MAKALAH RABIES
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tahun ini merupakan bukti bahwa Indonesia bukanlah
negara yang bebas dari penyakit Rabies, terbukti dengan adanya korban meninggal
yang terinfeksi oleh penyakit ini di beberapa Rumah Sakit di Indonesia. Salah
satunya adalah provinsi Bali yang telah dklaim bebas rabies justru telah banyak
korban berjatuhan baik yang suspect maupun yang telah positif terjangkit virus
rabies. Sekarang Dinas Peternakan Bali sedang genjar-genjarnya memberantas
penyakit mematikan ini yang disebabkan oleh gigitan hewan, anjing yang dianggap
sebagai sahabat manusia justru sebagai penyebar utama dari penyebaran virus
rabies ini melalui gigitannya.
Sehingga tidak heran banyak anjing
yang dibunuh, namun untuk anjing yang dipelihara akan diberikan vaksinasi. Agar
kita terhindar dari penyakit mematikan ini, hendaknya kita mengetahui bagaimana
ciri-ciri hewan yang telah terinfeksi virus rabies. Dalam makalah ini akan
dibahas mengenai penyakit rabies dari pengertian sampai dengan tips-tips bila
kita atau orang terdekat kita digigit oleh anjing atau hewan yang lainnya yang
berpotensi untuk menyebarkan virus rabies.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar
belakang diatas maka dapat dibuat rumusan masalah :
1.
Apa itu rabies ?
2.
Apa saja penyebab rabies?
3.
Bagaimana tahapan penyakit rabies?
4.
Apa saja gejala-gejala
penyakit rabies?
5.
Apa saja tanda-tanda penyakit rabies
pada hewan?
6.
Apa yang harus dilakukan pada hewan
yang telah mengigit?
7.
Adakah
undang-undang yang mengatur tentang rabies?
8.
Bagaimana
pencegahan untuk penyakit rabies?
9.
Bagaimana pengobatannya?
10.
Adakah
tips-tips bila tergigit hewan yang berisiko terkena infeksi rabies?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan dari pembuatan makalah ini
adalah agar mahasiswa mengetahui trend dan issue yang sedang berkembang di
Indonesia yaitu masalah rabies dan dapat memberikan penanganan yang tepat dari
panyakit rabies ini.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Rabies atau lebih sering dikenal
dengan nama anjing gila merupakan suatu penyakit infeksi akut yang menyerang
susunan saraf pusat yang disebabkan oleh virus rabies dan ditularkan dari
gigitan hewan penular rabies. Hewan yang rentan dengan virus rabies ini adalah
hewan berdarah panas. Penyakit rabies secara almi terdapat pada bangsa kucing,
anjing, kelelawar, kera dan karnivora liar lainnya.
Pada hewan yang menderita rabies,
virus ditemukan dengan jumlah yang banyak pada air liurnya. Vrus ini ditularkan
ke hewan lain atau ke manusia terutama melalui luka gigitan. Oleh karena itu
bangsa karnivora adalah hewan yang paling utama sebagai penyebar rabies.
Penyakit rabies merupakan penyakit
Zoonosa yang sangat berbahaya dan ditakuti karena bila telah menyerang manusia
atau hewan akan selau berakhir dengan kematian. Mengingat akan bahaya dan
keganasan terhadap kesehatan dan ketentraman hidup masyarakat, maka usaha
pencegahan dan pemberantasan penyakit ini perlu dilaksanakan secara intensif.
2.2 Penyebab
Penyakit ini disebabkan oleh virus
rabies yang terdapat pada air liur hewan yang terinfeksi. Hewan ini menularkan
infeksi kepada hewan lainnya atau manusia melaui gigitan dan kadang melalui
jilatan. Secara patogenesis, setelah virus rabies masuk lewat gigitan, selama 2
minggu virus akan tetap tinggal pada tempat masukdan disekitrnya.
Kemudian, virus akan bergerak
mencapai ujung-ujung serabut saraf posterios tanpa menunjukan
perubahan-perubahan fungsinya. Sesampainya di otak , virus akan memperbanyak
diri dan menyebar luas dalam semua bagian neuron-neuron, terutama mempunyai
predileksi khusus terhadap sel-sel sistem limbic, hipotalamus dan batang otak.
Setelah memperbanyak diri dalam neuron-neuron sentral, virus kemudian bergerak
kea rah perifer dalam serabut saraf eferen, volunteer dan otonom. Dengan
demikian virus ini menyerang hamper tiap organ dan jaringan di dalam tubuh dan
berkembang biak dalam jaringan-jaringab seperti kelenjar ludah, ginjal, dan
sebagainya.
Banyak hewan yang bias menularkan
rabies kepada manusia. Yang paling sering menjadi sumber dari rabies adalah
anjing, hewan yang lainnya juga bisa menjadi sumber penularan rabies adalah
kucing, kelelawar, rakun, sigung, dan rubah.
Rabies pada anjing masih sering
ditemukan di Amerika Latin, Afrika, dan Asia bahkan sekarang di Indonesia kasus
rabie ini mulai muncul dan sudah banyak memakan korban. Ini disebabkan kareni tidak semua hewan peliharaan
mendapatkan vaksinasi untuk penyakit ini. Hewan yang terinfeksi bisa mengalami
rabies buas atau rabies jinak. Pada rabies buas, hewan yang terkena tampak
gelisah dan ganas, kemudian menjadi lumpuh dan mati. Pada rabies jinak, sejak
awal telah terjadi kelumpuhan local atau kalumpuhan total.
2.3 Tahapan Penyakit Rabies
Perjalanan
penyakit Rabies pada anjing dan kucing dibagi dalam 3 fase yaitu :
a. Fase Prodormal
Hewan mencari tempat dingin dan
menyendiri, tetapi dapat terjadi lebih agresif dan nervus, pupil mata meluas
dan sikap tubuh kaku (tegang). Fase ini
berlangsung selama 1-3 hari. Setelah fase prodormal dilanjutkan fase eksitasi
atau bisa langsung ke fase paralisa.
b. Fase
Eksitasi
Hewan menjadi
ganas dan menyerang siapa saja yang ada di sekitarnya danmemakan barang yang
aneh-aneh. Selanjutnya mata menjadi keruh dan selalu terbuka dan
tubuh gemetaran, selanjutnya masuk fase paralisa.
c. Fase Paralisa
Hewan mengalami kelumpuhan pada
semua bagian tubuh dan berakhir dengan kematian.
Masa inkubasi dari penyakit ini
adalah waktu antara penggigitan sampai timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi
penyakit rabies pada anjing dan kucing kurang lebih 2 minggu (10-14 hari). Pada
manusia 2-3 minggu dan paling lama 1 tahun. Masa inkubasi biasanya paling
pendek pada orang yang digigit pada kepala, tempat yang tertutup atau bila
gigitan terdapat di banyak tempat.
2.4 Gejala
Rabies
Gejala biasanya mulai timbul dalam
waktu 30-50 hari setelah terinfeksi, tetapi masa inkubasinya sangat bervariasi
dari 10 hari sampai 1 tahun. Pada 20% penderita, rabies dimulai dengan
kelumpuhan pada tungkai bawah yang menjalar ke seluruh tubuh. Tetapi penyakit ini biasanya dimulai dengan periode
yang pendek dari depresi mental, keresahan, tidak enak badan, dan demam.
Keresahan akan meningkat menjadi kegembiraan yang tak terkendali dan penderita
akan mengeluarkan air liur.
Kejang otot
tenggorokan dan pita suara bisa menyebabkan rasa sakit yang luar biasa. Kejang
ini terjadi akibat adanya gangguan pada daerah otot yang mengatur proses
menelan dan pernafasan. Angin sepoi-sepoi dan mencoba minum air bisa
menyebabkan kekejangan ini. Oleh karena itu penderita rabies tidak dapat minum.
Karena hal inilah, maka penyakit ini kadang-kadang juga disebut hidrofobia
(takut air).
Pada salah satu
sumber menyebutkan beberapa ciri-ciri dari korban yang telah terinfeksi virus
rabies diamana korban tersebut akhirnya meninggal akibat terlambat mendapat
pertolongan, yaitu :
a. Keluar keringat yang deras
b. Dada sakit seperti tertusuk-tusuk dan sakit
c. Sesak nafas
Beberapa minggu setelah digigit
anjing, korban akan takut air dan angin namun sering menggigil dan kehausan.
(Bali Post,2009)
2.5 Tanda-Tanda
Penyakit Rabies Pada Hewan
Gejala penyakit dikenal dalam 3
bentuk :
a. Bentuk ganas (Furious Rabies)
Masa eksitasi panjang, kebanyakan
akan mati dalam 2-5 hari setelah tanda-tanda terlihat.
Tanda-tanda
yang sering terlihat :
-
Hewan menjadi penakut atau menjadi
galak
-
Senang bersembunyi di tempat-tempat
yang dingin, gelap dan menyendiri tetapi dapat menjadi agresif
-
Tidak menurut perintah majikannya
-
Nafsu makan hilang
-
Air liur meleleh tak terkendali
-
Hewan akan
menyerang benda yang ada disekitarnya dan memakan barang, benda-benda asing
seperti batu, kayu dsb.
-
Menyerang dan
menggigit barabg bergerak apa saja yang dijumpai
-
Kejang-kejang disusul dengan
kelumpuhan
-
Ekor diantara 2 (dua)paha
b. Bentuk
diam (Dumb Rabies)
Masa eksitasi pendek, paralisa cepat
terjadi.
Tanda-tanda
yang sering terlihat :
-
Bersembunyi di
tempat yang gelap dan sejuk
-
Kejang-kejang
berlangsung sangat singkat, bahkan sering tidak terlihat
-
Lumpuh, tidak dapat menelan, mulut
terbuka
-
Air liur keluar
terus menerus (berlebihan)
-
Mati
c. Bentuk Asystomatis
-
Hewan tidak menunjukan gejala sakit
-
Hewan tiba-tiba mati
2.6 Tindakan
Terhadap Hewan Yang Menggigit
Anjing, kucing, dank era yang yang
menggigit manusia atau hewan lainnya harus dicurigai menderita Rabies. Terhadap
hewan tersebut harus diambil tindakan sebagai berikut :
a.
Bila hewan tersebut adalah hewan
peliharaan atau ada pemiliknya, maka hewan tersebut harus ditangkap dan
diserahkan ke Dinas Peternakan setempat untuk diobservasi selama 14 hari. Bila
hasil observasi negative Rabies maka hewan tersebut mendapat vaksinasi rabies
sebelum diserahkan kembali ke pemiliknya.
b.
Bila hewan yang menggigit adalah
hewan liar (tidak ada pemiliknya) maka hewan tersebut harus dusahakan ditangkap
hidup dan diserahkan kepada Dinas Peternakan setempat untuk diobservasi dan
setelah masa observasi selesai hewan tersebut dapat dimusnahkan atau dipelihara
oleh orang yang berkenan, setelah terlebih dahulu diberikan vaksinasi Rabies.
c.
Bila hewan yang menggigit sulit
untuk ditangkap dan terpaksa harus dibunuh , maka kepala hewan tersebut harus
diambil dan segera diserahkan ke Dinas Peternakan setempat untuk dilakukan
pemeriksaan laboratorium.
2.7 Perundang-undangan
Tentang Rabies
Sejak tahun 1926 pemerintah telah
mengeluarkan peraturan tentang rabies pada anjing, kucing, dank era yaitu
Hondsdol heid Ordonantie Staatblad No. 452 tahun 1926 dan pelaksanaannya
termuat dalam Staatblad No. 452 tahun 1926.
Selanjutnya ordonantie tersebut
mengalami perubahan/penambahan-penambahan yang disesuaikan dengan perkembangan
yang ada. Misalnya, di DKI Jakarta terdapat SK Gubernur No. 3213 tahun 1984
tentang Tatacara Penertiban Hewan Piaraan Anjing, Kucing, dan Kera di wilayah
DKI Jakarta yang antara lain berisi :
1.
Kewajiban pemilik hewan piaraan
untuk memvaksinasi hewannya dan menggantungkan peneng tanda lunas pajak.
2.
Menangkap dan menyerahkan hewannya
apabila menggigit orang untuk diobservasi.
3.
Hewan yang dibiarkan lepas dan
dianggap liar atau tersangka menderita rabies akan ditangkap oleh petugas
penertiban.
Berhasil tidaknya usaha pengendalian
penyakit rabies sangat erat hubungannya dengan kesadaran, pengetahuan dan
partisipasi dari semua masyarakat.
2.8 Pencegahan
Langkah-langkah untuk mencegah
rabies bisa diambil sebelum terjangkit virus atau segera seteleh terjangkit.
Sebagai contoh, vaksinasi bisa diberikan kepada orang-orang yang berisiko
tinggi terhadap terjangkitnya virus, yaitu :
-
Dokter hewan
-
Petugas
laboratorium yang menangani hewan-hewan yang terinfeksi
-
Orang-orang
yang menetap atau tinggal lebih dari 30 hari di daerah yang terjangkit rabies
dimana banyak anjing ditemukan
-
Para penjelajah gua kelelawar
Vaksinasi memberikan perlindungan
seumur hidup. Tetapi kadar antibody akan menurun, sehingga orang yang berisiko
tinggi terhadap penyebaran selanjutnya harus mendapat dosis buster vaksinasi
setiap 2 tahun.
2.9 Pengobatan
§ Jika segera dilakukan tindakan pencegahan yang
tepat. Maka seseorang yang digigit hewan yang menderita rabies kemungkinan
tidak akan menderita rabies. Orang yang digigit kelinci dan hewan pengerat
(termasuk bajing dan tikus)tidak memerlukan pengobatan lebih lanjut karena
hewan-hewan tersebut jarang terinfeksi rabies. Tetapi bila digigit binatang
buas (sigung, rakun, rubah, dan kelelawar) diperlukan pengobatan lebih lanjut
karena hewan-hewan tersebut mungkin saja terinfeksi rabies.
§ Tindakan pencegahan yang paling penting adalah
penanganan luka gigitan sesegera mungkin. Daerah yang digigit dibersihkan
dengan sabun, tusukan yang dalam dosemprotkan dengan air sabun. Jika luka telah
dibersihkan, kepada pemberita yang belum pernah mendapatkan imunisasi dengan
vaksin rabies diberikan suntikan immunoglobin rabies, dimana separuh dari
dosisnnya disuntikkan di tempat gigitan.
§ Jika belum pernah mendapatkan imunisasi, maka
suntikan vaksin rabies diberikan pada saat digigit hewan rabies dan pada hari
ke 3, 7, 14, dan 28. Nyeri dan pembengkakan di tempat suntikan biasanya
bersifat ringan. Jarang terjadi reaksi alergi yang serius, kurang dari 1 % yang
mengalami demam setelah menjalani vaksinasi.
§ Jika penderita pernah mendapatkan vaksinasi, maka
risiko menderita rabies akan berkurang, tetapi luka gigitan harus tetap
dibersihkan dan diberikan 2 dosis vaksin (pada hari 0 dan 2)
§ Sebelum ditemukannya pengobatan, kematian biasanya
terjadi dalam 3-10 hari. Kebanyakan penderita meninggal karena sumbatan jalan
nafas (asfiksia), kejang, kelelahan, atau kelumpuhan total. Meskipun kematian
karena rabies diduga tidak dapat dihindarkan, tetapi beberapa orang penderita
selamat. Mereka dipindahkan ke ruang perawatan intensif untuk diawasi terhadap
gejala-gejala pada paru-paru, jantung, dan otak. Pemberian vaksin maupun
immunoglobulinrabies tampaknya efektif jika suatu saat penderita menunjukkan
gejala-gejala rabies.
2.10 Tips Bila Digigit Anjing
-
Cuci luka
gigitan itu dengan air mengalir dan sabun kurang lebih 10-15 menit. Mencuci
luka gigitan dengan air dan sabun bisa menghilangkan setidaknya 92% virus
rabies.
-
Setelah itu
baru ketempat kesehatan terdekat untuk meminta perawatan lebih lanjut dan
mendapatkan VAR (vaksinasi anti rabies)
-
Jangan langsung
ke tempat kesehatan setelah digigit anjing karena itu memberikan waktu untuk
virus masuk dalam tubuh. Jadi ditekankan agar mencuci luka
segera setelah digigit.
-
Usahakan untuk menangkap anjing
tersebut dan kurungatau diikat untuk memastikan apakah anjing tersebut
menderita rabies atau tidak. Jika anjing mati dalam rentang waktu kurang lebih
10 hari setelah menggigit, maka dipastikan anjing tersebut tertular rabies.
-
Untuk VAR dilakukan selam 3 kali
yaitu :
-
Pertama, saat digigit
-
Kedua, seminggu setelah digigit
-
Ketiga, tiga minggu setelah digigit
Apabila anjing telah dibunuh atau
mati setelah menggigit, maka VAR harus dijalani secara penuh. Dengan
pelaksanaan VAR secara lengkap, maka pertahanan tubuh untuk rabies yang
dibentuk oleh vaksin akan maksimal, jika setengah-setengah maka pertahanan
tubuh yang terbentuk juga tidak maksimal.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN RABIES
3.1. Konsep
Dasar Penyakit
a.
Pengertian
Rabies (penyakit anjing gila) adalah penyakit infeksi akut
pada susunan saraf pusat yang disebabkan oleh virus rabies, dan ditularkan
melalui gigitan hewan penular rabies terutama anjing, kucing, dan kera.
b.
Etiologi
Adapun penyebab dari rabies adalah :
• Virus rabies.
• Gigitan hewan atau manusia yang terkena rabies.
• Air liur hewan atau manusia yang terkena rabies.
• Virus rabies.
• Gigitan hewan atau manusia yang terkena rabies.
• Air liur hewan atau manusia yang terkena rabies.
d.
Patofisiologi
Virus rabies terdapat dalam air liur hewan yang terinfeksi.
Hewan ini menularkan infeksi kepada hewan lainnya atu manusia melalui gigitan
dan kadang melalui jilatan.Virus akan berpindah dari tempatnya masuk melalui
saraf-saraf menuju ke medulla spinalis dan otak, dimana mereka berkembangbiak.
Selanjutnya virus akan berpindah lagi melalui saraf menuju ke kelenjar liur dan
masuk ke dalam air liur.
Banyak hewan yang bisa menularkan rabies kepada manusia.
Yang paling sering menjadi sumber dari rabies adalah anjing; hewan lainnya yang
juga bisa menjadi sumber penularan rabies adalah kucing, kelelawar, rakun,
sigung, rubah.Rabies pada anjing masih sering ditemukan di Amerika Latin,
Afrika dan Asia, karena tidak semua hewan peliharaan mendapatkan vaksinasi
untuk penyakit ini.Hewan yang terinfeksi bisa mengalami rabies buas atau rabies
jinak.Pada rabies buas, hewan yang terkena tampak gelisah dan ganas, kemudian
menjadi lumpuh dan mati. Pada rabies jinak, sejak awal telah terjadi kelumpuhan
lokal atau kelumpuhan total.Meskipun sangat-sangat jarang, rabies bisa
ditularkan melalui penghirupan udara yang tercemar. Telah dilaporkan 2 kasus
yang terjadi pada penjelajah yang menghirup udara di dalam goa dimana banyak
terdapat kelelawar.
e.
Manifestasi Klinis
Gejala biasanya mulai timbul dalam waktu 30-50 hari setelah
terinfeksi, tetapi masa inkubasinya bervariasi dari 10 hari sampai lebih dari 1
tahun. Masa inkubasi biasanya paling pendek pada orang yang digigit pada
kepala, tempat yang tertutup celana pendek, atau bila gigitan terdapat di
banyak tempat.Pada 20% penderita, rabies dimulai dengan kelumpuhan pada tungkai
bawah yang menjalar ke seluruh tubuh.
Tetapi penyakit ini biasanya dimulai dengan periode yang
pendek dari depresi mental, keresahan, tidak enak badan dan demam. Keresahan
akan meningkat menjadi kegembiraan yang tak terkendali dan penderita akan
mengeluarkan air liur. Kejang otot tenggorokan dan pita suara bisa menyebankan
rasa sakit luar biasa. Kejang ini terjadi akibat adanya gangguan daerah otak
yang mengatur proses menelan dan pernafasan. Angin sepoi-sepoi dan mencoba
untuk minum air bisa menyebabkan kekejangan ini. Oleh karena itu penderita
rabies tidak dapat minum. Karena hal inilah, maka penyakit ini kadang-kadang
juga disebut hidrofobia (takut air).
f.
Pemeriksaan Fisik
• Palpasi : Apakah ada kaku
kuduk atau tidak?
Adakah distensia abdomen
serta kekakuan otot pada abdomen ?
Adakah pembesaran lien dan hepar ?
Adakah pembesaran lien dan hepar ?
• Auskultasi : Adakah suara
napas tambahan ?
Bagaimana keadaan dan
frekwensi jantung serta iramanya ?
Adakah bunyi tambahan ?
Adakah bradicardi atau
tachycardia ?
Peristaltik usus ?
• Perkusi : Apakah ada
distensi abdomen?
•Infeksi : Amati bentuk dada
klien, bagaimana gerak pernapasan,
frekwensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi Intercostale ? Adakah tanda rhisus sardonicus, opistotonus, trimus ? Apakah ada gangguan nervus cranial ?
frekwensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi Intercostale ? Adakah tanda rhisus sardonicus, opistotonus, trimus ? Apakah ada gangguan nervus cranial ?
g. Pemeriksaan
Penunjang
1.
Elektroensefalogram ( EEG ) :
dipakai unutk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.
2.
Pemindaian CT : menggunakan kajian
sinar X yang lebih sensitif dri biasanya untuk mendeteksi perbedaan kerapatan
jaringan.
3.
Magneti resonance imaging ( MRI )
: menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapanganmagnetik dan gelombang
radio, berguna untuk memperlihatkan daerah – daerah otak yang itdak jelas
terliht bila menggunakan pemindaian CT.
4.
Pemindaian positron emission
tomography ( PET ) : untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu
menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolik atau alirann darah dalam otak.
5.
Uji laboratorium
Pungsi lumbal : menganalisis cairan
serebrovaskuler
Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit
Panel elektrolit
Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit
Panel elektrolit
Skrining toksik dari serum dan urin
GDA
Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N < 200 mq/dl)
BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.
Elektrolit : K, Na
Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )
Natrium ( N 135 – 144 meq/dl
Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N < 200 mq/dl)
BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.
Elektrolit : K, Na
Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )
Natrium ( N 135 – 144 meq/dl
h.
Tindakan Pengobatan
1.
Jika segera dilakukan tindakan
pencegahan yang tepat, maka seseorang yang digigit hewan yang menderita rabies
kemungkian tidak akan menderita rabies. Orang yang digigit kelinci dan hewan
pengerat (termasuk bajing dan tikus) tidak memerlukan pengobatan lebih lanjut
karena hewan-hewan tersebut jarang terinfeksi rabies. Tetapi bila digigit
binatang buas (sigung, rakun, rubah, dan kelelawar) diperlukan pengobatan lebih
lanjut karena hewan-hewan tersebut mungkin saja terinfeksi rabies.
2.
Tindakan pencegahan yang paling
penting adalah penanganan luka gigitan sesegera mungkin. Daerah yang digigit
dibersihkan dengan sabun, tusukan yang dalam disemprot dengan air sabun. Jika
luka telah dibersihkan, kepada penderita yang belum pernah mendapatkan
imunisasi dengan vaksin rabies diberikan suntikan immunoglobulin rabies, dimana
separuh dari dosisnya disuntikkan di tempat gigitan.
3.
Jika belum pernah mendapatkan
imunisasi, maka suntikan vaksin rabies diberikan pada saat digigit hewan rabies
dan pada hari ke 3, 7, 14, dan 28. Nyeri dan pembengkakan di tempat suntikan
biasanya bersifat ringan. Jarang terjadi reaksi alergi yang serius, kurang dari
1% yang mengalami demam setelah menjalani vaksinasi.
4.
Jika penderita pernah mendapatkan
vaksinasi, maka risiko menderita rabies akan berkurang, tetapi luka gigitan
harus tetap dibersihkan dan diberikan 2 dosis vaksin (pada hari 0 dan 2).
5.
Sebelum ditemukannya pengobatan,
kematian biasanya terjadi dalam 3-10 hari. Kebanyakan penderita meninggal
karena sumbatan jalan nafas (asfiksia), kejang, kelelahan atau kelumpuhan
total. Meskipun kematian karena rabies diduga tidak dapat dihindarkan, tetapi
beberapa orang penderita selamat. Mereka dipindahkan ke ruang perawatan
intensif untuk diawasi terhadap gejala-gejala pada paru-paru, jantung, dan
otak. Pemberian vaksin maupun imunoglobulin rabies tampaknya efektif jika suatu
saat penderita menunjukkan gejala-gejala rabies.
i. Pencegahan
Langkah-langkah
untuk mencegah rabies bisa diambil sebelum terjangkit virus atau segera setelah
terjangkit. Sebagai contoh, vaksinasi bisa diberikan kapada orang-orang yang
berisiko tinggi terhadap terjangkitnya virus, yaitu :
1.
Dokter hewan.
2.
Petugas laboratorium yang
menangani hewan-hewan yang terinfeksi.
3.
Orang-orang yang menetap atau
tinggal lebih dari 30 hari di daerah yang rabies pada anjing banyak ditemukan.
4.
Para penjelajah gua kelelawar.
5.
Vaksinasi memberikan perlindungan
seumur hidup. Tetapi kadar antibodi akan menurun, sehingga orang yang berisiko
tinggi terhadap penyebaran selanjutnya harus mendapatkan dosis buster vaksinasi
setiap 2 tahun.
3.2. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Rabies
I.
Diagnosa Keperawatan
Pengkajian
mengenai:
a.
Status Pernafasan
-
Peningkatan tingkat pernapasan
-
Takikardi
-
Suhu umumnya meningkat (37,9º C)
-
Menggigil
b. Status Nutrisi
-
kesulitan dalam menelan makanan
-
berapa berat badan pasien
-
mual dan muntah
-
porsi makanan dihabiskan
-
status gizi
c. Status
Neurosensori
-
Adanya tanda-tanda inflamasi
d. Keamanan
-
kejang
-
kelemahan
e. Integritas
Ego
-
Klien merasa cemas
-
Klien kurang paham tentang
penyakitnya
Pengkajian Fisik Neurologik :
1.
Tanda – tanda vital
-
Suhu
-
Pernapasan
-
Denyut jantung
-
Tekanan darah
-
Tekanan nadi
2.
Hasil pemeriksaan kepala
-
Fontanel : menonjol, rata, cekung
-
Bentuk Umum Kepala
3. Reaksi pupil
-
Ukuran
-
Reaksi terhadap cahaya
-
Kesamaan respon
4. Tingkat kesadaran
-
Kewaspadaan : respon terhadap
panggilan
-
Iritabilitas
Letargi dan rasa mengantuk
Letargi dan rasa mengantuk
-
Orientasi terhadap diri sendiri
dan orang lain
5.
Afek
-
Alam perasaan
-
Labilitas
6. Aktivitas kejang
-
Jenis
-
Lamanya
7. Fungsi sensoris
-
Reaksi terhadap nyeri
-
Reaksi terhadap suhu
8. Refleks
-
Refleks tendo superfisial
-
Reflek patologi
II. Diagnosa Keperawatan
1.
Gangguan pola nafas berhubungan
dengan afiksia
2.
Gangguan pola nutrisi berhubungan
dengan penurunan refleks menelan
3.
Demam berhubungan dengan viremia
4.
Cemas (keluarga) berhubungan
kurang terpajan informasi
5.
Resiko cedera berhubungan dengan
kejang dan kelemahan
6.
Resiko infeksi berhubungan dengan
luka terbuka
III. Intervensi
No. Dx. Keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
Rasional
1.
Gangguan pola nafas berhubungan
dengan afiksia
Setelah diberikan tindakan keperawatan, diharapkan pasien bernafas tanpa ada gangguan, dengan kriteria hasil :
Setelah diberikan tindakan keperawatan, diharapkan pasien bernafas tanpa ada gangguan, dengan kriteria hasil :
-pasien bernafas,tanpa
ada gangguan.
-pasien tidak
menggunakan alat bantu dalam bernafas
-respirasi normal
(16-20 X/menit)
a.
Obsevasi tanda- tanda vital pasien
terutama respirasi.
b.
Beri pasien alat bantu pernafasan
seperti O2.
c.
Beri posisi yang nyaman.
d.
Tanda vital merupakan acuan untuk
melihat kondisi pasien.
e.
O2 membantu pasien dalam bernafas.
f.
posisi yang nyaman akan membantu
pasien dalam bernafas.
2.
Gangguan pola nutrisi berhubungn
dengan penurunan refleks menelan Setelah dilakukan tindakan keperawatan
diharapkan kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi, dengan kriteria hasil :
-
pasien mampu menghabiskan makanan
sesuai dengan porsi yang diberikan /dibutuhkan.
a.
Kaji keluhan mual, sakit menelan,
dan muntah yang dialami pasien.
b.
Kaji cara / bagaimana makanan
dihidangkan.
c.
Berikan makanan yang mudah ditelan
seperti bubur.
d.
Berikan makanan dalam porsi kecil
dan frekuensi sering.
e.
Catat jumlah / porsi makanan yang
dihabiskan oleh pasien setiap hari.
f.
Berikan obat-obatan antiemetik
sesuai program dokter.
g.
Ukur berat badan pasien setiap
minggu.
h.
Untuk menetapkan cara
mengatasinya.
i.
Cara menghidangkan makanan dapat
mempengaruhi nafsu makan pasien.
j.
Membantu mengurangi kelelahan
pasien dan meningkatkan asupan makanan
k.
Untuk menghindari mual
l.
Untuk mengetahui pemenuhan
kebutuhan nutrisi.
m.
Antiemetik membantu pasien
mengurangi rasa mual dan muntah dan diharapkan intake nutrisi pasien meningkat.
n.
Untuk mengetahui status gizi
pasien
3.
Demam berhubungan dengan viremia
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan demam pasien teratasi, dengan
criteria hasil :
-
Suhu tubuh normal (36 – 370C).
-
Pasien bebas dari demam.
a.
Kaji saat timbulnya demam
b.
Observasi tanda vital (suhu, nadi,
tensi, pernafasan) setiap 3 jam
c.
Berikan kompres hangat
d.
Berikan terapi cairan intravena
dan obat-obatan sesuai program dokter.
e.
.untuk mengidentifikasi pola demam
pasien.
f.
Tanda vital merupakan acuan untuk
mengetahui keadaan umum pasien.
g.
dengan vasodilatasi dapat
meningkatkan penguapan dan mempercepat penurunan suhu tubuh.
h.
Pemberian cairan sangat penting
bagi pasien dengan suhu tinggi.
4.
Cemas (keluarga) berhubungan
kurang terpajan informasi tentang penyakit.
Setelah diberikan
tindakan keperawatan diharapkan tingkat kecemasan keluarga pasien
menurun/hilang,dengan kriteria hasil :
-
Melaporkan cemas berkurang sampai
hilang
-
Melaporkan pengetahuan yang cukup
terhadap penyakit pasien
-
Keluarga menerima keadaan panyakit
yang dialami pasien.
a.
Kaji tingkat kecemasan keluarga.
b.
Jelaskan kepada keluarga tentang
penyakit dan kondisi pasien.
c.
Berikan dukungan dan support
kepada keluarga pasien. a. Untuk mengetahui tingkat cemas,dan mengambil cara
apa yang akan digunakan
d.
informasi yang benar tentang
kondisi pasien akan mengurangi tingkat kecemasan keluarga.
e.
Dengan dukungan dan support,akan
mengurangi rasa cemas keluarga pasien.
5.
Resiko cedera berhubungan dengan
kejang dan kelemahan
Setelah diberikan
tindakan keperawatan, diharapkan pasien tidak mengalami cedera,dengan kriteria
hasil :
a.
Klien tidak ada cedera akibat
serangan kejang
b.
Klien tidur dengan tempat tidur
pengaman
c.
Tidak terjadi serangan kejang
ulang.
d.
Suhu 36 – 37,5 º C , Nadi
60-80x/menit, Respirasi 16-20 x/menit
e.
Kesadaran composmentis
f.
Tempatkan klien pada tempat tidur
yang memakai pengaman di ruang yang tenang dan nyaman.
g.
Anjurkan klien istirahat
h.
Sediakan disamping tempat tidur
tongue spatel dan gudel untuk mencegah lidah jatuh ke belakng apabila klien
kejang.
i.
Lindungi klien pada saat kejang
dengan :
-
longgarakn pakaian
-
posisi miring ke satu sisi
-
jauhkan klien dari alat yang dapat
melukainya
-
kencangkan pengaman tempat tidur
-
lakukan suction bila banyak sekret
j.
catat penyebab mulainya kejang,
proses berapa lama, adanya sianosis dan inkontinesia, deviasi dari mata dan
gejala-hgejala lainnya yang timbul.
k.
sesudah kejang observasi TTV
setiap 15-30 menit dan obseervasi keadaan klien sampai benar-benar pulih dari
kejang.
h.observasi efek samping dan keefektifan obat.
h.observasi efek samping dan keefektifan obat.
l.
observasi adanya depresi
pernafasan dan gangguan irama jantung.
m. lakukan pemeriksaan neurologis setelah kejang
n.
kerja sama dengan tim :
-
pemberian obat antikonvulsan dosis
tinggi
-
pemeberian antikonvulsan (valium,
dilantin, phenobarbital)
-
pemberian oksigen tambahan
-
pemberian cairan parenteral
-
pembuatan CT scan a.Penemuan
faktor pencetus untuk memutuskan rantai penyebaran virus rabies.
o.
Tempat yang nyaman dan tenang
dapat mengurangi stimuli atau rangsangan yang dapat menimbulkan kejang
p.
efektivitas energi yang dibutuhkan
untuk metabolisme.
q.
lidah jatung dapat menimbulkan
obstruksi jalan nafas.
r.
tindakan untuk mengurangi atau
mencegah terjadinya cedera fisik.
s.
dokumentasi untuk pedoman dalam
penaganan berikutnya.
t.
tanda-tanda vital indikator
terhadap perkembangan penyakitnya dan gambaran status umum klien.
u.
efek samping dan efektifnya obat
diperlukan motitoring untuk tindakan lanjut.
v.
.kompliksi kejang dapat terjadi
depresi pernafasan dan kelainan irama jantung.
w. kompliksi kejang dapat terjadi depresi pernafasan dan kelainan irama
jantung.
x.
untuk mengantisipasi kejang,
kejang berulang dengan menggunakan obat antikonvulsan baik berupa bolus,
syringe pump.
6.
Resiko infeksi berhubungan dengan
luka terbuka
Setelah diberikan
tindakan keperawatan 3X24 jam diharapkan tidak terjadi tanda-tanda infeksi.
a.
Kriteria Hasil:
Tidak terdapat tanda
tanda infeksi seperti:
-
Kalor,dubor,tumor,dolor,dan
fungsionalasia
-
TTV dalam batas normal a.Kaji
tanda – tanda infeksi
b.
Pantau TTV,terutama suhu tubuh.
c.
Ajarkan teknik aseptik pada pasien
d.
Cuci tangan sebelum memberi asuhan
keperawatan ke pasien.
e.
Lakukan perawatan luka yang
steril. a.Untuk mengetahui apakah pasian mengalami infeksi. Dan untuk menentukan
tindakan keperawatan berikutnya.
f.
Tanda vital merupakan acuan untuk
mengetahuikeadaan umum pasien. Perubahan suhu menjadi tinggi merupakan salah
satu tanda – tanda infeksi.
g.
Meminimalisasi terjadinya infeksi
h.
Mencegah terjadinya infeksi
nosokomial.
i.
Perawatan luka yang steril
meminimalisasi terjadinya infeksi.
IV. Evaluasi
IV. Evaluasi
j.
Dx 1 :- pasien tidak mengalami
gangguan dalam bernafas
-pasien tidak menggunakan alat bantu dalam bernafas.
-pasien tidak menggunakan alat bantu dalam bernafas.
k.
Dx 2 : - Pasien tidak mengalami
gangguan dalam makan dan minum.
- Pasien bisa menelan dengan baik
- Pasien bisa menelan dengan baik
-Pasien tidak mengalami
penurunan berat badan.
l. Dx
3 : -Suhu pasien normal (36-370C)
- Pasien tidak mengeluh demam
- Pasien tidak mengeluh demam
m. Dx
4 :- Keluarga pasien tidak cemas lagi.
- Keluarga pasien bisa memahami kondisi pasiendan ikut membantu dalam pemberian pengobatan.
- Keluarga pasien bisa memahami kondisi pasiendan ikut membantu dalam pemberian pengobatan.
n. Dx
5 :-Pasien tidak mengalami cedera.
- Pasien tidak mengalami kejang
- Pasien tidak mengalami kejang
o. Dx
6 : -Tidak ada tanda – tanda infeksi seperti :
-
kalor,dolor,tumor,dubor,dan
fungsionalasia.
-
Luka pasien terjaga dan terawat.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Rabies merupakan penyakit menular
yang mematikan yang ditularkan oleh hewan melalui gigitannya. Virus rabies
banyak terkandung dalam kelenjar liur hewan yang telah terinfeksi virus ini
sehingga gigitannya inilah yang sangat berbahaya. Bila tergigit, maka tindakan
yang harus kita lakukan adalah mencuci daerah gigitan tersebut dengan sabun dan
pada air yang mengalir untuk meminimalkan virus yang masuk ke pembuluh darah.
Setelah itu barulah dibawa ke tenaga kesehatan untuk mendapatkan vaksinasi anti
rabies secara bertahap agar kita tidak terinfeksi virus rabies ini.
4.2 Saran
Bila memiliki binatnag peliharaan
baik itu anjing, kucing, burung atau lain sebagainya, hendaknya selalu menjaga
kebersihan hewan tersebut dan bawalah hewan peliharaan anda ke dokter hewan
untuk mendapatkan vaksinasi.
DAFTAR PUSTAKA
· Sacharin Rosa M. (1996). Prinsip Keperawatan Pediatrik. Alih bahasa :
Maulanny R.F. Jakarta : EGC.
· Arjatmo T.(2001). Keadaan Gawat Yang Mengancam Jiwa. Jakarta : gaya
baru
· Kejang Pada Anak. www. Pediatrik.com/knal.php
· Lynda Juall C, 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan,
Penerjemah Monica Ester, EGC, Jakarta
· Marilyn E. Doenges, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, Penerjemah
Kariasa I Made, EGC, Jakarta
· Santosa NI, 1989, Perawatan I (Dasar-Dasar Keperawatan), Depkes RI,
Jakarta.
· Suharso Darto, 1994, Pedoman Diagnosis dan Terapi, F.K. Universitas
Airlangga, Surabaya.
· The Gau’ : http//:www.muhsakirmsg.blogspot.com/
· Bali Post, Selasa 15 September 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan Tinggalkan Komentar Untuk Perbaikan Postingan Selanjutnya !