REKLAMASI LAHAN ALANG-ALANG MENJADI LAHAN PERTANIAN DENGAN
AGROFORESTRI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
belakang
Lahan alang-alang muncul karena terjadi alih fungsi
hutan menjadi lahan pertanian yang kemudian ditinggalkan atau karena terjadi
kebakaran hutan. Lahan alang-alang sebenarnya bukan lahan yang tidak berguna
karena jika lahan ini dibiarkan dan tidak terjadi kebakaran secara reguler akan
muncul vegetasi lain sebagai suksesi kedua di lahan tersebut.
Vegetasi yang muncul pada suksesi kedua ini
diantaranya paku-pakuan, tumbuhan herbaseus, liana, dan pohon-pohon yang masih
muda sebagai pioneer (Yasiir, 2010). Lepz (1987) dalam Yasiir
(2010) menyebutkan bahwa tahap awal suksesi yang muncul setelah lahan
alang-alang ini tahap selanjutnya perkembangan vegetasi, yang akan menentukan
karakteristik hutan sekunder pengembalian biodiversitas alami. Setelah kembali
menjadi hutan sekunder, maka permasalahan lahan alang-alang dapat dihindari.
1.2.
Rumusan Masalah
Namun, lahan alang-alang yang tersebar di Indonesia telah bersentuhan
dengan masyarakat. Hal ini mengakibatkan banyak kegiatan dilakukan disana,
seperti mecari pakan ternak. Hal tersebut menghambat terjadi suksesi kedua.
Selain itu, kegiatan manusia dapat menimbulkan kebakaran karena kelalaian
meskipun lahan alang-alang secara alami rawan terhadap kebakaran. Hal ini
memperburuk kualitas lahan karena dampak kebakaran terhadap tanah, udara, dan
biodiversitas. Oleh karena itu, perlu dilakukan reklamasi lahan alang-alang
untuk mencegah terjadinya degradasi lahan lebih lanjut.
1.3.
Tujuan dan Manfaat
Reklamasi lahan alang-alang dimaksudkan agar lahan menjadi lebih produktif
baik secara ekonomis maupun ekologis. Reklamasi lahan alang-alang dapat
dilakukan dengan berbagai cara, anatara lain dijadikan hutan, lahan pertanian,
dibiarkan hingga muncul suksesi kedua, dan agroforestri.
Agroforestri merupakan tawaran yang tepat dalam mereklamasi lahan
alang-alang karena fungsi agroforestri sendiri adalah untuk ekologi dan
ekonomi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Lahan
Alang-Alang di Indonesia
Menurut Mulyani (2005) keberadaan lahan alang-alang di Indonesia sangat
luas. Namun, lahan alang-alang tersebut dibiarkan terlantar. Padahal lahan
tersebut dapat dimanfaatkan sebagai lahan pertanian.
Lahan alang-alang yang terlantar tersebar mulai dari Sumatera hingga Nusa
Tenggara dengan luas total 1.085.529 ha. Berikut adalah tabel luas lahan alang-alang
yang terlantar dan berpeluang untuk dijadikan lahan pertanian (Mulyani, 2005).
Tabel 1. Luas lahan terlantar di beberapa propinsi yang telah
diidentifikasi dan berpeluang untuk perluasan areal pertanian
Propinsi
|
Luas lahan terlantar (ha)
|
Prioritas perluasan lahan pertanian (ha)
|
Sumatera Barat
|
19.228
|
17.931
|
Riau
|
290.917
|
47.113
|
Jambi
|
66.576
|
36.310
|
Sumatera
Selatan
|
44.425
|
34.845
|
Bengkulu
|
40.428
|
36.206
|
Lampung
|
75.921
|
75.921
|
Kalimantan
Barat
|
179.225
|
111.855
|
Kalimantan
Tengah
|
25.268
|
25.268
|
Kalimantan
Timur
|
55.129
|
4.519
|
Kalimantan
Selatan
|
147.877
|
106.409
|
Jawa Barat
|
1.953
|
1.953
|
Nusa
Tenggara Timur
|
43.191
|
16.790
|
Sulawesi
Tenggara
|
95.391
|
84.085
|
Jumlah
|
1.085.529
|
599.205
|
Sumber: Mulyani, 2005
Berdasarkan luasnya, lahan alang-alang dapat dibedakan
menjadi 4 kelas, mulai kelas mega hingga mikro (tabel 2). Menurut Garrity et al
(1995) dalam Van Noordwijk (1995), lahan alang-alang mega mencakup 8,6 juta ha
di Indonesia, 5% pada permukaan lahan.
Tabel 2. Tipologi Lahan Alang-Alang Di Asia Tenggara dan Hambatan Untuk
Melakukan Reklamasi
Kelas
|
Skala
(km)
|
Ukuran
(ha)
|
Unit
administrasi
|
Hambatan
untuk reklamasi
|
Mega
|
>10
|
>10.000
|
Lebih dari 1 kabupaten
|
Kebakaran, kepemilikan lahan
|
Makro
|
1-10
|
100-10.000
|
Lebih dari 1 komunitas
|
Kebakaran, kepemilikan lahan,
alternatif yang menguntungkan
|
Meso
|
0,1-1
|
1-100
|
Tidak lebih dari 1 komunitas
|
Kebakaran, kepemilikan lahan,
alternatif yang menguntungkan
|
Mikro
|
<0,1
|
<1
|
Tidak lebih dari 1 pertanian
|
Alternatif yang menguntungkan,
teknik reklamasi
|
Sumber: Garrity et al (1995) dalam Van Noordwijk (1995)
2.2. Dampak
Lahan Alang-Alang
Alang-alang adalah suksesi yang muncul secara alami karena terjadinya
penebangan hutan, perladangan berpindah, dan kebakaran hutan. Hal ini karena
alang-alang mamou hidup di lahan yang basah atau kering, subur atau tidak
subur. Biji tumbuhan ini dapat tertiup angin dan menyebar, sehingga alang-alang
tersebar secara cepat dan luas pada hutan yang terdegradasi.
Alang-alang sangat mudah terbakar terlebih pada musim kemarau. Api
menstimulasi pembungaan dan pertumbuhan kembali akar alang-alang dan disaat
yang sama merusak vegetasi hutan. Jika kebakaran terjadi secara berkala, maka
alang-alang menjadi dominant. Hal tersebut akan membentuk lahan alang-alang
monokultur kecuali bila ada pohon atau semak yang tahan kebakaran. Lebih jauh
lagi, bila muncul alang-alang dan rumput lain yang sangat adaptif terhadap
kebakaran (Friday, et al. 1999)
Lahan alang-alang menjadi tahan karena banyak vegetasi yang tidak dapat
tumbuh berdekatan dengan alang-alang karena sulit berkompetisi untuk mendapat
air, unsur hara, dan cahaya matahari. Beberapa species juga terdampak pada
substansi meracun (alelopati) yang berasal dari akar dan daerah perakaran
alang-alang (Friday, et al. 1999).
2.3. Potensi
Lahan Alang-Alang menjadi Lahan Pertanian
Alang-alang dapat hidup di lahan yang subur maupun tidak subur. Sehingga,
tidak semua tanah di bawah alang-alang tidak produktif. Untuk tanah-tanah yang
subur sangat berpotensi untuk dijadikan lahan pertanian. Permasalahannya adalah
bagaimana menghilangkan alang-alang yang tumbuh di atasnya.
Selain tanah yang subur, lahan alang-alang yang tumbuh pada tanah yang
tidak subur juga berpotensi untuk dijadikan lahan pertanian. Hal ini karena
luas lahan yang mencapai jutaan hektar di seluruh Indonesia. Namun, untuk
mengkonversi lahan alang-alang menjadi lahan pertanian dibutuhkan pengelolaan.
Agar dapat memanfaatkan lahan alang-alang dibutuhkan kegiatan reklamasi lahan
alang-alang.
2.4. Reklamasi
Lahan Alang-Alang
Reklamasi lahan alang-alang bertujuan untuk mengkonversi lahan alang
alang-alang menjadi lebih produktif baik secara ekonomi maupun ekologis.
Reklamasi lahan alang-alang tergantung pada pengendalian api yang bisa terjadi
secara alami maupun aktivitas masyarakat setempat. Sehingga, dalam mereklamasi
lahan alang-alang tidak terlepas oleh peran serta masyarakat setempat.
Kesuksesan reklamasi lahan alang-alang dapat tercapai jika tiga syarat
berikut terpenuhi, yaitu (Friday, et al. 1999):
- Masyarakat
yang mereklamasi lahan alang-alang harus memiliki status kepemilikan lahan
dan pohon yang jelas dan aman.
- Transportasi
dan akses pasar harus memadai
- Mayarakat
harus bekerja sama untuk mencegah kebakaran
Dalam melakukan reklamasi lahan alang-alang terdapat beberapa hal yang
perlu diperhatikan, diantaranya adalah:
1.
Api
Lahan alang-alang sangat berkaitan dengan api. Dalam Friday et al (1999)
bahkan disebutkan bahwa lahan alang-alang “memakan” api. Hal ini berarti
menjaga lahan alang-alang dari kebakaran merupakan syarat utama dalam melakukan
rehabilitasi lahan alang-alang. Penyebab kebakaran lahan alang-alang adalah
faktor alam dan manusia. Faktor alam yang menyebabkan kebakaran alang-alang
adalah iklim. Pada musim kemarau, alang-alang akan menjadi kering dan sirkulasi
udara ke dalam lahan alang-alang bagus, hal tersebut memicu terjadinya
kebakaran. Sedangkan faktor manusia biasanya terjadi karena puntung rokok yang
dibuang sembarangan atau karena kecelakaan lain yang meninggalkan bekas bara
api.
Untuk menjaga lahan alang-alang dari kebakaran dapat dilakukan dengan
beberapa cara, yaitu (Friday et al, 1999):
1. Intercropping
Intercropping dapat dilakukan dengan menanam pohon di lahan alang-alang.
Hal ini juga merupakan usaha konversi lahan alang-alang menjadi lahan yang
lebih bermanfaat. Untuk menjaga pohon yang baru ditanam, maka perlu
membersihkan alang-alang disekitar pohon untuk mencegah terjadinya persaingan
air, unsur hara, dan cahaya serta untuk mencegah terjadinya efek alelopati.
Pohon yang ditanam adalah tipe pohon penaung yang memiliki cukup kanopi untuk
menaungi lahan di bawahnya.
2. Menebas alang-alang
Menebas alang-alang dan memindahkannya dari lahan efektif mencegah
terjadinya kebakaran. Meskipun hasil tebasan alang-alang ditinggal di lahan,
akan mengurangi resiko kebakaran karena sirkulasi udara dari alang-alang yang
terpotong buruk. Namun, kendalanya alang-alang cepat tumbuh kembali meskipun
alang-alang yang masih hijau sulit terbakar, namun kegiatan menebas alang-alang
ini harus dilakukan secara berkala.
3. Menggembalakan ternak di lahan alang-alang
Ternak yang digembalakan di lahan alang-alang akan memakan alang-alang yang
masih hijau sehingga mencegah terjadinya akumulasi alang-alang yang lebih
besar. Namun, keterbatasanya adalah mengggembalakan ternak secara terus menerus
di lahan ini akan menyebabkan tanah menjadi padat dan tandus. Selain itu,
alang-alang yang sudah tua yang tersisa dapat menimbulkan resiko terjadinya
kebakaran.
4. Meratakan alang-alang dengan tanah
Meratakan alang-alang dengan tanah dapat dilakukan dengan menekan batang
alang-alang hingga rata dengan tanah. tujuan kegiatan ini adalah untuk mencegah
sirkulasi udara ke dalam lahan alang-alang karena alang-alang yang padat sulit
dilalui udara.
5. Kepemilikan lahan
Kepemilikan lahan dan pohon yang jelas akan membuat masyarakat setempat
bekerjasama untuk mencegah kebakaran pada lahan alang-alang. Tanpa kerjasama
masyarakat setempat dalam mencegah kebakaran, reklamasi lahan alang-alang akan
sangat sulit. Pada setiap usaha mereklamasi lahan yang menghasilkan produk
dapat dimanfaatkan oleh petani sebagai incentif atas usaha yang mereka lakukan
(Van Noordwijk, 1995).
6. Cara reklamasi
Reklamasi lahan alang-alanmg dapat dilakukan dengan menintensifkan
penggunaan lahan, dapat dijadikan perkebunan tanaman hutan atau tanaman yang
lain, agroforestri atau hanya pertanian semusim. Terdapat perbedaan yang
signifikan antara mengontrol konversi lahan alang-alang pada skala mikro dan
skala mega. Keuntungan konversi tergantung pada kondisi biofisik, sosial, dan
ekonomi setempat (Van Noordwijk, 1995). Langkah-langkah yang harus
dilakukan dalam mereklamasi lahan alang-alang antara lain:
- Menebang
dan memindahkan alang-alang atau mengurangi daya hidupnya
- Mencegah
terjadinya kebakaran
- Tanaman
yang diinginkan harus dapat tumbuh, hal tersebut mungkin membutuhkan
pengelolaan kesuburan tanah.
Reklamasi lahan alang-alang pada dasarnya adalah mengkonversi lahan
alang-alang dengan penggunaan lahan lain yang lebih produktif. Lahan
alang-alang dapat dikonversi menjadi beberapa macam penggunaan lahan lain
(gambar 1). Pemilihan konversi lahan harus dapat memberikan manfaat bagi petani
dan lingkungan.
Pemilihan konversi lahan alang-alang menjadi penggunaan lahan yang lain
harus didasarkan kepada:
1.
Iklim dan
tanah setempat
2.
Kebutuhan
pasar
3.
Kepemilikan
lahan
4.
Ketersediaan
tenaga kerja
5.
Ketersediaan
modal dan sarana produksi pertanian
6.
Jasa
lingkungan
2.5. Reklamasi
Lahan Alang-Alang dengan Agroforestri
Konversi lahan alang-alang menjadi agroforestri merupakan cara reklamasi
yang disarankan. Hal ini karena agroforestri dapat memberikan keuntungan ganda
secara ekonomi karena kombinasi tanaman yang digunakan serta konservasi tanah
dan air. Agroforestri dipilih untuk mereklamasi lahan alang-alang karena
agroforestri memiliki 4 keunggulan menurun Irianto (2008), yaitu:
- Sistem
pertanian campuran dalam agroforestri menghasilkan produktivitas yang
lebih tinggi daripada monokultur karena jika terjadi kegagalan pada salah
satu tanaman maka masih dapat diimbangi oleh tanaman lain.
- Adanya
kombinasi tanaman menghasilkan biodiversitas yang tinggi baik dari produk
maupun jasa. Dari segi ekonomi, biodiversitas tersebut mengurangi resiko
kerugian akibat harga pasar.
- Diversifikasi
produk yang tinggi pada sistem agroforestri diharapkan dapat mengurangi
ketergantungan petani dari produk dari luar.
- Agroforestri
yang memiliki biodiversitas dan diversifikasi produk yang tinggi mampu
menghasilkan hasil yang seimbang sepanjang penggunaan lahan, sehingga
dapat menjamin stabilitas pendapatan petani.
Agroforestri merupakan cara yang mudah untuk mereklamasi lahan alang-alang.
Hal ini karena tanaman pohon pada agroforestri dapat memberikan naungan
sehingga alang-alang tidak dapat tumbuh mengingat alang-alang merupatakan
tanaman C4 yang membutuhkan cahaya matahari penuh. Selain itu, pada
agroforestri dapat dipilih tanaman yang tahan terhadap kebakaran. Hal ini
bertujuan untuk mencegah kebakaran alang-alang yang masih tersisa. Tanah
dibawah alang-alang juga sudah mengalami degradasi yang mengakibatkan penurunan
kesuburan tanah baik secara fisik, kimia, dan biologi. Sementara itu,
agroforestri menghasilkan seresah sebagai bahan organik yang nantinya akan
terdekomposisi menjadi bahan organik tanah yang berfungsi untuk mengembalikan
kesuburan tanah. Secara ekonomi, lahan alang-alang yang sebelumnya tidak
menghasilkan setelah dikonversi menjadi agroforestri dapat memberikan
penghasilan bagi petani.
Terdapat beberapa penelitian yang telah membuktikan bagaimana lahan
alang-alang dapat direklamasi oleh agroforestri. Beberapa hasil penelitian pendahuluan
yang telah dikumpulkan oleh Purnomosidi dan Rahayu menyebutkkan bahwa apabila
sinar matahari yang masuk ke lahan alang-alang sekitar 10%, maka pertumbuhan
alang-alang dapat dikendalikan dalam waktu 4 bulan. Apabila sinar yang masuk
50%, maka perlu waktu yang lebih lama yaitu sekitar 8 bulan. Naungan 25%
(sinar yang masuk sekitar 75%) tidak dapat digunakan untuk mengendalikan
alang-alang, hanya dapat menurunkan viabilitas rhizomanya (Purnomosidhi et al.,
inpress dalam Hairiah et al., 2000). Pengaruh naungan terlihat jelas pada
pertumbuhan alang setelah dilakukan penebasan. Pada naungan 55% rhizoma
alang-alang masih mampu untuk beregenerasi. Hal ini dapat
menyulitkan petani apabila lahan yang dibuka ditujukan untuk tanaman pangan,
karena penyiangan harus terus dilakukan. Pada naungan 88% terlihat bahwa
hanya dalam jangka waktu 2 bulan, kemampuan rhizoma untuk beregenerasi sudah
berkurang.
Parameter yang digunakan sebagai indikator pertumbuhan alang-alang adalah
total biomasanya.
Berdasarkan penelitian Purnomosidi dan Rahayu pola
agroforestri yang dapat digunakan untuk mengendalikan alang-alang antara lain
pola agroforestri dengan tanaman kayu yang cepat tumbuh (misalnya P.
falcataria, A. mangium, P. dasyrrachis, G. sepium), pola agroforestri karet,
pola agroforestri kelapa sawit dan pola agroforestri lada/kopi. Pada pola
agroforestri dengan berbagai pohon, intensitas cahaya yang masuk ke permukaan
tanah bervariasi tergantuk jenis pohon dan umurnya. Intensitas
cahaya yang masuk adalah 18-28% padaP. falcataria umur 5 – 8 tahun,
10% pada A. mangium umur 4 tahu, <20% pada karet umur
7 tahun, 15-20% pada kelapa sawit umur 10 tahun, dan 20% pada lada/kopi yang
dinaungi dengan Gliricidia dicampur tanaman buah-buahan pada umur 10 tahun.
Semakin kecil intensitas cahaya yang masuk maka semakin efektif untuk membunuh
alang-alang.
Pohon yang ditanam di agroforestri tidak serta merta menjadi besar dan
mampu menaungi alang-alang. Sebelum pohon mampu menaungi, maka diperlukan
beberapa perlakuan agar pohon tidak mengalami kompetisi dengan alang-alang utuk
mendapatkan air, unsur hara, dan cahaya bahkan terkena dampak alelopati.
Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan untuk meminimalisasi pengaruh
alang-alang terhadap pohon yang baru ditanam antara lain:
- Pemilihan spesies pohon
Pohon yang dipilih adalah yang memiliki pertumbuhan
cepat dan kerapatan kanopi tinggi
- Membersihkan alang-alang disekitar pohon yang
baru ditanam.
- Menggunakan herbisida untuk mengontrol
alang-alang
- Menambahkan pupuk dan bahan organik karena imperata
tumbuh pada lahan-lahan yang telah terdegradasi bahkan bekas terbakar,
maka kandungan unsur hara tanah diperkirakan menurun
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Lahan alang-alang muncul karena kebakaran hutan atau perladangan berpindah.
Alang-alang dapat tumbuh dimana saja, pada tanah yang subur maupun tidak.
Alang-alang sangat mudah terbakar terlebih pada musim kemarau. Lahan
alang-alang menjadi tahan karena banyak vegetasi yang tidak dapat tumbuh
berdekatan dengan alang-alang karena sulit berkompetisi untuk mendapat air,
unsur hara, dan cahaya matahari. Lahan alang-alang tersebar di seluruh
Indonesia dan memiliki 4 kelas, yaitu mega, makro, meso, dan mikro.
3.2. Saran
Untuk mereklamasi lahan alang-alang yang perlu diperhatikan adalah
kebakaran, kepemilikan lahan, dan cara reklamasi. Salah satu cara reklamasi
lahan alang-alang adalah dengan menkonversi menjadi agroforestri. Agroforestri
dapat mereklamasi alang-alang karena pohon menjadi penaung dan menyebabkan kematian
alang-alang. Semakin rapat kanopi pohon, semakin sedikit intensitas cahaya yang
masuk, maka semakin efektif dalam mematikan alang-alang.
Daftar Pustaka
·
Friday,
Kathleen S, M.Elmo Drilling, and Dennis P. Garrity. 1999. Imperata Grtassland Rehabilition
Using Agroforestry and Assisted Natural Regeneration. ICRAF-SEA. Bogor
·
Irwanto.
2008. Peningkatan Produktivitas Lahan dengan Agroforestri. Dalamwww.irwantoshut.com. Tanggal
akses 1 Maret 2012
·
Mulyani, Anny.
2005. Teknologi untuk Menyulap Lahan Alang-Alang menjadi Lahan Pertanian.
Dalam Tabloid Sinartani edisi 30 Maret 2005.
·
Purnomosidhi,
Pratiknyo dan Subekti Rahayu. Pengendalian Alang-Alang dengan Pola
Agroforestri. ICRAF-SEA. Bogor
·
Turvey,
Nigel D. 1995. Afforestation of Imperata grassland in Indonesia: result of
industrial tree plantation research trial at Teluk Sirih on Pulau Laut,
Kalimantan Selatan. ACIAR Technical Report No. 33
·
Van
Noordwijk. 1995. Can Rehabilitation of Imperata Grassland Help to Protect
Remaining Rain Forest? Tokyo Simposium on Sustainable Agriculture and Rural
Development, 27 Nov/2 Dec 1995
·
Yasiir, J.
Van der Kamp, and P.Buurman. 2010. Secondary Succession after Fire in Imperata
Grassland of East Kalimantan, Indonesia. Dalam 19th world
congress of soil science, soil solution of changing world
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan Tinggalkan Komentar Untuk Perbaikan Postingan Selanjutnya !