Kamis, 07 Maret 2013

Makalah ASMA


Makalah  ASMA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang
      Saat ini berbagai penyakit baru bermunculan bahkan dengan tingkat berbahaya yang sangat tinggi hingga menelan korban banyak dan sangat disayangkan penyakit-penyakit yang baru timbul dengan keganasan dan tidak ada obat yang dapat menyembuhkan pada pembuatan makalah ini saya mengangkat tema tentang penyakit ASMA yang tidak asing lagi di dunia medis penykit ASMA ini merupakan Asma adalah suatu gangguan yang komplek dari bronkial yang dikarakteristikan oleh periode bronkospasme (kontraksi spasme yang lama pada jalan nafas).  

1.2 Rumusan Masalah
      Adapun rumusan masalah yang saya kemukakan dalam makalah ini antara lain:
§  Apakah itu  ASMA?
§  Apakah penyebab ASMA?
§  Bagaimana gejala ASMA?
§  Bagaimana cara merawat ASMA?

1.3 Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah di atas, tujuan dari penyusunan makalah ini antara lain:
§  Untuk mengetahui pengertian ASMA
§  Untuk mengetahui penyebab ASMA
§  Untuk mengetahui gejala ASMA
§  Untuk mengetahui merawat ASMA

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian
Asma adalah suatu gangguan yang komplek dari bronkial yang dikarakteristikan oleh periode bronkospasme (kontraksi spasme yang lama pada jalan nafas). (Polaski : 1996).
Asma adalah gangguan pada jalan nafas bronkial yang dikateristikan dengan bronkospasme yang reversibel. (Joyce M. Black : 1996).
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronkhi berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu. (Smelzer Suzanne : 2001).
Dari ketiga pendapat tersebut dapat diketahui bahwa asma adalah suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktif intermiten yang bersifat reversibel, ditandai dengan adanya periode bronkospasme, peningkatan respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan nafas.
Asma adalah penyakit jalan napas obstruktif intermiten, reversible dimana trakea dan bronkus berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu, dan dimanifestasikan dengan penyempitan jalan napas, yang mengakibatkan dispnea, batuk dan mengi. (Brunner & Suddarth, Edisi 8, Vol. 1, 2001. Hal. 611).
Asma adalah suatu penyakit peradangan kronik pada jalan napas yang mana peradangan ini menyebabkan perubahan derajat obstruksi pada jalan napas dan menyebabkan kekambuhan.(Lewis, 2000, hal. 660).
Status asmatikus adalah asma yang berat dan persisten yang tidak berespons terhadap terapi konvensional. Serangan dapat berlangsung lebih dari 24 jam. Ini merupakan situasi yang mengancam kehidupan dan memerlukan tindakan segera.
Jenis-jenis Asma :
a)         Asma alergik
Yaitu asma yang disebabkan oleh alergen, misalnya: serbuk sari binatang, marah, makanan dan jamur. Biasanya mempunyai riwayat keluarga yang alergen dan riwayat medis masa lalu, iskemia dan rhinita alergik.
b)        Asma idiopatik atau non alergik
Yaitu tidak berhubungan dengan alergen spesifik, faktor-faktor seperti common cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi dan lingkungan pencetus serangan. Serangan menjadi lebih berat dan dapat berkembang menjadi bronkitis kronis dan empisema.
c)         Asma gabungan
Yaitu bentuk asma yang paling umum, mempunyai karakteristik dari bentuk alergik maupun bentuk idiopatik atau non alergik.
Klasifikasi Asma:
-          Mid Intermiten
Yaitu kurang dari 2 kali seminggu dan hanya dalam waktu yang pendek; tanpa gejala, diantara serangan-serangan pada waktu malam kurang dari 2 kali sebulan. Fungsi paru-paru FEV dan PEF diperkirakan lebih dari 80%.
-          Mid Persistent
Yaitu serangan lebih ringan tetapi tidak setiap hari, serangan pada waktu malam timbul lebih dari 2 kali sebulan. Fungsi paru-paru FEV atau PEF diperkirakan sebesar 80%.
-          Moderat Persistent
Yaitu serangan timbul setiap hari dan memerlukan penggunaan bronkodilator serangan timbul 2 kali atau lebih dalam seminggu dan pada waktu malam timbul gejala berat setiap minggu. Fungsi paru-paru FEV atau PEF diperkirakan 60-80%.
-          Severe Persistent
Yaitu gejala muncul terus menerus dengan aktivitas yang terbatas, peningkatan frekuensi serangan dan peningkatan frekuensi gejala pada waktu malam.
2.2. Tanda dan gejala
1.  Stadium dini
Faktor hipersekresi yang lebih menonjol
-    Batuk dengan dahak bisa dengan maupun tanpa pilek
-    Rochi basah halus pada serangan kedua atau ketiga, sifatnya hilang timbul
-    Whezing belum ada
-    Belum ada kelainan bentuk thorak
-    Ada peningkatan eosinofil darah dan IG E
-    BGA belum patologis
Faktor spasme bronchiolus dan edema yang lebih dominan
-          Timbul sesak napas dengan atau tanpa sputum
-          Whezing
-          Ronchi basah bila terdapat hipersekresi
-          Penurunan tekanan parsial O2
 2. Stadium lanjut/kronik
-          Batuk, ronchi
-          Sesak nafas berat dan dada seolah –olah tertekan
-          Dahak lengket dan sulit untuk dikeluarkan
-          Suara nafas melemah bahkan tak terdengan (silent Chest)
-          Thorak seperti barel chest
-          Tampak tarikan otot sternokleidomastoideus
-          Sianosis
-          BGA Pa o2 kurang dari 80%
-          Ro paru terdapat peningkatan gambaran bronchovaskuler kanan dan kiri
-          Hipokapnea dan alkalosis bahkan asidosis respiratorik
(Halim Danukusumo, 2000, hal 218-229)


2.3 Etiologi
Asma adalah suatu obstruktif jalan nafas yang reversibel yang disebabkan oleh :

1) Kontraksi otot di sekitar bronkus sehingga terjadi penyempitan jalan nafas.
2) Pembengkakan membran bronkus.
3) Terisinya bronkus oleh mukus yang kental.

2.4 Patofisiologi
Proses perjalanan penyakit asma dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu alergi dan psikologis, kedua faktor tersebut dapat meningkatkan terjadinya kontraksi otot-otot polos, meningkatnya sekret abnormal mukus pada bronkriolus dan adanya kontraksi pada trakea serta meningkatnya produksi mukus jalan nafas, sehingga terjadi penyempitan pada jalan nafas dan penumpukan udara di terminal oleh berbagai macam sebab maka akan menimbulkan gangguan seperti gangguan ventilasi (hipoventilasi), distribusi ventilasi yang tidak merata dengan sirkulasi darah paru, gangguan difusi gas di tingkat alveoli.
Tiga kategori asma alergi (asma ekstrinsik) ditemukan pada klien dewasa yaitu yang disebabkan alergi tertentu, selain itu terdapat pula adanya riwayat penyakit atopik seperti eksim, dermatitis, demam tinggi dan klien dengan riwayat asma. Sebaliknya pada klien dengan asma intrinsik (idiopatik) sering ditemukan adnya faktor-faktor pencetus yang tidak jelas, faktor yang spesifik seperti flu, latihan fisik, dan emosi (stress) dapat memacu serangan asma  .          
Asma adalah obstruksi jalan nafas difus revesible yang disebabkan oleh satu atau lebih dari faktor berikut ini.
  1. Kontraksi otot-otot yang mengelilingi bronkhi yang menyempitkan jalan nafas.
  2. Pembengkakan membran yang melapisi bronchi.
  3. Pengisian bronchi dengan mukus yang kental.
Selain itu, otot-otot bronchial dan kelenjar membesar. Sputum yang kental, banyak dihasilkan dan alveoli menjadi hiperinflamasi dengan udara terperangkap di dalam paru.
Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian menyerang sel-sel mast dalam paru. Pemajanan ulang terhadap antigen mengakibatkan ikatan antigen dengan antibodi menyebabkan pelepasan produk sel-sel mast (mediator) seperti: histamin, bradikinin, dan prostaglandin serta anafilaksis dari suptamin yang bereaksi lambat.
Pelepasan mediator ini mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan nafas menyebabkan broncho spasme, pembengkakan membran mukosa dan pembentukan mukus yang sangat banyak.
Sistem syaraf otonom mempengaruhi paru, tonus otot bronchial diatur oleh impuls syaraf pagal melalui sistem para simpatis. Pada asthma idiopatik/non alergi, ketika ujung syaraf pada jalan nafas dirangsang oleh faktor seperti: infeksi, latihan, udara dingin, merokok, emosi dan polutan. Jumlah asetilkolin yang dilepaskan meningkat.
Pelepasan astilkolin ini secara langsung menyebabkan bronchikonstriksi juga merangsang pembentukan mediator kimiawi.
Pada serangan asma berat yang sudah disertai toxemia, tubuh akan mengadakan hiperventilasi untuk mencukupi kebutuhan O2. Hiperventilasi ini akan menyebabkan pengeluaran CO2 berlebihan dan selanjutnya mengakibatkan tekanan CO2 darah arteri (pa CO2) menurun sehingga terjadi alkalosis respiratorik (pH darah meningkat). Bila serangan asma lebih berat lagi, banyak alveolus tertutup oleh mukus sehingga tidak ikut sama sekali dalam pertukaran gas. Sekarang ventilasi tidak mencukupi lagi, hipoksemia bertambah berat, kerja otot-otot pernafasan bertambah berat dan produksi CO2 yang meningkat disertai ventilasi alveolar yang menurun menyebabkan retensi CO2dalam darah (Hypercapnia) dan terjadi asidosis respiratori (pH menurun). Stadium ini kita kenal dengan gagal nafas.
Hipotermi yang berlangsung lama akan menyebabkan asidosis metabolik dan konstruksi jaringan pembuluh darah paru dan selanjutnya menyebabkan sunting peredaran darah ke pembuluh darah yang lebih besar tanpa melalui unit-unit pertukaran gas yang baik. Sunting ini juga mengakibatkan hipercapni sehingga akan memperburuk keadaan.          .
2.5 Manipestasi klinik
Manifestasi klinik pada pasien asma adalah batuk, dyspne, dari wheezing.Dan pada sebagian penderita disertai dengan rasa nyeri dada pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, sedangkan waktu serangan tampak penderita bernafas cepat, dalam, gelisah, duduk dengan tangan menyanggah ke depan serta tampak otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras.

2.6  Ada beberapa tingkatan penderita asma

1) Tingkat I :
a)      Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru.
b)      Timbul bila ada faktor pencetus baik didapat alamiah maupun dengan test provokasi bronkial di laboratorium.

2) Tingkat II :
a)      Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan adanya tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
b)      Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan.

3) Tingkat III :
a)      Tanpa keluhan.
b)      Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
c)      c) Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah diserang kembali                            .
4) Tingkat IV :
a)      Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing.
b)      Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas.

5) Tingkat V :
a)      Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut yang berat bersifat refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai.
b)      b) Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel.Pada asma yang berat dapat timbul gejala seperti :Kontraksi otot-otot pernafasan, cyanosis, gangguan kesadaran, penderita tampak letih, takikardi                       .
2.7  Klasifikasi asma
Asma dibagi atas dua kategori, yaitu ekstrinsik atau alergi yang disebabkan oleh alergi seperti debu, binatang, makanan, rokok dan obat-obatan. Klien dengan asma alergi biasanya mempunyai riwayat keluarga dengan alergi dan riwayat alergi rhinitis, sedangkan non alergi tidak berhubungan secara spesifik dengan alergen.
Faktor-faktor seperti udara dingin, infeksi saluran pernafasan, exercise, emosi dan lingkungan dengan polusi dapat menyebabkan atau sebagai pencetus terjadinya serangan asma. Jika serangan non alergi asma menjadi lebih berat dan sering dapat menjadi bronkhitis kronik dan emphysema selain alergi juga dapat terjadi asma campuran yaitu alergi dan non alergi.
2.8 Penatalaksanaan
Prinsip umum dalam pengobatan pada asma bronhiale :a. Menghilangkan obstruksi jalan nafasb. Mengenal dan menghindari faktor yang dapat menimbulkan serangan asma.c. Memberi penerangan kepada penderita atau keluarga dalam cara pengobatan maupun penjelasan penyakit.Penatalaksanaan asma dapat dibagi atas :
a.       Pengobatan dengan obat-obatanSeperti :
1)      Beta agonist (beta adnergik agent)
2)      Methylxanlines (enphy bronkodilator)
3)      Anti kounergik (bronkodilator)
4)      Kortikosterad
5)      Mart cell inhibitor (lewat inhalasi)

b.      Tindakan yang spesifik tergantung dari penyakitnya, misalnya :

1)      Oksigen 4-6 liter/menit.
2)      Agonis B2 (salbutamol 5 mg atau veneteror 2,5 mg atau terbutalin 10 mg) inhalasi nabulezer dan pemberiannya dapat di ulang setiap 30 menit-1 jam. Pemberian agonis B2 mg atau terbutalin 0,25 mg dalam larutan dextrose 5% yang dan berikan perlahan.
3)      Aminofilin bolus IV 5-6 mg/kg BB, jika sudah menggunakan obat ini dalam 12 jam.
4)      Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg itu jika tidak ada respon segera atau klien sedang menggunakan steroid oral atau dalam serangan sangat berat                .
Pemeriksaan penunjangBeberapa pemeriksaan penunjang seperti :
a. Spirometri :Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
b. Tes provokasi :4) Untuk menunjang adanya hiperaktifitas bronkus.
5)      Tes provokasi dilakukan bila tidak dilakukan lewat tes spirometri.
6)      Tes provokasi bronkial seperti :Tes provokasi histamin, metakolin, alergen, kegiatan jasmani, hiperventilasi dengan udara dingin dan inhalasi dengan aquci destilata.
7)      Tes kulit : Untuk menunjukkan adanya anti bodi Ig E yang spesifik dalam tubuh.c. Pemeriksaan kadar Ig E total dengan Ig E spesifik dalam serum.d. Pemeriksaan radiologi umumnya rontgen foto dada normal.e. Analisa gas darah dilakukan pada asma berat.f. Pemeriksaan eosinofil total dalam darah.g. Pemeriksaan
8)      sputum                            .                                      
2.9 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan asma adalah pneumotoraks, atelektasis, gagal nafas, bronkhitis dan fraktur iga  .                                 .
2.10 Pemeriksaan penunjang
a)             Test Fungsi paru ( spirometri)
Pemeriksaan fungsi paru adalah cara yang paling akurat dalam mengkaji obstruksi jalan napas akut. Fungsi paru yang rendah mengakibatkan dan menyimpangkan gas darah ( respirasi asidosis) , mungkin menandakan bahwa pasien menjadi lelah dan akan membutuhkan ventilasi mekanis, adalah criteria lain yang menandakan kebutuhan akan perawatan di rumah sakit. Meskipun kebanyakan pasien tidak membutuhkan ventilasi mekanis, tindakan ini digunakan bila pasien dalam keadaan gagal napas atau pada mereka yang kelelahan dan yang terlalu letih oleh upaya bernapas atau mereka yang kondisinya tidak berespons terhadap pengobatan awal.
b)             Pemeriksaan gas darah arteri
Dilakukan jika pasien tidak mampu melakukan maneuver fungsi pernapasan karena obstruksi berat atau keletihan, atau bila pasien tidak berespon terhadap tindakan. Respirasi alkalosis ( CO2 rendah ) adalah temuan yang paling umum pada pasien asmatik. Peningkatan PCO2 ( ke kadar normal atau kadar yang menandakan respirasi asidosis ) seringkali merupakan tanda bahaya serangan gagal napas. Adanya hipoksia berat, PaO2 < 60 mmHg serta nilai pH darah rendah.
c)             Arus puncak ekspirasi
APE mudah diperiksa dengan alat yang sederhana, flowmeter dan merupakan data yang objektif dalam menentukan derajat beratnya penyakit. Dinyatakan dalam presentase dari nilai dungaan atau nilai tertinggi yang pernah dicapai. Apabila kedua nilai itu tidak diketahui dilihat nilai mutlak saat pemeriksaan.
d)            Pemeriksaan foto thoraks
Pemeriksaan ini terutama dilakukan untuk melihat hal – hal yang ikut memperburuk atau komplikasi asma akut yang perlu juga mendapat penangan seperti atelektasis, pneumonia, dan pneumothoraks. Pada serangan asma berat gambaran radiologis thoraks memperlihatkan suatu hiperlusensi, pelebaran ruang interkostal dan diagfragma yang menurun. Semua gambaran ini akan hilang seiring dengan hilangnya serangan asma tersebut.
e)             Elektrokardiografi
Tanda – tanda abnormalitas sementara dan refersible setelah terjadi perbaikanklinis adalah gelombang P meninggi ( P pulmonal ), takikardi dengan atau tanpa aritmea supraventrikuler, tanda – tanda hipertrofi ventrikel kanan dan defiasi aksis ke kanan

1) Spirometri :Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
2) Tes provokasi :
a)      Untuk menunjang adanya hiperaktifitas bronkus.
b)      Tes provokasi dilakukan bila tidak dilakukan lewat tes spirometri.
c)      Tes provokasi bronkialUntuk menunjang adanya hiperaktivitas broncus
Test  provokasi dilakukan bila tidak dilakukan lewat test spirometri. Test     provokasibronchial seperti : Test provokasi histamin, metakolin, alergen,           kegiatan         jasmani , hiperventilasi dengan udara dingin dan inhalasi dengan           aquaci destilata.
3) Tes kulit : Untuk menunjukkan adanya anti bodi Ig E yang spesifik dalam tubuh.
4) Pemeriksaan kadar Ig E total dengan Ig E spesifik dalam serum.
5) Pemeriksaan radiologi umumnya rontgen foto dada normal.
6) Analisa gas darah dilakukan pada asma berat.
7) Pemeriksaan eosinofil total dalam darah.
8)Pemeriksaan sputum   

2.11.  Pengkajian
A.     PENGKAJIAN PRIMER
1. Airway
Krekels, ronkhi, batuk keras, kering/produktif
Penggunaan otot –otot aksesoris pernapasan ( retraksi interkosta)
2. Breathing
Perpanjangan ekspirasi , mengi, perpendekan periode inspirasi, sesak napfas, hipoksia
3. Circulation
Hipotensi, diaforesis, sianosis, pulsus paradoxus > 10 mm

B.     PENGKAJIAN SEKUNDER
1. Riwayat penyakit sebelumnya
Alergi, batuk pilek, menderita penyakit infeksi saluran nafas bagian atas
2. Riwayat perawatan keluarga
Adakah riwayat penyakit asma pada keluarga
3. Riwayat sosial ekonomi
Jenis pekerjaan dan waktu luang, jenis makanan yang berhubungan dengan alergen, hewan piaraan, lingkungan tempat tinggal dan stressor emosi.
a.       Awitan distres pernafasan tiba-tiba
-            Perpanjangan ekspirasi mengi
-            Penggunaan otot-otot aksesori             
-            Perpendekan periode inpirasi
-            Sesak nafas
-            Restraksi interkostral dan esternal   
-            Krekels
b.      Bunyi nafas : mengi, menurun, tidak terdengar
c.       Duduk dengan posisi tegak : bersandar kedepan
d.      Diaforesis
e.       Distensi vera leher
f.       Sianosis : area sirkumoral, dasar kuku
g.      Batuk keras, kering : batuk produktif sulit
h.      Perubahan tingkat kesadaran
i.        Hipokria
j.        Hipotensi
k.      Pulsus paradoksus > 10 mm
l.        Dehidrasi
m.    Peningkatan anseitas : takut menderita, takut mati

2.12 . Diagnosa keperawatan yang muncul

1. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas b. d bronkospasme, peningkatan produksi sekret, sektet kental
Tujuan: bersihan jalan nafas efektif
KH:
-    Bunyi nafas bersih
-    Batuk efektif/mengeluarkan dahak
Intervensi:
-    Ausultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas tambahan misalnya: mengi, krekel, ronchi
-    Kaji frekuensi dispnea: gelisah, ansietas distress pernapasan, penggunan otot bantu
-    Beri klien posisi yang nyaman misalnya peninggian empat tidur, duduk (fowler)
-    Pertahankan/ bantu batuk efektif
-    Observasi karakteristik batuk
-    Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari dan berikan air hangat
-    Berikan obat sesuai indikasi
-    Kolaborasi pengambilan bahan lab : Hb, Ht, leukosit, foto thorak
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru selama serangan akut
Tujuan: pola nafas efektif
Kriteria hasil:
-          Sesak berkurang atau hilang
-          RR 18-24x/menit
-          Tidak ada retraksi otot pernapasan
Intervensi:
-          Kaji tanda dan gejala ketidakefektifan pernapasan : dispnea, penggunaan otot-otot pernapasan
-          Pantau tanda- tanda vital dan gas- gas dalam arteri
-          Baringkan pasien dalam posisi fowler tinggi untuk memaksimalkan ekspansi dada
-          Berikan terapi oksigen sesuai pesanan
3. Cemas b.d krisis situasi
Tujuan : cemas berkurang/ hilang
KH:
-          Klien tampak rileks
-          Klien menyatakansesak berkurang
-          Tanda – tanda vital normal
Intervensi;
-          Kaji tingkat kecemasan klien
-          Observasi respon non verbal (gelisah)
-          Ukur tanda-tanda vital
-          Dengarkan keluhan klien dengan empati
-          Jelaskan informasi yang diperlukan klien tentang penyakitnya, perawatan dan pengobatannya
-          Ajarkan klien tehnik relaksasi (memejamkan mata, menarik nafas panjang)
-          Menganjurkan klien untuk istirahat
(Tucker S. Martin,  1998 hal 242-243)
Pengkajian
a. Keluhan :
– Sesak nafas tiba-tiba, biasanya ada faktor pencetus
– Terjadi kesulitan ekspirasi / ekspirasi diperpanjang
– Batuk dengan sekret lengket
– Berkeringat dingin
– Terdengar suara mengi / wheezing keras
– Terjadi berulang, setiap ada pencetus
– Sering ada faktor genetik/familier
AIRWAY
Pengkajian: 
Pada pasien dengan status asmatikus ditemukan adanya penumpukan sputum pada jalan nafas. Hal ini menyebabkan penyumbatan jalan napas sehingga status asmatikus ini memperlihatkan kondisi pasien yang sesak karena kebutuhan akan oksigen semakin sedikit yang dapat diperoleh.
Diagnosa keperawatan :
Ketidakefektifan bersihan jalan napas b/d penumpukan sputum
Intervensi :
a.    Amankan pasien ke tempat yang aman
       R/ lokasi yang luas memungkinkan sirkulasi udara yang lebih banyak untuk pasien
b.   Kaji tingkat kesadaran pasien
       R/  dengan melihat, mendengar, dan merasakan dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat kesadaran pasien
c.    Segera minta pertolongan
       R/ bantuan segera dari rumah sakit memungkinkan pertolongan yang lebih intensif
d.    Auskultasi bunyi napas dengan mendekatkan telinga ke mulut pasien
       R/ mengetahui tingkat pernapasan pasien dan mengetahui adanya penumpukan sekret
e.    Berikan teknik membuka jalan napas dengan cara memiringkan pasien setengah telungkup dan membuka mulutnya
       R/ memudahkan untuk mengeluarkan sputum pada jalan napas
BREATHING
Pengkajian :
Adanya sumbatan pada jalan napas pasien menyebabkan bertambahnya usaha napas pasien untuk memperoleh oksigen yang diperlukan oleh tubuh. Namun pada status asmatikus pasien mengalami nafas lemah hingga adanya henti napas. Sehingga ini memungkinkan bahwa usaha ventilasi pasien tidak efektif. Disamping itu adanya bising mengi dan sesak napas berat sehingga pasien tidak mampu menyelesaikan satu kalimat dengan sekali napas, atau kesulitan dalam bergerak. Pada pengkajian ini dapat diperoleh frekuensi napas lebih dari 25 x / menit. Pantau adanya mengi.
Diagnose keperawatan :
Ketidakefektifan pola napas b/d penurunan kemampuan bernapas
Intervensi :
a.  Kaji usaha dan frekuensi napas pasien
     R/ mengetahui tingkat usaha napas pasien
b.  Auskultasi bunyi napas dengan mendekatkan telinga pada hidung pasien serta pipi ke mulut     pasien
     R/ mengetahui masih adanya usaha napas pasien
c.  Pantau ekspansi dada pasien
    R/ mengetahui masih adanya pengembangan dada pasien
CIRCULATION
Pengkajian :
Pada kasus status asmatikus ini adanya usaha yang kuat untuk memperoleh oksgien maka jantung berkontraksi kuat untuk memenuhi kebutuhan tersebut hal ini ditandai dengan adanya peningkatan denyut nadi lebih dari 110 x/menit. Terjadi pula penurunan tekanan darah sistolik pada waktu inspirasi, arus puncak ekspirasi ( APE ) kurang dari 50 % nilai dugaan atau nilai tertinggi yang pernah dicapai atau kurang dari 120 lt/menit. Adanya kekurangan oksigen ini dapat menyebabkan sianosis yang dikaji pada tahap circulation ini.
Diagnosa Keperawatan :
Perubahan perfusi jaringan perifer b/d kekurangan oksigen
Intervensi :
-     pantau tanda – tanda vital ( nadi, warna kulit ) dengan menyentuh nadi jugularis
R/ mengetahui masih adanya denyut nadi yang teraba
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
            Asma  adalah suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktif intermiten yang bersifat reversibel, ditandai dengan adanya periode bronkospasme, peningkatan respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan nafas.

3.2. Saran
Membiasakan hidup sehat dan bersih afar terhindar dari penyakit asma.



DAFTAR PUSTAKA

§  Arif Mansyoer(1999). Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga. Jilid I. Media   Acsulapius. FKUI. Jakarta.
§  Doenges, EM(2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta. EGC
§  Heru Sundaru(2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Ketiga. BalaiPenerbit FKUI. Jakarta.
§  Hudack&gallo(1997). Keperawatan Kritis Edisi VI Vol I. Jakarta. EGC.
§  Tucker, SM(1998). Standar Perawatan Pasien. Jakarta. EGC.
§  Halim Danukusantoso, Buku Saku Ilmu Penyakit Paru, Jakarta, Penerbit Hipokrates , 2000
§  Smeltzer,  C . Suzanne,dkk, Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol 1. Jakarta , EGC,  2002
§  Ngastiyah, Perawatan Anak Sakit, Jakarta, EGC, 1997
§  Hudak & Gallo, Keperawatan Kritis, Edisi VI,Vol I, Jakarta, EGC, 2001
§  Tucker S. Martin,  Standart Perawatan Pasien, Jilid 2, Jakarta, EGC, 1998
§  The Gau’ 2011 : www.muhsakirmsg.blogspot.com/ Asma dan pencegahannya/html.






1 komentar:

Silahkan Tinggalkan Komentar Untuk Perbaikan Postingan Selanjutnya !

Facebook Twitter Fans Page
Gratis Berlangganan artikel B-digg via mail, join sekarang!