Selasa, 05 Maret 2013

PENGENDALIAN KERUSAKAN LINGKUNGAN UNTUK MEWUJUDKAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN BERWAWASAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKEADILAN SOSIAL


PENGENDALIAN KERUSAKAN LINGKUNGAN UNTUK MEWUJUDKAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN BERWAWASAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKEADILAN SOSIAL
Oleh: Dinarjati Eka Puspitasari

Abstract
Dewasa ini permasalahan kerusakan lingkungan hidup sangat banyak dijumpai. Dari kebakaran hutan, illegal loging, pencemaran, sedikitnya pencadangan sumber daya alam, pertambangan, upaya konservasi yang belum dilakukan secara optimal, tidak terkelolanya sampah dengan tepat sampai dengan munculnya berbagai penyakit yang diakibatkan oleh lingkungan hidup yang tidak bersih dan sehat. Adapun pengelolaan lingkungan hidup yang bersih dan sehat merupakan salah satu hak dari setiap orang sebagai bagian dari Hak Asasi Manusia. Terkait dengan berbagai permasalahan yang ada, perlu adanya pengendalian kerusakan lingkungan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan hidup guna kepentingan generasi sekarang dan generasi yang akan datang. Upaya pengendalian tersebut meliputi pencegahan, penanggulangan dan pemulihan. Diharapkan dengan adanya upaya tersebut, terdapat pencadangan sumber daya alam yang dapat digunakan manfaatnya oleh semua pihak demi mewujudkan keadilan social dan kemakmuran rakyat bagi seluruh rakyat Indonesia.
Keadilan sosial dalam hal pemerataan hasil penggunaan sumber daya alam yang ada di negara kita saat ini sangat jauh diharapkan. Masih banyak masyarakat yang belum mendapatkan hasil keuntungannya, hanya dijadikan sebagai buruh dalam penggarapannya di bertbagai sector industry, tetapi yang banyak mendapat untung adalah pemilik dan investor asing. Dalam hal ini kesejahteraan dari masyarakat adat terpinggirkan (mengambil kasus dari permasalahan pertambangan yang yang berada di hutan adat).
Makalah ini akan membahas mengenai dua hal yaitu bagaimana pelaksanaan pengendalian kerusakan lingkungan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan hidup yang berkeadilan social. Penelitian dalam makalah ini bersifat sosilogis normative dengan menggunakan studi pustaka, meneliti berbagai literature dan kebijakan yang terkait
Kata Kunci : Pengendalian, Kerusakan Lingkungan, Pembangunan Berkelanjutan Berwawasan Lingkungan Hidup, Keadilan Sosial
PENGENDALIAN KERUSAKAN LINGKUNGAN
UNTUK MEWUJUDKAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
BERWAWASAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKEADILAN SOSIAL

1.     A.    PENDAHULUAN
A.   1.      Latar Belakang Masalah
Permasalahan lingkungan semakin lama semakin besar, meluas dan serius.  Dampak-dampak yang terjadi terhada lingkungan tidak hanya berkait pada satu atau dua segi saja, tetapi kait mengkait sesuai dengan sifat lingkungan yang memiliki multi mata rantai relasi yang saling mempengaruhi secara subsistem. Apabila salah satu aspek dari lingkungan terkena masalah, maka berbagai akan spek lainnya akan mengalami dampak atau akibat pula.
Persoalan lingkungan seperti pencemaran, kerusakan sumber daya alam, penyusutan cadangan-cadangan hutan, musnahnya berbagai spesies hayati, erosi, banjir, bahkan jenis-jenis penyakit yang berkembang dewasa ini terkait dengan lingkungan yang tidak bersih, seperti demam berdarah, leptospirosis, chikungunya, typus, muntaber, desentri, kolera, diyakini merupakan gejala-gejala negative yang secara dominan bersumber dari factor manusia itu sendiri. Di samping itu persoalan lingkungan yang juga mencuat akhir-akhir ini adalah illegal looging, kebakaran hutan, menipisnya lapisan ozon, lahan kritis, global warming, tumpahan minyak di laut, pencemaran limbah B3, serta punahnya spesies tertentu dari satwa dan tumbuhan langka.
Lingkungan hidup merupakan bagian yang mutlak dari kehidupan manusia. Dengan kata lain, lingkungan hidup tidak terlepas dari kehidupan manusia. Manusia mencari makan dan minum serta memenuhi kebutuhan lainnya dari ketersediaan atau sumber-sumber yang diberikan oleh lingkungan hidup dan kekayaan alam sebagai sumber pertama dan terpenting bagi pemenuhan berbagai kebutuhannya. Dari lingkungan hidupnya manusia memanfaatkan bagan-bagian lingkungan hidup seperti hewan-hewan, tumbuh-tumbuhan, air, udara, sinar matahari, garam, kayu, barang-barang tambang dan lain sebagainya untuk keperluan hidupnya. Dari lingkungan hidup, manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan bias memperoleh daya atau tenaga. Manusia memperoleh kebutujan pokok atau primer, kebutuhan sekunder atau bahkan memenuhi lebih dari kebutuhannya sendiri berupa hasrat auat keinginan. Atas dasar lingkungan hidupnya, manusia dapat berkreasi dan mengembangkan bakat aatau seni.
Permasalahan lingkungan yang sering terjadi di sekitar kita berupa pencemaran dan perusakan lingkungan dalam hal ini terkurasnya sumber daya alam. Dampak negative dari menurunnya kualitas lingkungan hidup karena terjadinya pencemaran dan terkurasnya sumber daya alam adalah timbulnya ancaman atau dampak negative terhadap kesehatan, menurunnya nilai estetika, kerugian ekonomi dan terganggunya system alami.
Terkait dengan persoalan lingkungan hidup  yang mengkaitkan dengan lingkungan social di dalamnya adalah terkait dengan permasalahan pertambangan. Dalam paper ini focus kerusakan lingkungan yang akan dibahas mendasarkan pada kegiatan pertambangan yang berdampak terhadap menurunnya sumber daya alam, ketidaksempurnaan ijin lingkungan,  serta ketidakadilan terhadap kesejahteraan warga di sekitar areal pertambangan. Banyak aktifitas pertambangan yang memicu terjadinya kerusakan lingkungan, seperti pencemaran, ketersediaan lahan kritis, ketidaksempurnaan AMDAL juga konflik dengan warga sekitar. Banyak kasus pertambangan yang hingga saat ini lebih banyak memicu beragam persoalan serius seperti pelanggaran aturan hokum, konflik social dan horizontal,kerusakan lingkungan yang tidak terkendali, hingga tindakan kekerasan. Usaha pertambangan ini pun belum banyak memberikan kesejahteraan yang nyata bagi masyarakat. Jika berbagai persoalan tersebut tidak segera ditangani, termasuk evaluasi pelaksanaan pemberian usaha pertambangan, permasalahan akan semakin kritis dan pada saatnya akan menimbulkan konflik social, perkara hokum dan kerusakan lingkungan yang tidak terkendali.

1.     2.      Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : Bagaimanakah pengendalian kerusakan lingkungan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan hidup yang berkeadilan social?

1.     B.     TINJAUAN PUSTAKA
A.   1.      Lingkungan dan Ekosistemnya
Pancasila sebagai institusi dasar negara memberikan fondasi untuk mengatur posisi kehidupan bernegara dalam menjaga ekosistem dan lingkungan hidup. Sebagai derivasi dari Pancasila, peraturan perundangan negara Indonesia khususnya UU No 32 Tahun 2009 menjelaskan bahwa kesehatan lingkungan hidup merupakan hak asasi setiap warga negara. Di dalam mewujudkan lingkungan yang sehat diperlukan pembangunan ekonomi nasional yang mampu mewujudkan kerbelanjutan lingkungan hidup.
Proses pembangunan yang berkelanjutan dengan memerlukan peran serta masyarakat dan diterapkan dalam otonomi daerah. Dengan diterapkannya otonomi daerah, pembangunan berwawasan lingkungan diharapkan dapat menyesuaikan dengan karakteristik masing-masing daerah. Perbedaan daya dukung, tantangan maupun permasalahan lingkungan hidup dari tiap daerah memerlukan kebijakan otonom yang mampu mengerti arah dari pembangunan ekonomi dan lingkungan daerah dengan seimbang. Kebijakan otonomi daerah dalam wawasan lingkungan hendaknya memperhatikan juga pola dari perkembangan lingkungan hidup di tiap daerah sehingga tingkat kualitas lingkungan hidup dapat merata.
Penurunan kualitas lingkungan hidup juga diatur dalam peraturan perundangan. Dalam kehidupan bernegara, undang-undang mendorong semua elemen masyarakat dalam kehidupan bernegara untuk menjaga kualitas lingkungan hidup. Penurunan kualitas lingkungan hidup di tingkat nasional maupun daerah menjadi tanggung jawab bersama pemegang kebijakan. Dalam posisi tersebut, pemegang kebijakan memiliki peran sebagai penggerak kepedulian masyarkat terhadap keberlanjutan lingkungan hidup, sekaligus memperhatikan dan memelihara kualitas ekosistem.
Dalam posisi sebagai bagian dari elemen sistem global, peraturan perudangan dalam naungan Pancasila sebagai dasar negara, menunjukkan kepedulian terhadap proses pemanansan iklim secara global. Untuk merespon kondisi tersebut, peran peraturan perundangan semakin diperlukan untuk memberikan kepastian hukum bagi warga negara untuk mendapatkan lingkungan hidup yang layak bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Selain itu, peraturan perudangan diharapkan mampu mendorong seluruh elemen masyarakat untuk memberikan perlindungan terhadap ekosistem di sekitarnya secara berkesinambungan.
1.     2.      Pembangunan Berkelanjutan Berwawasan Lingkungan Hidup
Setelah memahami posisi Pancasila sebagai institusi yang mengatur peran kehidupan berbangsa dan benegara dalam menjaga kualitas lingkungan hidup, pembangunan berkelanjutan dijadikan sebagai proses teknis dari amanat konstitusi. Hakikat pembangunan berkelanjutan adalah proses pembangunan yang terencana dengan memadukan aspek lingkungan hidup, sosial dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan. Dengan adanya keterpaduan antar aspek tersebut maka diharapkan dapat menjamin kesejahteraan dan kualitas dari generasi di masa datang.
Dalam menerapkan keterpaduan aspek sosial-ekonomi dan lingkungan, peran serta masyarakat dan pemerintah dari tingkat nasional dan daerah diperlukan untuk mewujudkan hal tersebut. Pola pemahaman terhadap masing-masing aspek beserta keterkaitan antar aspek berfungsi sebagai landasan untuk dapat melakukan perencanaan dan strategi teknis pembangunan ekonomi berkelanjutan. Perkembangan sejauh ini menunjukkan bahwa strategi perencanaan pembangunan sering terlalu fokus terhadap sebuah aspek saja, namun di sisi lain posisi tersebut memiliki kecenderungan untuk mengabaikan aspek-aspek lain. Sebagai contoh, pembangunan ekonomi dengan berbasis pertambangan akan mampu meningkatkan kehidupan sosio-ekonomi masyarakat di sekitar sumber, namun di sisi lain proses degradasi lingkungan hidup akan terjadi seiring proses ekplorasi yang sering berjalan tanpa memperhatikan kualitas lingkungan.
Adanya fenomena kontradiksi antara aspek lingkungan dan aspek sosio-ekonomi menguji sampai sejauh mana peran peraturan perundangan sebagai derivasi dari Pancasila sebagai dasar negara. Dalam beberapa kasus, peran peraturan perundangan seperti belum dapat menjamin kualitas lingkungan hidup yang baik, walopun peraturan tersebut telah mampu memberikan jaminan bagi kesejahteraan sosio-ekonomi masyarakat. Kondisi ini menunjukkan bahwa peran peraturan perundangan belum berjalan optimal dalam menjaga keseimbangan keterpaduan antar aspek dalam kehidupan bernegara. Bahkan dalam beberapa kasus dapat dilihat bahwa peraturan perundangan justru memicu adanya kontradiksi antara perkembangan aspek sosio-ekonomi dengan pola kualitas lingkungan hidup dan ekosistem.
1.     3.      Permasalahan pertambangan di Indonesia
Berkaitan dengan kajian terhadap adanya kontradiksi antar aspek dalam proses pembangunan ekonomi, peraturan perundangan dalam sektor pertambangan akan dikaji secara secara umum. Peraturan di sektor pertambangan mineral dan batubara menjadi elemen yang krusial. Peraturan sektor pertambangan telah memenuhi kriteria sebagai acuan tata kelola hasil tambang beserta prosesnya yang dapat bermanfaat bagi negara dan masyarakat. Namun di sisi lain, peraturan di sektor ini masih belum mampu menjaga kualitas lingkungan hidup. Dengan kata lain, kondisi kontradiksi telah terjadi bukan hanya dalam hubungan antar aspek sosio-ekonomi dan lingkungan, tetapi kontradiksi terjadi pada perundangan yang berkaitan dengan hubungan tersebut.
Dalam perspektif tersebut, sebagai ilustrasi, UU No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dapat digunakan sebagai contoh kajian. Pada peraturan tersebut dijelaskan bahwa mineral dan tambang merupakan sumber daya alam yang berperan menguasai hajat hidup orang banyak sehingga pengelolaannya harus dikuasai oleh negara. Peraturan tersebut juga menyatakan bahwa kegiatan pertambangan memberikan nilai tambah dalam pembangunan ekonomi nasional dan daerah secara berkesinambungan. Di sisi lain, peraturan tentang pertambangan mineral sesungguhnya telah memberikan amanat kepada negara dan pemerintah untuk dapat mewujudkan pengelolaan proses pertambangan dengan efisien, transparan dan memiliki wawasan terhadap lingkungan.
Secara lebih mendalam, terdapat dua komponen dari UU No 4 Tahun 2009 yang dapat memicu adanya kontradiksi antara aspek sosio-ekonomi dan aspek lingkungan hidup. Aspek sosio-ekonomi dapat direpresentasikan dengan pernyataan bahwa peraturan tersebut nilai tambah ekonomi di tingkat nasional dan daerah menjadi tujuan dari proses pertambangan. Nilai tambanh ekonomi dapat menjadi penggerak positif manakala memiliki peran untuk mendukung perkembangan lingkungan hidup yang sehat dan menjamin kesehatan warga negara. Namun di sisi lain, apabila aspek tersebut tidak didukung dengan kontrol dan komitmen yang baik, maka proses pengelolaan pertambangan tidak akan berjalan dengan transparan dan justru akan menganggu kualitas lingkungan hidup.

1.     C.    PEMBAHASAN
Bagian pembahasan dalam makalah ini menganalisa posisi Pancasila dan peraturan perundangan dalam menjaga keseimbangan antara aspek sosio-ekonomi dan aspek lingkungan hidup. Posisi keseimbangan antara dua aspek tersebut merupakan kondisi ideal yang merupakan bagian dari pencerminan prinsip keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Keadilan sosial dapat terwujud manakala kesejahteraan ekonomi dan pemerataan sosial berkembang dalam kerangka ekosistem dan lingkungan hidup yang sehat. Peningkatan kesejahteraan ekonomi tidak akan memiliki nilai keadilan sosial di saat nilai sosio-ekonomi mengabaikan keadilan terhadap keberlanjutan lingkungan hidup.
Fenomena permasalahan tersebut akan dikaji dengan analisa Social Wisdom Regulation Model (SWRM). Model SWRM merupakan inovasi model yang berusaha menjelaskan dengan sederhana tentang keseimbangan kearifan lokal dalam menjaga lingkungan hidup dengan tetap mendapatkan manfaat secara sosial dan ekonomi. Sejalan dengan tujuan ini, studi ini menggunakan dasar konsep dari model Jagung (corn model) ala Thostein Veblen. Thorstein Veblen (1898) mengembangkan corn model untuk menjelaskan konflik antara bisnis dan industri sebagai akibat dari sumberdaya yang terbatas. Model ini juga kemudian dikembangkan untuk melihat kontradiksi antara lingkungan hidup dan ekonomi (O’Hara 1993, 2007).
Dalam makalah ini, sebagai modifikasi dari model Veblen (1898) and O’Hara (1993, 2007), Gambar 2 menunjukkan bahwa SWRM dapat melihat peran dari regulationl/local wisdom (peraturan-perundangan/kearifan lokal) dapat menjaga keseimbangan antara aspek lingkungan hidup dan sekaligus mengatur sistem relasi aspek sosio-ekonomi. Sebagai simulasi, model ini akan menggunakan UU No 4 Tahun 2009 sebagai variabel yang akan dievaluasi. Sebagai asumsi undang-undang tersebut merupaka bentuk derivasi dari Pancasila dan UUD 1945. Sementara aspek sosio-ekonomi direpresentasikan dengan proses pertambangan mineral yang bertujuan meningkatkan nilai tambah ekonomi sementara proses pembangunan berkelanjutan dan transparan menjadi bagian dari aspek lingkungan hidup.
Berdasarkan Gambar 2, apabila peraturan perundangan (regulasi) terlalu fokus pada aspek sosio-ekonomi maka diasumsikan akan mengalami titik kritis di crunch point pada garis O-C, karena mereka mengabaikan aspek lingkungan hidup. Sebaliknya peraturan juga dapat mengalami crunch point pada garis O-A, apabila mereka terlalu ekstrim fokus terhadap lingkungan sehingga mengabaikan sistem sosio-ekonomi.   Di antara garis O-A dan O-B terdapat garis A-B-C yang menunjukkan tingkat efektivitas peraturan dan kearifan lokal dalam berbagai derajat atau kadar tertentu. Pada garis A-B-C terdapat titik B yang merupakan area keseimbangan bagi pengelolaan lingkungan hidup dan sistem-relasi sosio-ekonomi. Dalam hal ini, peraturan perundangan sebagai derivasi dari Pancasila dan UUD 1945 diharapkan mampu menjaga area B ini agar tetap berjalan berkesinambungan dalam jangka panjang sehingga dapat mencapai keadilan sosial bagi masyarakat.

1.     F.     KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan analisis dan pembahasan di atas, studi ini mengambil beberapa kesimpulan yang berkaitan dengan pembangunan berkelanjutan dan keadilan sosial dalam kerangkan institusi Pancasila:
1.     Institusi Pancasila secara ideal dapat menstimulasi peraturan perundangan sehingga dua aspek kehidupan berbangsa dan bernegara dapat berjalan secara sinergi yang meliputi aspek lingkungan hidup dan aspek sistem sosio-ekonomi
2.     Dalam kerangka realitas, peraturan perundangan sering belum optimal dalam menjaga keseimbangan antara aspek lingkungan hidup dan aspek sosio-ekonomi. Kontradiksi antara dua aspek tersebut terjadi di saat fungsi kontrol dari peraturan perundangan bersifat lemah. Bahkan dalam kondisi tersebut, peraturan perundangan mengandung beberapa komponen yang bersifat kontradiktif antara kedua aspek di atas.  .
3.     Peraturan perundangan tentang sumber daya alam dan lingkungan hidup yang baik dan ideal adalah peraturan yang dapat berperan menjaga keseimbangan karakteristik dan perilaku masyarakat dalam menjaga lingkungan hidup dan juga dalam memanfaatkan sistem sosio-ekonomi yang bermanfaat bagi lingkungan hidup dalam jangka panjang. Proses ini secara ideal akan mampu mewujudkan prinsip keadilan sosial bagi seluruh rakyat sesuai amanat Pancasila. Hal ini dijelaskan dalam model inovatif Social Wisdom Regulation Model (SWRM).
4.     Model SWRM merupakan model inovasi dalam studi ini untuk menjelaskan regulasi (peraturan) yang bermanfaat dalam menjaga lingkungan hidup dan sistem sosio-ekonomi masyarakat secara harmoni. Namun sebagai keterbatasan penelitian, studi ini belum memasukkan data yang bersifat primer ke dalam studi ini.




DAFTAR PUSTAKA DAN BIBLIOGRAPHY
Myrdal, Gunnar. (1968). Asian Drama: An Inquiry into Poverty of Nations. 3 vols. New York: Twentieth Century Fund.
O’Hara, Philip Anthony. (1993). “Veblen’s Analysis of Business, Industry and the Limits of Capital”.History of Economic Review, Volume 20,:pp. 95-119.
———. (2007). “Social Structure of Accumulation in the US and China: The Index of System Contradiction for Long Waves”. Working Paper-Global Political Economy Research Unit (GPERU) Curtin University:33 pp.
———. (2008b). “Principle of Circular and Cumulative Causation: Fusing Myrdallian and Kaldorian Growth and Development Dynamics”. Journal of Economics Issues, Volume XLII, (Number 2):pp. 375-387.
Veblen, Thorstein. (1898). The Theory of Leisure Class: An Economic Study in the Evolution Institutions. New York: Macmillan.
The Gau’ 2011 : www.muhsakirmsg.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan Tinggalkan Komentar Untuk Perbaikan Postingan Selanjutnya !

Facebook Twitter Fans Page
Gratis Berlangganan artikel B-digg via mail, join sekarang!