Eliminasi Urine( BAK)
Fisiologi Eliminasi Urine
Eliminasi urine tergantung pada fungsi ginjal ,
ureter, kandung kemih, dan uretra. Ginjal menyaring produk limbah dari darah
untuk membentuk urine. Ureter mentransportasi urine dari ginjal ke kandung
kemih. Kandung kemih menyimpan urine sampai timbul keingan untuk berkemih.
Urine keluar dari tubuh melalui uretra. Semua organ sistem perkemihan harus
utuh dan berfungsi supaya urine berhasil dikeluarkan dengan baik.
Anatomi saluran perkemihan
a. Ginjal
Bentuknya seperti biji kacang, jumlahnya ada dua di
kiri dan kanan. Terletak di kedua sisi medula spinalis, dibalik rongga
peritoneum. Berwarna coklat agak kemerahan. Dalam keadaan normal, ginja kiri
lebih tinggi 1,5 sampai 2 cm dari ginjal kanan karena posisi anatomi hati.
Setiap ginjal secara khas berukuran 12 cm x 7 cm dan memiliki berat 120 sampai
150 gram.
Darah sampai ke ginjal melalui arteri renalis,
arteri renalis masuk ginjal melalui hilum. Setiap ginjal berisi 1 juta Nefron
yang merupakan unit fungsional ginjal, membentuk urine. Nefron tersusun
atas Glomelurus, Kapsula Bowman, Tubulus Proksimal, Ansa Henle, Tubulus
Distal, dan Tubulus Pengumpul.
Ginjal menghasilkan beberapa hormon penting untuk
memproduksi sel darah merah (SDM), pengaturan tekanan darah, dan mineralisasi
tulang. Sehingga ginjal bertanggung jawab untuk mempertahankan volume normal
SDM. Ginjal memproduksi eritropoietin, sebuah hormon yang terutama dilepaskan
dari sel-sel glomelurus khusus yang dapat merasakan adanya penurunan oksigenasi
sel darah merah (hipoksia lokal). Fungsi eritropoietin di dalam sumsum tulang
untuk menstimulasi eritropoiesis (produksi dan pematangan SDM) dengan mengubah
sel induk tertentu menjadi ertitroblas(McCance dan Huether, 1994). Renin adalah
hormon lain yang di produksi oleh ginjal. Fungsi utama hormon ini adalah untuk
mengatur aliran darah pada waktu terjadinya iskemia ginjal (penurunan suplai
darah.
Ginjal juga berperan penting dalam pengaturan
kalsium dan fosfat. Selain itu ginjal juga bertugas mempertahankan homeostatis
cairan tubuh melalui beberapa cara :
ü Pengaturan volume cairan
ü Pengaturan jumlah elektrolit tubuh
ü Pengaturan keseimbangan asam basa
tubuh
ü Ekskresi sisa-sisa metabolisme
ü Reabsorpsi bahan yang bersifat vital
untuk tubuh
ü Fungsi hormonal dan metabolisme
b. Ureter
Ureter adalah tabung yang berasal dari ginjal dan
bermuara di kandung kemih. Panjangnya sekitar 25 cm dan diameternya 1,25 cm.
Bagian atas ureter berdilatasi dan melekat pada hilus ginjal, sedangkan bagian
bawahnya memasuki kandung kemih pada sudut posterior dasar kandung kemih.
Urine di dorong melewati ureter dengan gelombang
peristaltis yang terjadi sekitar 1-4 kali per menit. Pada pertemuan antara
ureter dan kandung kemih, terdapat lipatan membran mukosa yang bertindak
sebagai katup guna mencegah refluks urine kembali ke ureter sehingga mencegah
penyebaran infeksi dari kandung kemih ke atas.
Dinding ureter dibentuk dari tiga lapisan jaringan.
Lapisan bagian dalam merupakan membran mukosa yang berlanjut sampai lapisan
pelvis renalis dan kandung kemih. Lapisan tengah terdiri dari serabut otot
polos yang mentransfor urine melalui ureter dengan gerakan peristaltis yang
distimulasi oleh distensi urine di kandung kemih. Lapisan luar ureter adalah
jaringan penyambung fibrosa yang menyokong ureter.
Ureter masuk ke dalam dinding posterior kandung
kemih dengan posisi miring. Pengaturan ini dalam kondisi normal mencegah
refklus urine dari kandung kemih ke dalam ureter selama mikturisi (proses
berkemih) dengan menekan ureter pada sambungan ureterovesikalis (sambungan
ureter dengan kandung kemih).
c. Kandung Kemih
Kandung kemih (vesika urinaria) adalah kantung
maskular tempat urine bermuara dari ureter. Kandung kemih merupakan suatu organ
cekung yang berdistensi dan tersusun atas jaringan otot serta merupakan wadah
tempat urine dan merupakan organ eksresi.
Ketika kosong atau setengah terisi, kandung kemih
terletak di belakang simfisis pubis. Pada pria, kandung kemih terletak diantara
kelenjar prostat dan rektum; pada wanita, kandung kemih terletak antara uterus
dan vagina. Dinding kandung kemih sangat elastis sehingga mampu menahan
renggangan yang sangat besar. Saat penuh, kandung kemih bisa melebihi simfisis
pubis, bahkan bisa setinggi umbilikus.
Dinding kandung kemih memiliki empat lapisan :
Lapisan mukosa di dalam, sebuah lapisan submukosa pada jaringan penyambung,
sebuah lapisan otot, dan sebuah lapisan otot, dan sebuah lapisan serosa di
bagian luar.
Lapisan otot memiliki berkas-berkas serabut otot
yang membentuk otot detrusor. Serabut saraf parasimpatis menstimulasi otot
detrusor selama proses perkemihan. Sfingter uretra interna, yang tersusun atas
kumpulan otot yang berbentuk seperti cincin, berada pada dasar kandung kemih
tempat sfingter tersebut bergabung dengan uretra. Sfingter mencegah urine
keluar dari kandung kemih dan berada dibawah kontrol volunter (kontrol otot
yang disadari).
d. Uretra
Uretra membentang dari kandung kemih sampai meatus
uretra. Panjang uretra pada pria sekitar 20 cm dan membentang
dari kandung kemih sampai ujung penis. Uretra pria terdiri atas tiga bagian,
yaitu uretra pars prostatika, uretra pars membranosa, dan uretra pars spongiosa.
Uretra pada wanita memiliki panjang sekitar 4 sampai 6,5 cm. Panjang
uretra yang pendek pada wanita menjadi faktor predisposisi untuk mengalami
infeksi. Bakteri dapat dengan mudah masuk ke dalam uretra dari perineum,
sehingga wanita lebih rentan mengalami infeksi saluran kemih.
Pada wanita meatus urinarius (lubang) terletak
diantara labia minora, di atas vagina dan di bawah klitoris. Pada pria meatus
terletak pada ujung distal penis.
a. Ciri-ciri urine normal
ü Jumlah dalam 24 jam ± 1.500 cc,
bergantung pada banyaknya asupan cairan
ü Berwarna orange bening, pucat, tanpa
endapan
ü Berbau tajam
ü Sedikit asam ( pH rata-rata 6)
b. Proses pembentukan urine
Ada tiga proses dasar yang berperan dalam
pembentukan urine : filtrasi glomelurus, reabsorpsi tubulus, dan sekresi
tubulus.
1.
Filtrat
Glomerulus. Proses ini terjadi karena permukaan aferen lebih besar dari
permukaan eferen sehingga terjadi penyerapan darah. Saat darah melalui
glomerulus, terjadi filtrasi plasma bebas-protein menembus membran kapiler
glomerulus ke dalam kapsula Bowman. Filtrat yang lolos tersebut terdiri atas
air, glukosa, natrium, klorida, sulfat, dan bikarbonat yang kemudian diteruskan
ke tubulus ginjal.
2.
Reabsorpsi
Tubulus. Pada tubulus bagian atas, terjadi penyerapan kembali sebagian besar
zat-zat penting, seperti glukosa, natrium, klorida, sulfat, dan ion bikarbonat.
Proses tersebut berlangsung secara pasif yang dikenal dengan istilah reabsorpsi
obligator. Apabila diperlukan, tubulus bawah akan menyerap kembali natrium dan
ion bikarbonat melalui proses aktif yang dikenal dengan istilah reabsorpsi
fakultatif. Zat-zat yang direabsorpsi tersebut diangkut oleh kapiler
peritubulus ke vena dan kemudian ke jantung untuk kembali diedarkan.
3.
Sekresi
Tubulus. Mekanisme ini merupakan cara kedua bagi darah untuk masuk ke dalam
tubulus di samping melalui filtrat glomerulus. Melalui sekresi tubulus, zat-zat
tertentu pada plasma yang tidak berhasil disaring di kapiler tubulus dapat
lebih dieliminasi.
Faktor
yang memengaruhi eliminasi urine
1.
Pertumbuhan
dan perkembangan. Jumlah urine yang diekskresikan dapat dipengaruhi oleh usia
dan berat badan seseorang. Normalnya, bayi dan anak-anak mengekskresikan
400-500ml urine setiap harinya. Sedangkan orang dewasa mengekskresikan
1500-1600ml urine per hari. Dengan kata lain, bayi yang beratnya 10% orang
dewasa mampu mengekskresikan urine 33% lebih banyak dari orang dewasa. Seiring
penuaan, lansia juga mengalami perubahan pada fungsi ginjal dan kandung
kemihnya sehingga mengakibatkan perubahan pola eliminasi urine(mis. Nokturia,
sering berkemih, residu urine). Sedangkan ibu hamil dapat mengalami peningkatan
keinginan miksi akibat adanya penekanan pada kandung kemih.
2.
Asupan
cairan. Kebiasaan mengonsumsi jenis makanan atau minuman tertentu (mis., teh,
kopi, coklat, alkohol) dapat menyebabkan peningkatan ekskresi urine karena
dapat menghambat hormon antidiuretik (ADH).
3.
Kebiasaan/gaya
hidup. Gaya hidup ada kaitannya dengan kebiasaan seseorang ketika berkemih.
Sebagai contoh, seseorang yang terbiasa buang air kecil di sungai atau di alam
bebas akan mengalami kesulitan ketika harus berkemih di toilet atau menggunakan
pispot pada saat sakit.
4.
Faktor
psikologis. Kondisi stress dan kecemasan dapat menyebabkan peningkatan stimulus
berkemih, di samping stimulus buang air besar (diare) sebagai upaya kompensasi.
5.
Aktivitas
dan tonus otot. Eliminasi urine membutuhkan kerja (kontraksi) otot-otot kandung
kemih, abdomen, dan pelvis. Jika terjadi gangguan pada kemampuan tonus otot,
dorongan akan berkemih juga akan berkurang. Aktivitas dapat meningkatkan
kemampuan metabolisme dan produksi urine secara optimal.
6.
Kondisi
patologis. Kondisi sakit seperti demam dapat menyebabkan penurunan produksi
urine akibat banyaknya cairan yang dikeluarkan melalui penguapan kulit. Kondisi
inflamasi dan iritasi organ kemih dapat menyebabkan retensi urine.
7.
Medikasi.
Penggunaan obat-obat tertentu (mis., diuretik) dapat meningkatkan haluaran
urine, sedangkan penggunaan antikolirgenik dapat menyebabkan retensi urine.
8.
Prosedur
pembedahan. Tindakan pembedahan menyebabkan stress yang akan memicu sindrom
adaptasi umum. Kelenjar hipofisis anterior akan melepaskan hormon ADH sehingga
meningkatkan reabsorpsi air dan menurunkan haluaran urine. Selain itu, respon
stress juga meningkatkan kadar aldosteron yang mengakibatkan penurunan haluarab
urine.
9. Pemeriksaan diagnostik. Prosedur
pemeriksaan saluran perkemihan, seperti pielogram intravena dan urogram, tidak
membolehkan pasien mengonsumsi cairan per oral sehingga akan memengaruhi
haluaran urine. Selain itu, pemeriksaan diagnostik yang bertujuan melihat
langsung struktur perkemihan (mis., sitoskopi) dapat menyebabkan edema
pada outlet uretra dan spasme pada sfingter kandung kemih. Ini
menyebabkan klien sering mengalami retensi urine dan mengeluarkan urine
berwarna merah muda akibat adanya perdarahan.
Eliminasi fekal ( BAB)
Eliminasi fekal adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh berupa
bowel (feses). Pengeluaran feses yang sering, dalam jumlah besar dan
karakteristiknya normal biasanya berbanding lurus dengan rendahnya insiden
kanker kolorektal (Robinson & Weigley, 1989). Defekasi adalah pengeluaran
feses dari anus dan rektum. Hal ini juga disebut bowel movement. Frekwensi
defekasi pada setiap orang sangat bervariasi dari beberapa kali perhari sampai
2 atau 3 kali perminggu. Banyaknya feses juga bervariasi setiap orang.
Ketika gelombang peristaltik mendorong feses kedalam kolon sigmoid dan
rektum, saraf sensoris dalam rektum dirangsang dan individu menjadi sadar
terhadap kebutuhan untuk defekasi. Eliminasi yang teratur dari sisa-sisa
produksi usus penting untuk fungsi tubuh yang normal. Perubahan pada eliminasi
dapat menyebabkan masalah pada gastrointestinal dan bagian tubuh yang lain.
Karena fungsi usus tergantung pada keseimbangan beberapa faktor, pola eliminasi
dan kebiasaan masing-masing orang berbeda.
Klien sering meminta pertolongan dari perawat untuk memelihara
kebiasaan eliminasi yang normal. Keadaan sakit dapat menghindari mereka sesuai
dengan program yang teratur. Mereka menjadi tidak mempunyai kemampuan fisik
untuk menggunakan fasilitas toilet yang normal ; lingkungan rumah bisa
menghadirkan hambatan untuk klien dengan perubahan mobilitas, perubahan
kebutuhan peralatan kamar mandi. Untuk menangani masalah eliminasi klien,
perawata harus mengerti proses eliminasi yang normal dan faktor-faktor yang
mempengaruhi eliminasi Eliminasi produk sisa pencernaan yang teratur merupakan
aspek penting untuk fungsi normal tubuh. Perubahan eliminasi dapat menyebabkan
masalah pada sistem gastrointestinal dan system tubuh lainnya.
PENCERNAAN NORMAL DAN ELIMINASI
Saluran gastrointestiral ( GI ) merupakan serangkaian organ muscular
berongga yang dilapisi oleh membrane mukosa ( selaput lendir ). Tujuan kerja
organ ini ialah mengabsorpsi cairan dan nutrisi, menyiapkan makanan untuk
diabsorpsi dan digunakan oleh sel – sel tubuh, serta menyediakan tempat
penyimpanan fese sementara. Fungsi utama system GI adalah membuat keseimbangan
cairan. GI juga menerima banyak sekresi dari organ – organ, seperti kandung
empedu dan pancreas. Setiap kondisi yang secara serius mengganggu absorpsi atau
sekresi normal cairan GI, dapat menyebabkan ketidakseimbangan cairan.
Faktor eliminasi fekal:
1. Usia
Perubahan dalam tahapan perkembangan dalam mempengaruhi status
eliminasi terjadi disepanjang kehidupan. Seorang bayi memiliki lambung yang
kecil dan lebih sedikit menyekresi enzim pencernaan. Beberapa makanan, seperti
zat pati yang kompleks, ditoleransi dengan buruk. Bayi tidak mampu mengontrol
defekasi karana kurangnya perkembangan neuromuskolar. Perkembangan ini biasanya
tidak terjadi sampai 2 sampai 3 tahun. Pertumbuhan usus besar terjadi sangat
pesat selama masa remaja. Sekresi HCL meningkat khususnya pada anak laki-laki.
Anak remaja biasanya mengkonsumsi makana dalam jumlah lebih besar. Sistem GI
pada lansia sering mengalami perubahan sehingga merusak proses pencernaan dan
eliminasi.
Beberapa lansia mungkin tidak lagi memiliki gigi sehingga mereka tidak
mampu mengunyah makanan dengan baik. Makanan yang memasuki saluran GI hanya
dikunyah sebagian dan tidak dapat dicerna karena jumlah enzim pencernaan didalam
saliva dan volume asam lambung menurun seiring dengan proseas penuaan.
Ketidakmampuan untuk mencerna makanan yang mengandung lemak mencerminkan
terjadinya kehilangan enzim limpase.
2. Diet
Asupan makanan setiap hari secara teratur membantu mempertahankan pola
peristaltic yang teratur di dalam kolon. Makanan yang dikonsumsi individu
mempengaruhi eliminasi. Serat, residu makanan yang tidak dapat dicerna,
memungkinkan terbentuknya masa dalam materi feses. Makanan pembentuk masa
mengabsorbsi cairan sehingga meningkatkan masa feses. Dinding usus teregang,
menciptakan gerakan peristaltic dan menimbulkan reflex defekasi. Usus bayi yang
belum matang biasanya tidak dapat mentoleransi makanan berserat sampai usianya
mencapai beberapa bulan. Dengan menstimulasi peristaltic, masa makanan berjalan
dengan cepat melalui usus, mempertahankan feses tetap lunak. Makanan-makanan
berikut mengandung serat dalam jumlah tinggi (masa).
i. Buah-buahan mentah
(apel,jeruk)
ii. Buah-buahan yang diolah (prum,apricot)
iii. Sayur-sayuran (bayam,kangkung,kubis)
iv. Sayur-sayuran mentah (seledri,mentimun)
v. Gandum utuh (sereal, roti)
ii. Buah-buahan yang diolah (prum,apricot)
iii. Sayur-sayuran (bayam,kangkung,kubis)
iv. Sayur-sayuran mentah (seledri,mentimun)
v. Gandum utuh (sereal, roti)
Mengkonsumsi makanan tinggi serat meningkatkan kemungkinan normalnya
pola eliminasi jika factor lain juga normal. Makanan yang menghasilkan gas,
seperti bawang, kembang kol, dan buncis juga menstimulasi peristaltic. Gas yang
dihasilkan membuat dinding usus berdistensi , meningkatkan motilitas kolon.
Beberapa makanan pedas dapat meningkatkan peristaltic , tetapi juga dapat
menyebabkan pencernaan tidak berlangsung dan feses menjadi encer.
Beberapa jenis makanan, seperti susu dan produk-produk susu, sulit atau tidak mungkin dicerna oleh beberapa individu. Hal ini disebabkan oleh intoleransi laktosa. Laktosa, suatu bentuk karbohidrat sederhana yang ditemukan di dalam susu, secara normal dipecah oleh enzim lactase. Intoleransi terhadap makana tertentu dapat mengakibatkan diare, distensi gas, dank ram.
Beberapa jenis makanan, seperti susu dan produk-produk susu, sulit atau tidak mungkin dicerna oleh beberapa individu. Hal ini disebabkan oleh intoleransi laktosa. Laktosa, suatu bentuk karbohidrat sederhana yang ditemukan di dalam susu, secara normal dipecah oleh enzim lactase. Intoleransi terhadap makana tertentu dapat mengakibatkan diare, distensi gas, dank ram.
3. Asupan Cairan
Asupan cairan yang tidak adekuat atau gangguan yang menyebabkan
kehilangan cairan (seperti muntah) mempengaruhi karakter feses. Cairan
mengencerkan isi usus, memudahkannya bergerak melalui kolon. Asupan cairan yang
menurun memperlambat pergerakan makanan yang melalui usus. Orang dewasa harus
minum 6 sampai 8 gelas (1400 sampai 2000ml) cairan setiap hari. Minuman ringan
yang hangat dan jus buah memperlunak feses dan meningkatkan peristaltic.
Konsumsi susu dalam jumlah besar dapat memperlambat peristaltic pada beberapa
individu dan menyebabkan konstipasi.
4. Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik meninkatkan peristaltic, sementara imobilisasi menekan
motilitas kolon. Ambulasi dini setelah klien menderita suatu penyakit
dianjurkan untuk meningkatkan dipertahankannya eliminasi normal
Upaya mempertahankan tonus otot rangka, yang digunakan selama proses
defekasi, merupakan hal yang penting. Melemahnya otot-otot dasar panggul dan
abdomen merusak kemampuan individu untuk meningkatkan tekanan intraabdomen dan
untuk mengontrol sfingter eksterna. Tonus otot dapat melemah atau hilang akibat
penyakit yang berlangsung dalam jangka waktu lama atau penyakit neurologis yang
merusak transmisi saraf.
5. Faktor Psikologis
Fungsi dari hampir semua sistem tubuh dapat mengalami gangguan akibat
stress emosional yang lama. Apabila individu mengalami kecemasan, ketakutan,
atau marah, muncul respons stress, yang memungkinkan tubuh membuat pertahanan.
Untuk menyediakan nutrisi yang dibutuhkan dalam upaya pertahanan tersebut,
proses pencernaan dipercepat dan peristaltic meningkat. Efek samping
peristaltic yang meningkat antara lain diare dan distensi gas. Apabila individu
mengalami depresi, sistem saraf otonom memperlambat impuls saraf dan
peristaltic dapat menurun.
Sejumlah penyakit pada saluran GI dapat dikaitkan dengan stress.
Penyakit ini meliputi colitis ulseratif, ulkus lambung, dan penyakit crohn.
Upaya penelitian berulang yang dilakukan sejak lama telah gagal membuktikan
mitos bahwa penyebab klien mengalami penyakit tersebut adalah karena memiliki
kondisi psikopatologis. Namu, ansietas dan depresi mungkin merupakan akibat
dari masalah kronik tersebut (cooke,1991)
6. Kebiasaan pribadi
Kebiasaan eliminasi pribadi mempengaruhi fungsi usus. Kebanyakan
individu merasa lebih mudah melakukan defekasi dikamar mandi mereka sendiri
pada waktu yang paling efektif dan paling nyaman bagi mereka. Jadwal kerja yang
sibuk dapat mengganggu kebiasaan dan mengakibatkan perubahan seperti
konstipasi. Individu harus mencari waktu terbaik untuk melaksanakan
eliminasinya. Reflex gastrokolik adalah reflex yang paling mudah distimulasi
untuk menimbulkan defekasi setelah sarapan.
7. Posisi Selama Defekasi
Posisi jongkok merupakan posisi yang normal saat melakukan defekasi.
Toilet modern dirancang untuk memfasilitasi posisi ini, sehingga memungkinkan
individu untuk duduk tegak ke arah depan, mengeluarkan tekanan intraabdomen dan
mengontraksi otot-otot pahanya. Namun, klien lansia atau individu yang
menderita penyakit sendi, seperti artritis, mungkin tidak mampu bangkit dari
tempat duduk tpilet memampukan klienuntuk bangun dari posisi duduk di toilet
tanpa bantuan. Klien yang mengguanakan alat tersebut dan individu yang
berposter pendek, mungkin membutuhkan pijakan kaki yang memungkinkan ia
menekluk pinggulnya dengan benar.
Untuk klien imobilisasi di tempat tidur, defekasi seringkali dirasakan
sulit. Posisi telentang tidak memungkinkan klien mengontraksi otot-otot yang
digunakan selama defekasi. Membantu klien ke posisi duduk yang lebih normal
pada pispot. Akan meningkatkan kemampuan defekasi.
8. Nyeri
Dalam kondisi normal, kegiatan defekasi tidak menimbulkan nyeri. Namun,
pada sejumlah kondisi, termasukhemoroid, bedah rectum, fistula rectum, bedah
abdomen, dan melahirkan anak dapat menimbulkan rasa tidak nyaman ketika
defekasi. Pada kondisi-kondisi seperti ini, klien seringkali mensupresi
keinginanya untuk berdefekasi guna menghindari rasa nyeri yang mungkin akan
timbul. Konstipasi merupakan masalah umum pada klien yang merasa nyeri selama
defekasi.
9. Kehamilan
Seiring dengan meningkatnya usia kehamilan dan ukuran fetus, tekanan
diberikan pada rectum. Obsetruksi semenmtara akibat keberadaan fectus
mengganggu pengeluaran feses. Konstipasi adalah masalah umum yang muncul pada
trimester terakhir. Wanita hamilselama defekasi dapat menyebabkan
terbentukannya hemoroid yang permanen.
10. Pembedahan dan Anestesia
Agen anestesi yang digunakan selama proses pembedahan, membuat gerakan
peristaltic berhenti untuk sementara waktu. Agens anestesi yang dihirup
menghambat impuls saraf parasimpatis ke otot usus. Kerja anestesi tersebut
memperlambat atau menghentikan gelombang peristaltic. Klien yang menerima
anestesi local atau regional beresiko lebih kecil untuk mengalami perubahan
eliminasi karena aktivitas usus hanya dipengaruhi sedikitt atau bahkan tidak
dipengaruhi sama sekali.
Pembedahan yang melibatkan manipulasi usus secara langsung, sementara
akan menghentikan gerakan peristaltic. Kondisi ini disebut ileus paralitik yang
biasanya berlangsung sekitar 24 sampai 48 jam. Apabila klien tetap tidak aktif
atau tidak dapat makan setelah pembedahan, kembalinya fungsi normal usus dapat terhambat
lebih lanjut.
11. Obat-obatan
Obat-obatan untuk meningkatkan defekasi telah tersedia . laksatif dan
katartik melunakkan feses dan meningkatkan peristaltic. Waupun sama, kerja
laksatif lebih ringan dari pada katartik. Apabila digunakan dengan benar ,
laktasif dan katartik mempertahankan pola eliminasi normal dengan aman. Namun,
penggunaan katartik dalam jangka waktu lama menyebabkan usus besar kehilangan
tonus ototnya dan menjadi kurang responsive terhadap stimulasi yang diberikan
oleh laksatif . penggunaan laksatif yang berlebihan juga dapat menyebabkan
dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Minyak mineral, sebuah laksatif umum,
menurunkan absorpsi vitamin yang larut dalam lemak. Laksatif dapat mempengaruhi
kemajuan kerja obat lain dengan mengubah waktu transit(missal waktu obat berada
di saluran GI).
Obat-obatan seperti disiklomin HCL (Bentyl) menekan gerakan peristaltic
dan mengobati diare. Beberapa obat memiliki efek samping yang dapat mengganggu
eliminasi. Obat analgesic narkotik menekan gerakan peristaltic. Opiat umumnya
menyebabkan konstipasi. Obat-obatan antikolinergik, seperti atropin, atau
glikopirolat (robinul), menghambat sekresi asam lambung dan menekan motilitas
saluran GI. Walupun bermanfaat dalam mengobati gangguan usus, yakni hiperaktivitas
usus, agens antikolinegik dapat menyebabkan konstipasi, banyak antibiotik
menyebabkan diare dengan menggangu flora bakteri normal didalam saluran GI.
Apabila diare dan kram abdomen yang terkait dengan diare semakin parah,
obat-obatan yang diberikan kepada klien mungkin perlu diubah. Intervensi
keperawatan dapat digunakan untuk diare osmotic, yang disebabkan oleh
obat-obatan hiperosmolar telah diuraikan oleh Fruto(1994)
12. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik, yang melibatkan visualisasi struktur saluran
GI, sering memerlukan dikosongkannya isi dibagian usus. Klien tidak diizinkan
untuk makan atau minum setelah tengah malam jika esoknya akan dilakukan
pemeriksaan, seperti pemeriksaan yang menggunakan barium enema, endoskopi
saluran GI bagian bawah atau serangkaian pemereksaan saluran GI bagian atas.
Pada kasus penggunaan barium enema atau endoskopi, klien biasanya meneri,ma
katartik dan enema. Pengosongan usus dapat mengganggu eliminasi sampai klien
dapat makan dengan normal.
Prosedur pemeriksaan menggunakan barium menimbulkan masalah tambahan.
Barium mengeras jika dibiarkan di dalam saluran GI. Hal ini dapat menyebabkan
konstipasi atau impaksi usus. Seorang klien harus menerima katartik untuk
meningkatkan eliminasi barium setelah prosedur dilakukan. Klien yang mengalami
kegagalan dalam mengevakuasi semua barium, mungkin usus klien perlu dibersihkan
dengan menggunakan enema.
Prosedur
Menggunakan Pispot / Urinal
Pengertian
Tujuan Menggunakan Pispot
a.
Membantu pasien dalam upaya
memenuhi kebutuhan eliminasi
b.
Mengurangi pergerakan pasien
c.
Mengetahui adanya kelainan feces
maupun urine secara visual
Persiapan
a. Persiapan pasien
1.
Mengucapkan salam terapeutik
2.
Memperkenalkan diri
3.
Menjelaskan pada klien dan
keluarga tentang prosedur dan tujuan tindakan yang akan dilaksanakan.
4.
Penjelasan yang disampaikan
dimengerti klien/keluarganya
5.
Selama komunikasi digunakan bahasa
yang jelas, sistematis serta tidak mengancam.
6.
Klien/keluarga diberi kesempatan
bertanya untuk klarifikasi
7.
Privasi klien selama
komunikasi dihargai.
8.
Memperlihatkan kesabaran, penuh
empati, sopan, dan perhatian serta respek selama berkomunikasi dan melakukan
tindakan
9.
Membuat kontrak (waktu, tempat dan
tindakan yang akan dilakukan)
b. Persiapan alat
1.
Pispot
2.
Air dalam botol
3.
Kapas cebok/toilet tissue dalam tempatnya
4.
Sarung tangan bersih, masker dan celemek
5.
Bengkok
6.
Selimut/kain penutup
7.
Perlak dan alasnya
8.
Sampiran
9.
Bel bila tersedia
Prosedur Menggunakan Pispot
a.
Pintu ditutup atau pasang sampiran
b.
Pasang perlak dan alasnya
c.
Cuci tangan,
pasang celemek, masker, sarung tangan bersih dan berdiri disisi klien
d.
Pakaian bagian bawah klien
ditanggalkan kemudian bagian badan yang terbuka ditutup dengan selimut atau
kain penutup yang tersedia
e.
Klien dianjurkan menekuk lututnya
dan mengangkat bokong (jika perlu dibantu oleh perawat lain)
f.
Pispot diatur sampai terletak
dibawah bokong klien, jika klien tidak dapat melakukannya sendiri, perawat
membantu dengan mengangkat bokong klien menggunakan tangan kanan dan tangan
kiri mengatur pispot sampai terpasang tepat dan nyaman
g.
Bila klien sudah selesai, kakinya
direnggangkan dan selimut dibuka. Anus dan daerah genitalia dibersihkan dengan
kapas cebok (tangan kanan menyiram dan tangan kiri membersihkan). Kapas cebok
dibuang kedalam pispot. Angkat pispot dan tutup kembali
h.
Bila klien ingin membersihkan
sendiri, perawat membantu menyiramkan air
i.
Keringkan bokong klien dengan
pengalas
j.
Klien dirapihkan
k.
Alat dirapihkan
l.
Pintu dan sampiran dibuka
n.
Hasil Evaluasi
1.
Pasien tidak merasa lelah dengan
pergerakan yang minimal
2.
Pasien merasa nyaman
o. Melaksanakan dokumentasi :
1.
Catat tindakan yang dilakukan dan
hasil serta respon klien pada lembar catatan klien
2.
Catat tgl dan jam melakukan
tindakan dan nama perawat yang melakukan dan tanda tangan/paraf pada lembar
catatan klien
PROSEDUR PENGGUNAAN URINAL
Tujuan
:
·
Membantu memenuhi eliminasi urine
·
Menampung urine
·
Mengurangi gerakan pasien
Dilakukan pada pasien :
·
Bedrest atau tidak dapat melakukan
sendiri
Persiapan pasien :
·
Pasien diberi tahu tentang tujuan
dan prosedur
·
Psaien dibaringkan dalam posisi
sesuai tindakan dan nyaman
Persiapan
alat :
·
Urinal
·
Pengalas
·
Kapas cebok
·
Handscoon (k/p)
Sumber :
The Gau' 2010 : www.muhsakirmsg.blogspot.com/ Eleminasi Urine dan Fekal
mpret
BalasHapus