farmasi
ini dapat berasal dari obat-obat kadaluwarsa, obat-obat yang terbuang karena batch
yang tidak memenuhi spesifikasi atau kemasan yang terkontaminasi, obat-obat
yang dibuang oleh pasien atau dibuang oleh masyarakat, obat-obat yang tidak
lagi diperlukan oleh institusi yang bersangkutan dan limbah yang
dihasilkan selama produksi obat-obatan.
6) Limbah kimia
Limbah kimia
adalah limbah yang dihasilkan dari penggunaan bahan kimia dalam tindakan medis,
veterinari, laboratorium, proses sterilisasi, dan riset.
7) Limbah
radioaktif
Limbah
radioaktif adalah bahan yang terkontaminasi dengan radio isotop yang berasal
dari penggunaan medis atau riset radio nukleida. Limbah ini dapat berasal dari
antara lain : tindakan kedokteran nuklir, radio-imunoassay dan
bakteriologis; dapat berbentuk padat, cair atau gas. Limbah cair yang
dihasilkan rumah sakit mempunyai karakteristik tertentu baik fisik, kimia dan
biologi.
8)Limbah
Plastik
Limbah plastik
adalah bahan plastik yang dibuang oleh klinik, rumah sakit dan sarana pelayanan
kesehatan lain seperti barang-barang dissposable yang terbuat dari plastik dan
juga pelapis peralatan dan perlengkapan medis.
Selain sampah
klinis, dari kegiatan penunjang rumah sakit juga menghasilkan sampah non klinis
atau dapat disebut juga sampah non medis. Sampah non medis ini bisa berasal
dari kantor/administrasi kertas, unit pelayanan (berupa karton, kaleng, botol),
sampah dari ruang pasien, sisa makanan buangan; sampah dapur (sisa pembungkus,
sisa makanan/bahan makanan, sayur dan lain-lain). Limbah cair yang dihasilkan
rumah sakit mempunyai karakteristik tertentu baik fisik, kimia dan biologi.
Limbah rumah sakit bisa mengandung bermacam-macam mikroorganisme, tergantung
pada jenis rumah sakit, tingkat pengolahan yang dilakukan sebelum dibuang dan
jenis sarana yang ada (laboratorium, klinik dll).
Tentu saja dari
jenis-jenis mikroorganisme tersebut ada yang bersifat patogen. Limbah rumah
sakit seperti halnya limbah lain akan mengandung bahan-bahan organik dan
anorganik, yang tingkat kandungannya dapat ditentukan dengan uji air kotor pada
umumnya seperti BOD, COD, TTS, pH, mikrobiologik, dan lainlain.
Melihat
karakteristik yang ditimbulkan oleh buangan/limbah rumah sakit seperti tersebut
diatas, maka konsep pengelolaan lingkungan sebagai sebuah sistem dengan
berbagai proses manajemen didalamnya yang dikenal sebagai Sistem Manajemen
Lingkungan (Environmental Managemen System) dan diadopsi Internasional
Organization for Standar (ISO) sebagai salah satu sertifikasi internasioanal di
bidang pengelolaan lingkunan dengan nomor seri ISO 14001 perlu diterapkan di
dalam Sistem Manajemen Lingkungan Rumah Sakit.
2.2. Pengaruh
Limbah Rumah Sakit Terhadap Lingkungan dan Kesehatan
Pengaruh limbah
rumah sakit terhadap kualitas lingkungan dan kesehatan dapat menimbulkan
berbagai masalah seperti
- Gangguan kenyamanan dan estetika
Ini berupa
warna yang berasal dari sedimen, larutan, bau phenol, eutrofikasi dan rasa dari
bahan kimia organik.
- Kerusakan harta benda
Dapat
disebabkan oleh garam-garam yang terlarut (korosif, karat), air yang berlumpur
dan sebagainya yang dapat menurunkan kualitas bangunan di sekitar rumah sakit.
- Gangguan/kerusakan tanaman dan binatang
Ini dapat
disebabkan oleh virus, senyawa nitrat, bahan kimia, pestisida, logam nutrien
tertentu dan fosfor.
- Gangguan terhadap kesehatan manusia
Ini dapat
disebabkan oleh berbagai jenis bakteri, virus, senyawa-senyawa kimia,
pestisida, serta logam seperti Hg, Pb, dan Cd yang berasal dari bagian
kedokteran gigi.
- Gangguan genetik dan reproduksi
Meskipun
mekanisme gangguan belum sepenuhnya diketahui secara pasti, namun beberapa
senyawa dapat menyebabkan gangguan atau kerusakan genetik dan sistem reproduksi
manusia misalnya pestisida, bahan radioaktif.
2.3.
Pengelolaan Limbah Rumah Sakit
A)
Limbah padat
Untuk
memudahkan mengenal jenis limbah yang akan dimusnahkan, perlu dilakukan
penggolongan limbah. Dalam kaitan dengan pengelolaan, limbah klinis
dikategorikan menjadi 5 golongan sebabagi berikut :
Golongan A :
1)
Dressing bedah, swab dan semua limbah terkontaminasi dari kamar bedah.
2)
Bahan-bahan kimia dari kasus
penyakit infeksi.
3)
Seluruh jaringan tubuh manusia (terinfeksi maupun tidak), bangkai/jaringan hewan dari
laboratorium dan hal-hal lain yang berkaitan dengan swab dan dreesing.
Golongan B :
Syringe bekas, jarum, cartridge, pecahan gelas dan benda-benda tajam
lainnya.
Golongan C :
Limbah dari
ruang laboratorium dan postpartum kecuali yang termasuk dalam golongan A.
Golongan D :
Limbah bahan
kimia dan bahan-bahan farmasi tertentu.
Golongan E :
Pelapis Bed-pan
Disposable, urinoir, incontinence-pad, dan stomach.
2.4. Pelaksanaan pengelolaan
Dalam
pelaksanaan pengelolaan limbah klinis perlu dilakukan pemisahan penampungan,
pengangkutan, dan pengelolaan limbah pendahuluan.
1) Pemisahan
Golongan A
Dressing bedah yang
kotor, swab dan limbah lain yang terkontaminasi dari ruang pengobatan
hendaknya ditampung dalam bak penampungan limbah klinis yang mudah dijangkau
bak sampah yang dilengkapi dengan pelapis pada tempat produksi sampah Kantong
plastik tersebut hendaknya diambil paling sedikit satu hari sekali atau bila
sudah mencapai tiga perempat penuh. Kemudian diikat kuat sebelum diangkut dan
ditampung sementara di bak sampah klinis.
Bak sampah
tersebut juga hendaknya diikat dengan kuat bila mencapai tiga perempat penuh
atau sebelum jadwal pengumpulan sampah. Sampah tersebut kemudian dibuang dengan
cara sebagai berikut :
a) Sampah dari haemodialisis
Sampah
hendaknya dimasukkan dengan incinerator. Bisa juga digunakan autoclaving,
tetapi kantung harus dibuka dan dibuat sedemikian rupa sehingga uap panas
bisa menembus secara efektif.
(Catatan: Autoclaving
adalah pemanasan dengan uap di bawah tekanan dengan tujuan sterilisasi
terutama untuk limbah infeksius).
b) Limbah dari unit lain :
Limbah
hendaknya dimusnahkan dengan incinerator. Bila tidak
mungkin bisa menggunakan cara lain, misalnya dengan membuat sumur dalam yang
aman.
Prosedur yang
digunakan untuk penyakit infeksi harus disetujui oleh pimpinan yang
bertanggungjawab, kepala Bagian Sanitasi dan Dinas Kesehatan c/q Sub Din PKL
setempat.
Semua jaringan
tubuh, plasenta dan lain-lain hendaknya ditampung pada bak limbah klinis atau
kantong lain yang tepat kemudian dimusnahkan dengan incinerator.
Perkakas
laboratorium yang terinfeksi hendaknya dimusnahkan dengan incinerator.
Incinerator harus dioperasikan di bawah pengawasan bagian sanitasi atau
bagian laboratorium.
Golongan B
Syringe, jarum dan cartridges hendaknya dibuang dengan keadaan tertutup.
Sampah ini
hendaknya ditampung dalam bak tahan benda tajam yang bilamana penuh (atau
dengan interval maksimal tidak lebih dari satu minggu) hendaknya diikat dan
ditampung di dalam bak sampah klinis sebelum diangkut dan dimasukkan dengan incinerator.
-
Penampungan
Sampah klinis
hendaknya diangkut sesering mungkin sesuai dengan kebutuhan. Sementara menunggu
pengangkutan untuk dibawa ke incinerator atau pengangkutan oleh dinas
kebersihan (atau ketentuan yang ditunjuk), sampah tersebut hendaknya :
a) Disimpan dalam kontainer yang memenuhi syarat.
b)
Di lokasi/tempat yang strategis, merata dengan ukuran yang disesuaikan dengan
frekuensi pengumpulannya dengan kantong berkode warna yang telah ditentukan
secara terpisah.
c)
Diletakkan pada tempat kering/mudah dikeringkan, lantai yang tidak rembes, dan
disediakan sarana pencuci.
d)
Aman dari orang-orang yang tidak bertanggungjawab; dari binatang, dan bebas
dari infestasi serangga dan tikus.
e)
Terjangkau oleh kendaraan pengumpul sampah (bila mungkin)
Sampah yang
tidak berbahaya dengan penanganan pendahuluan (jadi bisa digolongkan dalam
sampan klinis), dapat ditampung bersama sampah lain sambil menunggu
pengangkutan.
-
Pengangkutan
Pengangkutan
dibedakan menjadi dua yaitu pengangkutan intenal dan eksternal. Pengangkutan
internal berawal dari titik penampungan awal ke tempat pembuangan atau ke
incinerator (pengolahan on-site). Dalam pengangkutan internal biasanya
digunakan kereta dorong.
Kereta atau
troli yang digunakan untuk pengangkutan sampah klinis harus didesain sedemikian
rupa sehingga :
a)
Permukaan harus licin, rata dan tidak tembus
b)
Tidak akan menjadi sarang serangga
c)
Mudah dibersihkan dan dikeringkan
d)
Sampan tidak menempel pada alat angkut
e)
Sampan mudah diisikan, diikat,
dan dituang kembali
Bila tidak
tersedia sarana setempat dan sampah klinis harus diangkut ke tempat lain :
a)
Harus disediakan bak terpisah dari sampah biasa dalam alat truk pengangkut. Dan
harus dilakukan upaya untuk men-cegah kontaminasi sampah lain yang dibawa.
b)
Harus dapat dijamin bahwa sampah dalam keadaan aman dan tidak terjadi kebocoran atau
tumpah.
B) Limbah Cair
Limbah rumah
sakit mengandung bermacam-macam mikroorganisme, bahan-bahan organik dan
an-organik. Beberapa contoh fasilitas atau Unit Pengelolaan Limbah (UPL) di
rumah sakit antara lain sebagai berikut:
1)
Kolam
Stabilisasi Air Limbah (Waste Stabilization Pond System)
Sistem
pengelolaan ini cukup efektif dan efisien kecuali masalah lahan, karena kolam
stabilisasi memerlukan lahan yang cukup luas; maka biasanya dianjurkan untuk
rumah sakit di luar kota (pedalaman) yang biasanya masih mempunyai lahan yang
cukup. Sistem ini terdiri dari bagian-bagian yang cukup sederhana yakni :
1. Pump Swap (pompa air
kotor).
2. Stabilization Pond (kolam stabilisasi) 2 buah.
3. Bak Klorinasi
4. Control room (ruang kontrol)
5. Inlet
6. Incinerator antara 2 kolam
stabilisasi
7. Outlet
dari kolam stabilisasi menuju sistem klorinasi.
2)
Kolam oksidasi air limbah (Waste
Oxidation Ditch Treatment System)
Sistem ini terpilih untuk pengolahan
air limbah rumah sakit di kota, karena tidak memerlukan lahan yang luas. Kolam
oksidasi dibuat bulat atau elips, dan air limbah dialirkan secara berputar agar
ada kesempatan lebih lama berkontak dengan oksigen dari udara (aerasi).
Kemudian air limbah dialirkan ke bak sedimentasi untuk mengendapkan benda padat
dan lumpur. Selanjutnya air yang sudah jernih masuk ke bak klorinasi sebelum
dibuang ke selokan umum atau sungai. Sedangkan
lumpur yang mengendap diambil dan dikeringkan pada Sludge drying bed (tempat
pengeringan Lumpur). Sistem kolam oksidasi ini terdiri dari :
1. Pump Swap (pompa air kotor)
2. Oxidation Ditch (pompa air kotor)
3. Sedimentation
Tank (bak pengendapan)
4. Chlorination
Tank (bak klorinasi)
5. Sludge
Drying Bed ( tempat pengeringan lumpur, biasanya 1-2 petak).
6. Control Room (ruang kontrol)
3) Anaerobic Filter
Treatment System
Sistem pengolahan melalui proses
pembusukan anaerobik melalui filter/saringan, air limbah tersebut sebelumnya
telah mengalami pretreatment dengan septic tank (inchaff tank). Proses anaerobic
filter treatment biasanya akan menghasilkan effluent yang mengandung
zat-zat asam organik dan senyawa anorganik yang memerlukan klor lebih banyak
untuk proses oksidasinya. Oleh sebab itu sebelum effluent dialirkan ke
bak klorida ditampung dulu di bak stabilisasi untuk memberikan kesempatan
oksidasi zat-zat tersebut di atas, sehingga akan menurunkan jumlah klorin yang
dibutuhkan pada proses klorinasi nanti.
Sistem Anaerobic Treatment terdiri dari
komponen-komponen antara lain sebagai berikut :
1. Pump Swap
(pompa air kotor)
2. Septic
Tank (inhaff tank)
3. Anaerobic
filter.
4. Stabilization
tank (bak stabilisasi)
5. Chlorination
tank (bak klorinasi)
6. Sludge
drying bed (tempat pengeringan lumpur)
7. Control
room (ruang kontrol)
Sesuai dengan
debit air buangan dari rumah sakit yang juga tergantung dari besar kecilnya
rumah sakit, atau jumlah tempat tidur, maka kontruksi Anaerobic Filter
Treatment System dapat disesuaikan dengan kebutuhan tersebut, misalnya :
a) Volume septic tank
b) Jumlah anaerobic
filter
c) Volume
stabilization tank
d) Jumlah chlorination tank
e)
Jumlah sludge drying bed
f)
Perkiraan luas lahan yang diperlukan
Secara singkat
pengelolaan pengelolaan dan pembuangan limbah medis adalah sebagai berikut :
a. Penimbulan (
Pemisahan Dan Pengurangan )
Proses
pemilahan dan reduksi sampah hendaknya merupakan proses yang kontinyu yang
pelaksanaannya harus mempertimbangkan : kelancaran penanganan dan penampungan
sampah, pengurangan volume dengan perlakuan pemisahan limbah B3 dan non B3
serta menghindari penggunaan bahan kimia B3, pengemasan dan pemberian label
yang jelas dari berbagai jenis sampah untuk efisiensi biaya, petugas dan
pembuangan.
b. Penampungan
Penampungan
sampah ini wadah yang memiliki sifat kuat, tidak mudah bocor atau berlumut,
terhindar dari sobek atau pecah, mempunyai tutup dan tidak overload.
Penampungan dalam pengelolaan sampah medis dilakukan perlakuan standarisasi
kantong dan kontainer seperti dengan menggunakan kantong yang bermacam warna
seperti telah ditetapkan dalam Permenkes RI no. 986/Men.Kes/Per/1992 dimana
kantong berwarna kuning dengan lambang biohazard untuk sampah infeksius, kantong
berwarna ungu dengan simbol citotoksik untuk limbah citotoksik, kantong
berwarna merah dengan simbol radioaktif untuk limbah radioaktif dan kantong
berwarna hitam dengan tulisan “domestik”
c. Pengangkutan
Pengangkutan
dibedakan menjadi dua yaitu pengangkutan intenal dan eksternal. Pengangkutan
internal berawal dari titik penampungan awal ke tempat pembuangan atau ke
incinerator (pengolahan on-site). Dalam pengangkutan internal biasanya
digunakan kereta dorong sebagai yang sudah diberi label, dan dibersihkan secara
berkala serta petugas pelaksana dilengkapi dengan alat proteksi dan pakaian
kerja khusus.
Pengangkutan
eksternal yaitu pengangkutan sampah medis ketempat pembuangan di luar (off-site).
Pengangkutan eksternal memerlukan prosedur pelaksanaan yang tepat dan harus
dipatuhi petugas yang terlibat. Prosedur tersebut termasuk memenuhi peraturan
angkutan lokal. Sampah medis diangkut dalam kontainer khusus, harus kuat dan
tidak bocor.
d. Pengolahan dan Pembuangan
Metoda yang
digunakan untuk megolah dan membuang sampah medis tergantung pada faktor-faktor
khusus yang sesuai dengan institusi yang berkaitan dengan peraturan yang
berlaku dan aspek lingkungan yang berpengaruh terhadap masyarakat. Teknik
pengolahan sampah medis (medical waste) yang mungkin diterapkan adalah :
a.
Incinerasi
b. Sterilisasi
dengan uap panas/ autoclaving (pada kondisi uap jenuh bersuhu 121 C)°
c. Sterilisasi
dengan gas (gas yang digunakan berupa ethylene oxide atau formaldehyde)
d. Desinfeksi
zat kimia dengan proses grinding (menggunakan cairan kimia sebagai desinfektan)
e. Inaktivasi
suhu tinggi
f. Radiasi
(dengan ultraviolet atau ionisasi radiasi seperti Co60
g. Microwave treatment
h. Grinding dan shredding (proses homogenisasi
bentuk atau ukuran sampah)
i. Pemampatan/ pemadatan, dengan tujuan
untuk mengurangi volume yang terbentuk.
Incinerator
Beberapa hal yang perlu diperhatikan apabila incinerator akan digunakan di rumah sakit antara lain : ukuran, desain, kapasitas yang disesuaikan dengan volume sampah medis yang akan dibakar dan disesuaikan pula dengan pengaturan pengendalian pencemaran udara, penempatan lokasi yang berkaitan dengan jalur pengangkutan sampah dalam kompleks rumah sakit dan jalur pembuangan abu, serta perangkap untuk melindungi incinerator dari bahaya kebakaran.
Keuntungan menggunakan incinerator adalah dapat mengurangi volume sampah, dapat membakar beberapa jenis sampah termasuk sampah B3 (toksik menjadi non toksik, infeksius menjadi non infeksius), lahan yang dibutuhkan relatif tidak luas, pengoperasinnya tidak tergantung pada iklim, dan residu abu dapat digunakan untuk mengisi tanah yang rendah. Sedangkan kerugiannya adalah tidak semua jenis sampah dapt dimusnahkan terutama sampah dari logam dan botol, serta dapat menimbulkan pencemaran udara bila tidak dilengkapi dengan pollution control berupa cyclon (udara berputar) atau bag filter (penghisap debu). Hasil pembakaran berupa residu serta abu dikeluarkan dari incinerator dan ditimbun dilahan yang rendah. Sedangkan gas/pertikulat dikeluarkan melalui cerobong setelah melalui sarana pengolah pencemar udara yang sesuai.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan apabila incinerator akan digunakan di rumah sakit antara lain : ukuran, desain, kapasitas yang disesuaikan dengan volume sampah medis yang akan dibakar dan disesuaikan pula dengan pengaturan pengendalian pencemaran udara, penempatan lokasi yang berkaitan dengan jalur pengangkutan sampah dalam kompleks rumah sakit dan jalur pembuangan abu, serta perangkap untuk melindungi incinerator dari bahaya kebakaran.
Keuntungan menggunakan incinerator adalah dapat mengurangi volume sampah, dapat membakar beberapa jenis sampah termasuk sampah B3 (toksik menjadi non toksik, infeksius menjadi non infeksius), lahan yang dibutuhkan relatif tidak luas, pengoperasinnya tidak tergantung pada iklim, dan residu abu dapat digunakan untuk mengisi tanah yang rendah. Sedangkan kerugiannya adalah tidak semua jenis sampah dapt dimusnahkan terutama sampah dari logam dan botol, serta dapat menimbulkan pencemaran udara bila tidak dilengkapi dengan pollution control berupa cyclon (udara berputar) atau bag filter (penghisap debu). Hasil pembakaran berupa residu serta abu dikeluarkan dari incinerator dan ditimbun dilahan yang rendah. Sedangkan gas/pertikulat dikeluarkan melalui cerobong setelah melalui sarana pengolah pencemar udara yang sesuai.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Toksikologi
limbah rumah sakit adalah semua sampah dan limbah yang dihasilkan oleh kegiatan
rumah sakit dan kegiatan penunjang lainnya. Secara umum sampah dan limbah rumah
sakit dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu sampah atau limbah klinis dan non
klinis baik padat maupun cair.
Bentuk limbah
klinis bermacam-macam dan berdasarkan potensi yang terkandung di dalamnya
diantaranya limbah benda tajam, limbah infeksius tubuh, limbah
sitotoksik, limbah kimia, limbah radioaktif ,
limbah plastik.
Pengaruh limbah
rumah sakit terhadap lingkungan dan kesehatan antara lain gangguan kenyamanan
dan estetika, kerusakan harta benda, kesehatan manusia, reproduksi, dan ganguan
terhadap tanaman maupun binatang. Oleh karena itu limbah harus dikelola dengan
baik dengan cara memisahkan limbah padat dan cair, dan membuangnya di tempat
yang sudah ditentukan.
3.2. saran
Adanya toksikologi limbah rumah sakit, disarankan agar pengguna berhati– hati
dalam penggunaan alat atau bahan yang berasal dari rumah sakit, agar tidak
menimbulkan efek negatif pada tubuh.
DAFTAR
PUSTAKA
Arifin, M.,
2008, ‘Pengaruh Limbah Rumah Sakit Terhadap Kesehatan’, Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia,
Djaja, I.M., Maniksulistya, D., 2006,’ Gambaran
Pengelolaan Limbah Cair Di Rumah Sakit X Jakarta Februari 2006’, Makara,
Kesehatan, Vol. 10, No. 2, Depok
Kusminarno, K., 2004, ‘Manajemen Limbah Rumah Sakit’,
Jakarta
Nainggolan, R., Elsa, Musadad A., 2008, ‘Kajian
Pengelolaan Limbah Padat Medis Rumah Sakit’, Jakarta
Paramita, N., 2007, ‘Evaluasi Pengelolaan Sampah Rumah
Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto’, Jurnal Presipitasi Vol. 2
No.1 Maret 2007, Issn 1907-187x, Semarang
Shofyan, M., 2010, ‘Jenis
Limbah Rumah Sakit Dan Dampaknya Terhadap Kesehatan Serta Lingkungan’, UPI
Sudiyanto, S., 2002, ‘Analisis Sistem Informasi
Pengelolaan Sampah Medis Di RSU Banyumas Tahun 2002’, Skripsi, Banyumas
Sumiyati, S., Imaniar, 2007, ‘Analisis Kinerja
Pengolahan Air Limbah Pavilyun Kartika RSPAD Gatot Soebroto Jakarta’, Jurnal
PRESIPITASI Vol. 2 No.1, ISSN 1907-187X, Jakarta
Suripto, A., 2002, ‘Pengelolaan Limbah Radioterapi
Eksternal Rumah Sakit’, Buletin Alara, Volume 4 (Edisi Khusus), Serpong
Wikantadhi, D. A., 2006, ‘Faktor-Faktor Lingkungan
Yang Mempengaruhi Pengelolaan Sampah Di Rumah Sakit Umum Daerah Panembahan
Senopati Kabupaten Bantul’, Tesis, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Wulandari, L. N. I., Sulastini, N. P. E., Siskayanti,
N. K., Mirah, T. I. A., Wulandari, N. M. P., 2009, ‘Pengolahan Limbah Padat
Rumah Sakit’, Jurusan Farmasi Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Udayana, Bali
Muhammad Sakir , Teknik Pengolahan Limbah Rumah Sakit.2011/www.muhsakirmsg.blogspot.com
Muhammad Sakir , Teknik Pengolahan Limbah Rumah Sakit.2011/www.muhsakirmsg.blogspot.com
Zaman, B., Sutrisno, E., 2006, ‘Kemampuan Penyerapan
Eceng Gondok Terhadap Amoniak Dalam Limbah Rumah Sakit Berdasarkan Umur Dan
Lama Kontak (Studi Kasus: RS Panti Wilasa, Semarang)’, Jurnal PRESIPITASI Vol.1
No.1, ISSN 1907-187X, Semarang
www.muhsakirmsg.blogspot.com
bagus
BalasHapusMakasih...
HapusMakasih gan, atas kunjungannya..
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapustrimaksih
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusbgus
BalasHapusBagus banget, sesuai dengan matakul aku.
BalasHapus