Rabu, 22 Juni 2011

Makalah Dimensi Perkembangan Anak Didik

                                                          BAB I
                                                PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan pribadi manusia menurut psikologi berlangsung sejak terjadinya konsepsi sampai mati, yaitu sejak terjadinya sel bapak-ibu (konsepsi) sampai mati individu senantiasa mengalami perubahan-perubahan atau perkembangan.
Para pakar pendidikan pada umumnya berpandangan bahwa pendidikan hendaknya berorientasi dan demi perkembangan anak didik, dalam rangka mempelihara dan meningkatkan martabat manusia dan budayanya, demi memuliakan Tuhan. Perkembangan anak didik merupakan sarana utama pelayanan pendidikan.

Guna mewujudkan hasil perkembangan yang sangat diharapkan itu tidak ada cara lain kecuali dengan mengefektifkan pelaksanaan tugas dan tanggung jawab para pendidik (orang tua dan guru) dalam membimbing dan mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan anak baik dirumah, diluar rumah maupun di sekolah, karena pada hakikatnya memperoleh bimbingan atau pendidikan yang baik itu adalah hak si anak dari pendidiknya.

Hubungannya dengan perkembangan anak bahwa perkembangan bukanlah suatu yang bersifat kebendaan, melainkan suatu fiksi ilmiah untuk mendeskripsiskan prilaku individu yang berkaitan dengan perubahan-perubahan individu. Dalam mengartikan perkembangan anak ini, para ahli mempunyai pengertian yang beragam.

Diantaranya menurut Van den den Daele (Hurlock : 2 ) bahwa perkembangan adalah perubahan secara kualitatif. Ini berarti bahwa perkembangan bukan sekedar penambahan beberapa sentimeter pada tinggi badan seseorang atau peningkatan beberapa sentimeter pada tinggi badan seseorang, melainkan suatu proses integrasi dari banyak struktur dan fungsi yang kompleks.
B. Rumusan Masalah

Sehubungan dengan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah di dalam makalah ini adalah bagaimana perkembangan anak didik di dalam proses pendidikan.

C. Sistematika Penulisan

Makalah ini terdiri dari tiga bagian, yaitu Pertama: Pendahuluan, meliputi Latar Belakang Masalah, Prosedur Pemecahan Masalah dan Sistematika Uraian. Kedua: Isi atau bagian teori dan hasil meliputi Prinsip-prinsip perkembangan anak dan Faktor-faktor yang pengaruhi perkembangan anak. Ketiga : Penutup atau Kesimpulan.




















                                                            BAB II
                                                    PEMBAHASAN
A. Pengertian Perkembangan

Perkembangan dapat diartikan ” suatu proses perubahan pada diri individu atau organisme, baik fisik (jasmaniah) maupun psikis (rohaniah) menuju tingkat kedewasaan atau kematangan yang berlangsung secara sistematis progresif, dan berkesinambungan”, (Syamsu Yusuf : 83 ).
Istilah “Perkembangan” secara khusus diartikan sebagai “perubahan-perubahan yang bersifat kwalitatif yang menyangkut aspek-aspek mental psikologis manusia”, seperti perubahan-perubahan yang berkaitan dengan aspek pengetahuan, kemampuan, sifat sosial, moral, keyakinan agama, kecerdasan dan sebagainya, sehingga dengan perkembangan tersebut si anak akan semakin bertambah banyak pengetahuan dan kemampuannya juga semakin baik sifat sosial, moral, keyakinan agama dan sebagainya.

Dengan proses pertumbuhan fisik dan perkembangan mental psikologis yang diperoleh anak secara optimal dapat diharapkan si anak akan tumbuh berkembang menjadi manusia dewasa yang baik dan berkualitas sebagaimana yang diharapkan dirinya sendiri, juga oleh orang tua dan masyarakat.
Dan semua para ahli sependapat bahwa yang dimaksud dengan perkembangan itu adalah suatu proses perubahan pada seseorang kearah yang lebih maju dan lebih dewasa, namun mereka berbeda-beda pendapat tentang bagaimana proses perubahan itu terjadi dalam bentuknya yang hakiki. (Ani Cahyadi, Mubin, 2006 : 21-22).

B. Prinsip-prinsip Perkembangan Anak

Pemahaman kita yang benar tentang perkembangan anak insyallah akan membantu kita untuk memberi perlakuan yang tepat kepada anak-anak kita. Perkembangan anak pada dasarnya adalah perubahan-perubahan yang terjadi dalam seluruh bagian diri anak, baik fisik, sosial, emosi, dan kognitif (berpikir). Tulisan berikut ini akan mencoba menjelaskan prinsip-prinsip penting dalam perkembangan anak.
1. Dimensi-dimensi perkembangan anak—fisik, sosial, emosi, kognitif, dan spiritual—berhubungan erat satu sama lain. Perubahan dalam satu dimensi mempengaruhi dan dipengaruhi oleh dimensi lain. Perkembangan dalam satu dimensi dapat membatasi atau memfasilitasi perkembangan pada dimensi-dimensi lainnya (Sroufe, Cooper, & DeHart 1992; Kostelnik, Soderman, & Whiren 1993).

Sebagai contoh, ketika para bayi mulai belajar berjalan, kemampuan mereka untuk menjelajahi lingkungan menjadi meluas dan pergerakan mereka ini, pada gilirannya, mempengaruhi perkembangan kognitif mereka. Sebagaimana halnya perkembangan dalam keterampilan berbahasa mempengaruhi kemampuan anak-anak untuk membangun hubungan-hubungan social dengan orang dewasa dan anak-anak yang lain, dan pada gilirannya keterampilan-keterampilan dalam interaksi sosial ini dapat mendukung atau menghambat perkembangan bahasa mereka.

2. Perkembangan anak berlangsung dalam sebuah tahapan yang relatif teratur di mana kemampuan-kemampuan, keterampilan-keterampilan, dan pengetahuan-pengetahuan lanjut anak terbangun atas kemampuan-kemampuan, keterampilan-keterampilan, dan pengetahuan-pengetahuan anak sebelumnya.

Riset-riset perkembangan manusia menunjukkan bahwa tahapan-tahapan pertumbuhan dan perubahan anak usia 9 tahun pertama rentang kehidupan relatif stabil dan dapat diprediksikan tahapannya (Piaget 1952; Erikson 1963; Dyson & Genishi 1993; Gallahue 1993; Case & Okamoto 1996).

Perubahan-perubahan yang dapat diramalkan ini terjadi pada semua bagian perkembangan— fisik, emosi, sosial, bahasa, dan kognitif—meskipun bagaimana perubahan-perubahan ini mewujud dan makna yang dilekatkan pada perubahan tersebut mungkin bervariasi menurut kontek budaya.

3. Perolehan perkembangan bervariasi untuk setiap anak, termasuk untuk keberfungsian semua dimensi perkembangan dalam diri anak. Keragaman individual paling tidak dalam dua makna: keragaman dari rata-rata/normatif arah perkembangan dan keunikan setiap anak sebagai individu (Sroufe, Cooper, & DeHart 1992).

Setiap anak adalah seorang pribadi unik dengan pola dan waktu pertumbuhan bersifat individual, sebagaimana halnya untuk kepribadian, temperamen, gaya belajar, latar belakang dan pengalaman keluarga. Semua anak memiliki kelebihan, kebutuhan-kebutuhan, dan minat-minat masing-masing; sejumlah mungkin memiliki kebutuhan belajar dan perkembangan yang khusus.

Pemahaman tentang keragaman yang luas bahkan pada anak-anak usia kronologis (usia yang dihitung sejak anak lahir) yang sama, hendaknya mengantarkan kita pada kesadaran bahwa usia anak hanyalah sebuah gambaran kasar untuk kemasakan perkembangan anak.

Pengakuan bahwa keragaman individual bukan hanya diharapkan tapi juga dihargai menuntut kita sebagai orang dewasa ketika berinteraksi dengan anak-anak memperlakukan mereka secara tepat dengan keunikannya masing-masing. Penekanan perlakuan anak secara individual sesuai dengan keunikan masing-masing anak tidaklah sama dengan “individualisme.” Alih-alih demikian, pengakuan ini menuntut kita untuk tidak menganggap anak hanya sebagai anggota kelompok usia, kemudian mengharapkan mereka untuk menampilkan tugas-tugas perkembangan kelompok usia tersebut tanpa mempertimbangkan keragaman kemampuan adaptasi setiap individu anak.

Memiliki pengharapan tinggi terhadap anak adalah penting, tetapi memiliki harapan-harapan yang kaku menurut norma kelompok tidak mencerminkan kenyataan yang terjadi bahwa adanya perbedaan yang nyata dalam perkembangan dan belajar individual anak dalam tahun-tahun awal kehidupan. Harapan norma kelompok dapat memberi dampak yang sangat merusak terutama untuk anak-anak dengan kebutuhan perkembangan dan belajar yang khusus (NEGP 1991; Mallory 1992; Wolery, Strain, & Bailey 1992).

4. Pengalaman-pengalaman awal memberikan pengaruh yang bersifat kumulatif maupun tertunda terhadap perkembangan anak; ada periode-periode optimal untuk jenis-jenis perkembangan dan belajar tertentu. Pengalaman-pengalaman awal anak, baik positif atau negatif, bersifat kumulatif dalam arti bahwa jika sebuah pengalaman frekuensi kejadiannya jarang, maka hal tersebut juga memiliki pengaruh minimal. Jika pengalaman-pengalaman positif atau negatif sering terjadi, mereka memberikan dampak yang sangat kuat, lama, dan bahkan memiliki dampak seperti bola salju (Katz & Chard 1989; Kostelnik, Soderman, & Whiren 1993; Wieder & Greenspan 1993).

Sebagai contoh, pengalaman seorang anak prasekolah bersama anak-anak dalam tahun-tahun prasekolah membantu dia mengembangkan keterampilan-keterampilan sosial dan kepercayaan diri yang memungkinkan dia memiliki teman-teman/persahabatan dalam tahun-tahun pertama sekolah dan pengalaman-pengalaman ini selanjutnya menguatkan kompetensi sosialnya. Sebaliknya, anak-anak yang gagal untuk mengembangkan kompetensi sosial minimal dan diabaikan atau ditolak teman-teman sebayanya memiliki resiko tinggi untuk drop out sekolah, menjadi anak-anak dan remaja nakal, dan menunjukkan permasalahan kesehatan mental ketika mereka dewasa (Asher, Hymel, & Renshaw, 1984; Parker & Asher 1987).

5. Perkembangan berjalan dalam arah yang dapat diprediksikan menuju sebuah kondisi yang lebih kompleks, lebih terorganisasi, dan lebih terinternalisasi. Belajar selama periode anak usia dini berlangsung dari pengetahuan yang berbentuk perilaku menuju pengetahuan yang berbentuk simbolik (Bruner 1983).

Sebagai contoh, anak-anak belajar untuk mengenali rumah mereka dan tempat-tempat lain yang mereka kenal lebih dahulu sebelum mereka dapat memahami kata-kata kiri dan kanan atau membaca peta sebuah rumah. Program-program yang tepat menurut tahapan perkembangan menyediakan banyak kesempatan kepada anak-anak untuk memperluas dan memperdalam pengetahuan mereka yang bersifat pengetahuan dengan menyediakan sebuah pengalaman langsung yang bervariasi dan membantu anak-anak menguasai pengetahuan yang bersifat simbolik melalui representasi pengalaman-pengalaman mereka dalam media yang beragam seperti menggambar, melukis, menyusun model, bermain drama, deskripsi-deskripsi verbal dan tertulisa (Katz1995).

Bahkan setiap anak yang masih kecil mampu untuk menggunakan beragam media untuk merepresentasikan konsep-konsep pemahaman mereka. Lebih lanjut, melalui representasi pengetahuan mereka, pengetahuan itu sendiri menjadi meningkat (Edwards, Gandini, & Forman 1993; Malaguzzi 1993;Forman 1994).

Presentasi modalitas sensori (baca panca indera) dan media juga bervariasi menurut usia anak. Sebagai contoh, kebanyakan bayi dan anak yang baru belajar berjalan kebanyakan belajarnya menggunakan panca indera dan motorik, tetapi anak-anak usia 2 tahun menggunakan satu benda melakukan satu hal dalam bermain (sebuah kotak untuk menelepon atau menggunakan sendok sebagai gitar).

6. Perkembangan dan belajar terjadi dalam dan dipengaruhi oleh kontek social cultural yang majemuk. Bronfenbrenner (1979, 1989, 1993) menyediakan sebuah model ekologis untuk memahami perkembangan manusia.

Bronfenbrenner menjelaskan bahwa perkembangan anak paling baik dipahami dalam kontek keluarga, setting pendidikan, komunitas, dan masyarakat yang lebih luas. Kontek-kontek yang beragam ini berhubungan satu sama lain dan semuanya memiliki pengaruh terhadap anak yang sedang berkembang.
Sebagai contoh, bahkan seorang anak diasuh dalam keluarga yang mencintai dan mendukungnya, komunitas yang sehat dipengaruhi oleh bias-bias masyarakat yang lebih luas, seperti rasisme atau seksisme, dan kemungkinan memperlihatkan pengaruh negatif dari stereotif negative dan diskriminasi.

7. Anak-anak adalah pembelajar aktif, mengalami langsung pengalaman fisik dan sosial sebagaimana halnya pengetahuan yang ditransmisikan secara kultural untuk menyusun pemahaman-pemahaman mereka sendiri tentang dunia yang ada di sekitar mereka. Anak-anak memiliki kontribusi terhadap perkembangan dan belajar mereka sendiri sebagaimana halnya mereka berusaha untuk menanggapi pengalaman-pengalaman harian mereka di rumah, program usia dini dan komunitas. Prinsip-prinsip dari praktek yang sesuai dengan tahapan perkembangan didasarkan pada teori-teori dominan yang memandang bahwa perkembangan intelektual dari sebuah perspektif konstruktivis-interaktif (Dewey 1916; Piaget 1952; Vygotsky 1978; DeVries & Kohlberg 1990; Rogoff.

8. Perkembangan dan belajar merupakan hasil interaksi antara maturasi biologis dan lingkungan, baik fisik maupun sosial, di mana anak-anak tinggal di dalamnya. Prinsip ini menunjukkan bahwa manusia merupakan produk hereditas (biologis) dan lingkungan dan kedua kekuatan ini berhubungan satu sama lain.

Para penganut behavioris (aliran perilaku) memfokuskan pada pengaruh-pengaruh lingkungan sebagai penentu belajar, sementara para penganut maturasionis (aliran kemasakan biologis) menekankan pentingnya hereditas—karakteristik biologis bawaan. Setiap perspektif benar sampai tingkatan tertentu dan selebihnya keduanya tidak mampu untuk menjelaskan belajar atau perkembangan. Sekarang ini, perkembangan dilihat sebagai hasil dari proses transaksional yang interaktif antara individu yang sedang tumbuh dan berkembang dengan pengalaman-pengalaman dalam lingkungan fisik dan sosial (Scarr & McCartney 1983; Plomin 1994a, b).

Sebagai contoh, sebuah bawaan genetik kemungkinan memprediksi pertumbuhan yang sehat, tetapi nutrisi yang tidak mencukupi dalam tahun-tahun awal kehidupan mengganggu terpenuhinya potensi tersebut. Disabilitas yang parah, baik disebabkan hereditas atau lingkungan, kemungkinan dapat diperbaiki melalui intervensi yang sistematik dan tepat. Demikian juga halnya, seorang anak dengan temperamen yang dibawanya—sebuah kecenderungan psikologi dalam menanggapi situasi tertentu—membentuk dan dibentuk oleh bagaimana anak-anak lain dan orang-orang dewasa berkomunikasi dengan anak tersebut
9. Bermain merupakan sebuah instrumen penting bagi perkembangan sosial, emosional, dan kognitif anak-anak, juga sebagai sebuah refleksi atas perkembangan mereka. Memahami bahwa anak adalah konstruktor-konstruktor aktif atas pengetahuan yang dimiliki dan bahwa perkembangan dan belajar sebagai hasil proses interaktif, para guru anak usia dini mengakui bahwa bermain bagi anak merupakan sebuh kontek yang sangat mendukung untuk proses-proses perkembangan tersebut (Piaget 1952; Fein 1981; Bergen 1988; Smilansky & Shefatya 1990; Fromberg 1992; Berk & Winsler 1995).

10. Perkembangan tingkat lanjut dicapai ketika anak-anak memiliki kesempatan-kesempatan untuk mempraktekkan keterampilan-keterampilan yang baru dikuasai, sebagaimana juga mereka mengalami sebuah tantangan dalam level di atas penguasaan mereka sekarang ini. Penelitian-penelitian mendemonstrasikan bahwa anak-anak perlu untuk mampu menegosiasikan sebagian besar tugas-tugas belajar dengan sukses untuk memelihara motivasi dan keteguhan mereka (Lary 1990; Brophy 1992). Dihadapkan pada kegagalan yang berulang, kebanyakan anak-anak berhenti untuk mencoba. Implikasinya adalah bahwa pada sebagian besar waktu para guru seharusnya menyediakan anak-anak dengan tugas-tugas yang dengan usaha-usahanya mereka dapat menyelesaikan dan mempresentasikannya sesuai dengan tingkat pemahaman mereka.

11. Anak-anak menunjukkan cara-cara yang berbeda dalam mengetahui dan belajar, dan cara-cara yang berbeda dalam merepresentasikan apa yang mereka ketahui. Pada kurun waktu tertentu, para teoritisi belajar dan ahli psikologi perkembangan telah mengakui bahwa manusia terlahir untuk memahami dunia dalam cara-cara yang beragam dan bahwa setiap individu cenderung memiliki preferensi atau model belajar tertentu. Studi-studi perbedaan dalam modalitas belajar telah menemukan hal yang kontras antara pembelajar visual, auditori, atau taktil. Sementara karya yang lain telah mengidentifikasi jenis pembelajar mandiri atau dependen (Witkin 1962).



12. Anak-anak berkembang dan belajar dengan sangat baik dalam kontek sebuah komunitas di mana mereka aman dan dihargai, kebutuhan-kebutuhan fisik mereka terpenuhi, dan mereka merasa secara psikologis aman.

Perkembangan anak-anak dalam semua bagiannya dipengaruhi oleh abilitas mereka untuk membangun dan memelihara sebuah hubungan primer yang positif secara konsisten dengan orang-orang dewasa dan anak-anak yang lain (Bowlby 1969; Stern 1985; Garbarino et al. 1992). Hubungan-hubungan primer ini berawal dalam keluarga tetapi kemudian meluas seiring berjalannya waktu termasuk guru-guru anak-anak dan anggota-anggota komunitas; oleh karena itu, praktek-praktek yang sesuai dengan tahapan perkembangan seharusnya memperhatikan dengan baik kebutuhan-kebutuhan fisik, sosial, dan emosi sebagaimana halnya perkembangan intelektual.

C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan
Persoalan mengenai faktor-faktor apakah yang memungkinkan atau mempengaruhi perkembangan, dijawab oleh para ahli dengan jawaban yang berbeda-beda. Para ahli yang beraliran “Nativisme” berpendapat bahwa perkembangan individu itu semata-mata ditentukan oleh unsur pembawaan.

 Jadi perkembangan individu semata-mata tergantung pada faktor dasar/pembawaan. Tokoh utama aliran ini yang terkenal adalah Schopenhauer. Berbeda dengan aliran Nativisme, para ahli yang mengikuti aliran “Empirisme” berpendapat bahwa perkembangan individu itu sepenuhnya ditentukan oleh faktor lingkungan/pendidikan, sedangkan faktor dasar/pembawaan tidak berpengaruh sama sekali.

Aliran Empirisme ini menjadikan faktor lingkungan/pendidikan maha kuasa dalam menentukan perkembangan seorang individu. Tokoh aliran ini adalah John Locke. Aliran yang tampak menengahi kedua pendapat aliran yang ekstrem di atas adalah “aliran konvergensi” dengan tokohnya yang terkenal adalah William Stern. Menurut aliran konvergensi, perkembangan individu itu sebenarnya ditentukan oleh kedua kekuatan tersebut. baik faktor dasar / pembawaan maupun faktor lingkungan/pendidikan kedua-duanya secara convergent akan menentukan / mewujudkan perkembangan seseorang individu. Sejalan dengan pendapat aliran ini Ki Hajar Dewantara, tokoh pendidikan kita juga mengemukakan adanya dua faktor yang mempengaruhi perkembangan individu yaitu faktor dasar/pembawaan (faktor internal) dan faktor ajar / lingkungan (faktor eksternal).

Menurut Elizabeth B. Hurluck, baik faktor kondisi internal maupun faktor kondisi eksternal akan dapat mempengaruhi tempo/kecepatan dan sifat atau kualitas perkembangan seseorang. Tetapi sejauh mana pengaruh kedua faktor tersebut sukar untuk ditentukan, lebih-lebih lagi untuk dibedakan mana yang penting dan kurang penting.

Selain faktor-faktor yang tersebut di atas, masih ada lagi faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan anak didik, diantaranya adalah faktor teman sebaya, keragaman budaya dan faktor media massa.

1. Faktor teman sebaya

Makin bertambah umur, si anak makin memperoleh kesempatan lebih luas untuk mengadakan hubungan-hubungan dengan teman-teman sebayanya, sekalipun dalam kenyataannya perbedaan-perbedaan umur yang relatif besar tidak menjadi sebab tidak adanya kemungkinan melakukan hubungan-hubungan dalam suasana bermain.

Anak yang bertindak langsung atau tidak langsung sebagai pemimpin, atau yang menunjukkan ciri-ciri kepemimpinan dengan sikap-sikap menguasai anak-anak lain, akan besar pengaruhnya terhadap pola-pola sikap atau pola-pola kepribadian. Konflik-konflik terjadi pada anak bilamana norma-norma pribadi sangat berlainan dengan norma-norma yang ada di lingkungan teman-teman. Di satu pihak ia ingin mempertahankan pola-pola tingkah laku yang diperoleh di rumah, sedangkan di pihak lain lingkungan menuntutsi anak untuk memperlihatkan pola yang lain, yang bertentangan dengan pola yang sudah ada, atau sebaliknya.

Makin kecil kelompoknya, di mana hubungan-hubungan erat terjadi, makin besar pengaruh kelompok itu terhadap anak, bila dibandingkan dengan kelompok yang besar yang anggota-anggota kelompoknya tidak tetap.

2. Keragaman budaya

Bagi perkembangan anak didik keragaman budaya sangat besar pengaruhnya bagi mental dan moral mereka. Ini terbukti dengan sikap dan prilaku anak didik selalu dipengaruhi oleh budaya-budaya yang ada di lingkungan tempat tinggal mereka. Pada masa-masa perkembangan, seorang anak didik sangat mudah dipengaruhi oleh budaya-budaya yang berkembanga di masyarakat, baik budaya yang membawa ke arah prilaku yang positif maupun budaya yang akan membawa ke arah prilaku yang negatif.

3. Media Massa

Media massa adalah faktor lingkungan yang dapat merubah atau mempengaruhi prilaku masyarakat melalui proses-proses. Media massa juga sangat besar pengaruhnya bagi perkembangan seseorang, dengan adanya media massa, seorang anak dapat mengalami masa pertumbuhan dan perkembangan dengan pesat.

Media massa dapat merubah prilaku seseorang ke arah positif dan negatif. Contoh media massa yang sangat berpengaruh adalah media massamassa saat ini berkembang semakin canggih. Semakin canggih suatu media massa maka akan semakin terasa dampaknya bagi kehidupan kita. elektronik antara lain televisi. Televisi sangat mudah mempengaruhi masyarakat, khususnya anak-anak yang dalam perkembangan melalui acara yang disiarkannya. Media






                                                            BAB III
                                                       P E N U T U P


A. Kesimpulan

Di akhir pembuatan makalah ini penulis mencoba mengambil beberapa kesimpulan yang menjadi intisari dari uraian di atas, yaitu:

1. Perkembangan adalah suatu perubahan yaitu perubahan menuju ke arah yang lebih maju dan lebih dewasa. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam seluruh bagian diri anak, baik fisik, sosial, emosi, dan kognitif (berpikir).

2. Faktor pembawaan dan lingkungan adalah dua faktor yang sangat menentukan bagi perkembangan setiap individu.

Demikianlah penutup dari makalah ini, mudah-mudahan makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amien, Ya Rabbal ‘Alamin.















                                                   DAFTAR PUSTAKA

Drs. H. M. Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, Pedoman Ilmu Jaya, Jakarta, 1995,
Drs. Abu Ahamdi & Dra. Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, Rineka Cipta, Jakarta, 1991.
Tim Dosen FIP-IKIP Malang, Pengantar Dasar-Dasar Kependidikan, Usaha Nasioanal, Surabaya, 1987.
Drs. M. Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum & Perkembangan, Pedoman Ilmu Jaya, Jakarta, 1992.
Dr. Singgih D. Gunarsa, Psikologi Perkembangan, PT. BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1992.
Drs. H. M. Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, Pedoman Ilmu Jaya, Jakarta, 1995, hal. 11.
Drs. H. M. Alisuf Sabri, Ibid, hlm. 41.
Drs. Abu Ahamdi & Dra. Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, Rineka Cipta, Jakarta, 1991, hlm. 64.
Ibid, hlm. 66.
Ibid, hlm. 170.
Ibid, hal. 177.
Tim Dosen FIP-IKIP Malang, Pengantar Dasar-Dasar Kependidikan, Usaha Nasioanal, Surabaya, 1987, hlm. 14.
Drs. H. Abu Ahmadi & Dra. Nur Uhbiyati, Op. Cit, hlm. 181.
Ibid, hlm. 184.
Drs. M. Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum & Perkembangan, Pedoman Ilmu Jaya, Jakarta, 1992, hlm. 173-174.
Dr. Singgih D. Gunarsa, Psikologi Perkembangan, PT. BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1992, hlm. 44.
http://fadliyanur.blogspot.com/2008/02/lingkungan-perkembangan-anak-didik-dan.html
http://pembelajaranguru.wordpress.com/2008/05/25/perkembangan-motorik-kasar-dan-perkembangan-motorik-halus/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan Tinggalkan Komentar Untuk Perbaikan Postingan Selanjutnya !

Facebook Twitter Fans Page
Gratis Berlangganan artikel B-digg via mail, join sekarang!