PENGENDALIAN KERUSAKAN LINGKUNGAN UNTUK MEWUJUDKAN PEMBANGUNAN
BERKELANJUTAN BERWAWASAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKEADILAN SOSIAL
Oleh: Dinarjati Eka
Puspitasari
Abstract
Dewasa
ini permasalahan kerusakan lingkungan hidup sangat banyak dijumpai. Dari
kebakaran hutan, illegal loging, pencemaran, sedikitnya pencadangan sumber daya
alam, pertambangan, upaya konservasi yang belum dilakukan secara optimal, tidak
terkelolanya sampah dengan tepat sampai dengan munculnya berbagai penyakit yang
diakibatkan oleh lingkungan hidup yang tidak bersih dan sehat. Adapun
pengelolaan lingkungan hidup yang bersih dan sehat merupakan salah satu hak
dari setiap orang sebagai bagian dari Hak Asasi Manusia. Terkait dengan
berbagai permasalahan yang ada, perlu adanya pengendalian kerusakan lingkungan
untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan hidup guna
kepentingan generasi sekarang dan generasi yang akan datang. Upaya pengendalian
tersebut meliputi pencegahan, penanggulangan dan pemulihan. Diharapkan dengan
adanya upaya tersebut, terdapat pencadangan sumber daya alam yang dapat
digunakan manfaatnya oleh semua pihak demi mewujudkan keadilan social dan
kemakmuran rakyat bagi seluruh rakyat Indonesia.
Keadilan
sosial dalam hal pemerataan hasil penggunaan sumber daya alam yang ada di
negara kita saat ini sangat jauh diharapkan. Masih banyak masyarakat yang belum
mendapatkan hasil keuntungannya, hanya dijadikan sebagai buruh dalam
penggarapannya di bertbagai sector industry, tetapi yang banyak mendapat untung
adalah pemilik dan investor asing. Dalam hal ini kesejahteraan dari masyarakat
adat terpinggirkan (mengambil kasus dari permasalahan pertambangan yang yang
berada di hutan adat).
Makalah
ini akan membahas mengenai dua hal yaitu bagaimana pelaksanaan pengendalian
kerusakan lingkungan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan berwawasan
lingkungan hidup yang berkeadilan social. Penelitian dalam makalah ini bersifat
sosilogis normative dengan menggunakan studi pustaka, meneliti berbagai
literature dan kebijakan yang terkait
Kata Kunci : Pengendalian, Kerusakan Lingkungan,
Pembangunan Berkelanjutan Berwawasan Lingkungan Hidup, Keadilan Sosial
PENGENDALIAN KERUSAKAN LINGKUNGAN
UNTUK MEWUJUDKAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
BERWAWASAN
LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKEADILAN SOSIAL
1.
A. PENDAHULUAN
A.
1. Latar
Belakang Masalah
Permasalahan lingkungan semakin lama semakin besar,
meluas dan serius. Dampak-dampak yang terjadi terhada lingkungan tidak
hanya berkait pada satu atau dua segi saja, tetapi kait mengkait sesuai dengan
sifat lingkungan yang memiliki multi mata rantai relasi yang saling
mempengaruhi secara subsistem. Apabila salah satu aspek dari lingkungan terkena
masalah, maka berbagai akan spek lainnya akan mengalami dampak atau akibat
pula.
Persoalan lingkungan seperti pencemaran, kerusakan
sumber daya alam, penyusutan cadangan-cadangan hutan, musnahnya berbagai
spesies hayati, erosi, banjir, bahkan jenis-jenis penyakit yang berkembang
dewasa ini terkait dengan lingkungan yang tidak bersih, seperti demam berdarah,
leptospirosis, chikungunya, typus, muntaber, desentri, kolera, diyakini
merupakan gejala-gejala negative yang secara dominan bersumber dari factor
manusia itu sendiri. Di samping itu persoalan lingkungan yang juga mencuat
akhir-akhir ini adalah illegal looging, kebakaran hutan, menipisnya lapisan
ozon, lahan kritis, global warming, tumpahan minyak di laut, pencemaran limbah
B3, serta punahnya spesies tertentu dari satwa dan tumbuhan langka.
Lingkungan hidup merupakan bagian yang mutlak dari
kehidupan manusia. Dengan kata lain, lingkungan hidup tidak terlepas dari
kehidupan manusia. Manusia mencari makan dan minum serta memenuhi kebutuhan
lainnya dari ketersediaan atau sumber-sumber yang diberikan oleh lingkungan
hidup dan kekayaan alam sebagai sumber pertama dan terpenting bagi pemenuhan
berbagai kebutuhannya. Dari lingkungan hidupnya manusia memanfaatkan
bagan-bagian lingkungan hidup seperti hewan-hewan, tumbuh-tumbuhan, air, udara,
sinar matahari, garam, kayu, barang-barang tambang dan lain sebagainya untuk
keperluan hidupnya. Dari lingkungan hidup, manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan
bias memperoleh daya atau tenaga. Manusia memperoleh kebutujan pokok atau
primer, kebutuhan sekunder atau bahkan memenuhi lebih dari kebutuhannya sendiri
berupa hasrat auat keinginan. Atas dasar lingkungan hidupnya, manusia dapat
berkreasi dan mengembangkan bakat aatau seni.
Permasalahan lingkungan yang sering terjadi di sekitar
kita berupa pencemaran dan perusakan lingkungan dalam hal ini terkurasnya
sumber daya alam. Dampak negative dari menurunnya kualitas lingkungan hidup
karena terjadinya pencemaran dan terkurasnya sumber daya alam adalah timbulnya
ancaman atau dampak negative terhadap kesehatan, menurunnya nilai estetika,
kerugian ekonomi dan terganggunya system alami.
Terkait dengan persoalan lingkungan hidup yang
mengkaitkan dengan lingkungan social di dalamnya adalah terkait dengan
permasalahan pertambangan. Dalam paper ini focus kerusakan lingkungan yang akan
dibahas mendasarkan pada kegiatan pertambangan yang berdampak terhadap
menurunnya sumber daya alam, ketidaksempurnaan ijin lingkungan, serta
ketidakadilan terhadap kesejahteraan warga di sekitar areal pertambangan.
Banyak aktifitas pertambangan yang memicu terjadinya kerusakan lingkungan,
seperti pencemaran, ketersediaan lahan kritis, ketidaksempurnaan AMDAL juga
konflik dengan warga sekitar. Banyak kasus pertambangan yang hingga saat ini
lebih banyak memicu beragam persoalan serius seperti pelanggaran aturan hokum,
konflik social dan horizontal,kerusakan lingkungan yang tidak terkendali,
hingga tindakan kekerasan. Usaha pertambangan ini pun belum banyak memberikan
kesejahteraan yang nyata bagi masyarakat. Jika berbagai persoalan tersebut
tidak segera ditangani, termasuk evaluasi pelaksanaan pemberian usaha
pertambangan, permasalahan akan semakin kritis dan pada saatnya akan
menimbulkan konflik social, perkara hokum dan kerusakan lingkungan yang tidak
terkendali.
1.
2. Perumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat
dirumuskan masalah sebagai berikut : Bagaimanakah pengendalian kerusakan
lingkungan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan
hidup yang berkeadilan social?
1.
B. TINJAUAN
PUSTAKA
A.
1. Lingkungan
dan Ekosistemnya
Pancasila sebagai institusi dasar negara memberikan
fondasi untuk mengatur posisi kehidupan bernegara dalam menjaga ekosistem dan
lingkungan hidup. Sebagai derivasi dari Pancasila, peraturan perundangan negara
Indonesia khususnya UU No 32 Tahun 2009 menjelaskan bahwa kesehatan lingkungan
hidup merupakan hak asasi setiap warga negara. Di dalam mewujudkan lingkungan
yang sehat diperlukan pembangunan ekonomi nasional yang mampu mewujudkan
kerbelanjutan lingkungan hidup.
Proses pembangunan yang berkelanjutan dengan
memerlukan peran serta masyarakat dan diterapkan dalam otonomi daerah. Dengan
diterapkannya otonomi daerah, pembangunan berwawasan lingkungan diharapkan
dapat menyesuaikan dengan karakteristik masing-masing daerah. Perbedaan daya
dukung, tantangan maupun permasalahan lingkungan hidup dari tiap daerah
memerlukan kebijakan otonom yang mampu mengerti arah dari pembangunan ekonomi
dan lingkungan daerah dengan seimbang. Kebijakan otonomi daerah dalam wawasan
lingkungan hendaknya memperhatikan juga pola dari perkembangan lingkungan hidup
di tiap daerah sehingga tingkat kualitas lingkungan hidup dapat merata.
Penurunan kualitas lingkungan hidup juga diatur dalam
peraturan perundangan. Dalam kehidupan bernegara, undang-undang mendorong semua
elemen masyarakat dalam kehidupan bernegara untuk menjaga kualitas lingkungan
hidup. Penurunan kualitas lingkungan hidup di tingkat nasional maupun daerah
menjadi tanggung jawab bersama pemegang kebijakan. Dalam posisi tersebut,
pemegang kebijakan memiliki peran sebagai penggerak kepedulian masyarkat
terhadap keberlanjutan lingkungan hidup, sekaligus memperhatikan dan memelihara
kualitas ekosistem.
Dalam posisi sebagai bagian dari elemen sistem global,
peraturan perudangan dalam naungan Pancasila sebagai dasar negara, menunjukkan
kepedulian terhadap proses pemanansan iklim secara global. Untuk merespon
kondisi tersebut, peran peraturan perundangan semakin diperlukan untuk
memberikan kepastian hukum bagi warga negara untuk mendapatkan lingkungan hidup
yang layak bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Selain itu, peraturan
perudangan diharapkan mampu mendorong seluruh elemen masyarakat untuk
memberikan perlindungan terhadap ekosistem di sekitarnya secara
berkesinambungan.
1.
2. Pembangunan
Berkelanjutan Berwawasan Lingkungan Hidup
Setelah memahami posisi Pancasila sebagai institusi
yang mengatur peran kehidupan berbangsa dan benegara dalam menjaga kualitas
lingkungan hidup, pembangunan berkelanjutan dijadikan sebagai proses teknis
dari amanat konstitusi. Hakikat pembangunan berkelanjutan adalah proses
pembangunan yang terencana dengan memadukan aspek lingkungan hidup, sosial dan
ekonomi ke dalam strategi pembangunan. Dengan adanya keterpaduan antar aspek
tersebut maka diharapkan dapat menjamin kesejahteraan dan kualitas dari
generasi di masa datang.
Dalam menerapkan keterpaduan aspek sosial-ekonomi dan
lingkungan, peran serta masyarakat dan pemerintah dari tingkat nasional dan
daerah diperlukan untuk mewujudkan hal tersebut. Pola pemahaman terhadap
masing-masing aspek beserta keterkaitan antar aspek berfungsi sebagai landasan
untuk dapat melakukan perencanaan dan strategi teknis pembangunan ekonomi
berkelanjutan. Perkembangan sejauh ini menunjukkan bahwa strategi perencanaan
pembangunan sering terlalu fokus terhadap sebuah aspek saja, namun di sisi lain
posisi tersebut memiliki kecenderungan untuk mengabaikan aspek-aspek lain.
Sebagai contoh, pembangunan ekonomi dengan berbasis pertambangan akan mampu
meningkatkan kehidupan sosio-ekonomi masyarakat di sekitar sumber, namun di
sisi lain proses degradasi lingkungan hidup akan terjadi seiring proses
ekplorasi yang sering berjalan tanpa memperhatikan kualitas lingkungan.
Adanya fenomena kontradiksi antara aspek lingkungan
dan aspek sosio-ekonomi menguji sampai sejauh mana peran peraturan perundangan
sebagai derivasi dari Pancasila sebagai dasar negara. Dalam beberapa kasus,
peran peraturan perundangan seperti belum dapat menjamin kualitas lingkungan
hidup yang baik, walopun peraturan tersebut telah mampu memberikan jaminan bagi
kesejahteraan sosio-ekonomi masyarakat. Kondisi ini menunjukkan bahwa peran
peraturan perundangan belum berjalan optimal dalam menjaga keseimbangan
keterpaduan antar aspek dalam kehidupan bernegara. Bahkan dalam beberapa kasus
dapat dilihat bahwa peraturan perundangan justru memicu adanya kontradiksi
antara perkembangan aspek sosio-ekonomi dengan pola kualitas lingkungan hidup
dan ekosistem.
1.
3. Permasalahan
pertambangan di Indonesia
Berkaitan dengan kajian terhadap adanya kontradiksi antar
aspek dalam proses pembangunan ekonomi, peraturan perundangan dalam sektor
pertambangan akan dikaji secara secara umum. Peraturan di sektor pertambangan
mineral dan batubara menjadi elemen yang krusial. Peraturan sektor pertambangan
telah memenuhi kriteria sebagai acuan tata kelola hasil tambang beserta
prosesnya yang dapat bermanfaat bagi negara dan masyarakat. Namun di sisi lain,
peraturan di sektor ini masih belum mampu menjaga kualitas lingkungan hidup.
Dengan kata lain, kondisi kontradiksi telah terjadi bukan hanya dalam hubungan
antar aspek sosio-ekonomi dan lingkungan, tetapi kontradiksi terjadi pada
perundangan yang berkaitan dengan hubungan tersebut.
Dalam perspektif tersebut, sebagai ilustrasi, UU No 4
Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dapat digunakan sebagai
contoh kajian. Pada peraturan tersebut dijelaskan bahwa mineral dan tambang
merupakan sumber daya alam yang berperan menguasai hajat hidup orang banyak
sehingga pengelolaannya harus dikuasai oleh negara. Peraturan tersebut juga
menyatakan bahwa kegiatan pertambangan memberikan nilai tambah dalam
pembangunan ekonomi nasional dan daerah secara berkesinambungan. Di sisi lain,
peraturan tentang pertambangan mineral sesungguhnya telah memberikan amanat
kepada negara dan pemerintah untuk dapat mewujudkan pengelolaan proses
pertambangan dengan efisien, transparan dan memiliki wawasan terhadap
lingkungan.
Secara lebih mendalam, terdapat dua komponen dari UU
No 4 Tahun 2009 yang dapat memicu adanya kontradiksi antara aspek sosio-ekonomi
dan aspek lingkungan hidup. Aspek sosio-ekonomi dapat direpresentasikan dengan
pernyataan bahwa peraturan tersebut nilai tambah ekonomi di tingkat nasional
dan daerah menjadi tujuan dari proses pertambangan. Nilai tambanh ekonomi dapat
menjadi penggerak positif manakala memiliki peran untuk mendukung perkembangan
lingkungan hidup yang sehat dan menjamin kesehatan warga negara. Namun di sisi
lain, apabila aspek tersebut tidak didukung dengan kontrol dan komitmen yang
baik, maka proses pengelolaan pertambangan tidak akan berjalan dengan
transparan dan justru akan menganggu kualitas lingkungan hidup.
1.
C. PEMBAHASAN
Bagian pembahasan dalam makalah ini menganalisa posisi
Pancasila dan peraturan perundangan dalam menjaga keseimbangan antara aspek
sosio-ekonomi dan aspek lingkungan hidup. Posisi keseimbangan antara dua aspek
tersebut merupakan kondisi ideal yang merupakan bagian dari pencerminan prinsip
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Keadilan sosial dapat terwujud
manakala kesejahteraan ekonomi dan pemerataan sosial berkembang dalam kerangka
ekosistem dan lingkungan hidup yang sehat. Peningkatan kesejahteraan ekonomi
tidak akan memiliki nilai keadilan sosial di saat nilai sosio-ekonomi
mengabaikan keadilan terhadap keberlanjutan lingkungan hidup.
Fenomena permasalahan
tersebut akan dikaji dengan analisa Social Wisdom Regulation Model (SWRM).
Model SWRM merupakan inovasi model yang berusaha menjelaskan dengan sederhana
tentang keseimbangan kearifan lokal dalam menjaga lingkungan hidup dengan tetap
mendapatkan manfaat secara sosial dan ekonomi. Sejalan dengan tujuan ini, studi
ini menggunakan dasar konsep dari model Jagung (corn model) ala
Thostein Veblen. Thorstein Veblen (1898) mengembangkan corn model untuk
menjelaskan konflik antara bisnis dan industri sebagai akibat dari sumberdaya
yang terbatas. Model ini juga kemudian dikembangkan untuk melihat kontradiksi
antara lingkungan hidup dan ekonomi (O’Hara 1993, 2007).
Dalam makalah ini, sebagai
modifikasi dari model Veblen (1898) and O’Hara (1993, 2007), Gambar 2
menunjukkan bahwa SWRM dapat melihat peran dari regulationl/local wisdom (peraturan-perundangan/kearifan
lokal) dapat menjaga keseimbangan antara aspek lingkungan hidup dan sekaligus
mengatur sistem relasi aspek sosio-ekonomi. Sebagai simulasi, model ini akan
menggunakan UU No 4 Tahun 2009 sebagai variabel yang akan dievaluasi. Sebagai
asumsi undang-undang tersebut merupaka bentuk derivasi dari Pancasila dan UUD
1945. Sementara aspek sosio-ekonomi direpresentasikan dengan proses pertambangan
mineral yang bertujuan meningkatkan nilai tambah ekonomi sementara proses
pembangunan berkelanjutan dan transparan menjadi bagian dari aspek lingkungan
hidup.
Berdasarkan Gambar 2,
apabila peraturan perundangan (regulasi) terlalu fokus pada aspek sosio-ekonomi
maka diasumsikan akan mengalami titik kritis di crunch point pada
garis O-C, karena mereka mengabaikan aspek lingkungan hidup. Sebaliknya
peraturan juga dapat mengalami crunch point pada garis O-A, apabila mereka
terlalu ekstrim fokus terhadap lingkungan sehingga mengabaikan sistem
sosio-ekonomi. Di antara garis O-A dan O-B terdapat garis A-B-C
yang menunjukkan tingkat efektivitas peraturan dan kearifan lokal dalam
berbagai derajat atau kadar tertentu. Pada garis A-B-C terdapat titik B yang
merupakan area keseimbangan bagi pengelolaan lingkungan hidup dan sistem-relasi
sosio-ekonomi. Dalam hal ini, peraturan perundangan sebagai derivasi dari
Pancasila dan UUD 1945 diharapkan mampu menjaga area B ini agar tetap berjalan
berkesinambungan dalam jangka panjang sehingga dapat mencapai keadilan sosial
bagi masyarakat.
1.
F. KESIMPULAN
DAN SARAN
Berdasarkan analisis dan pembahasan di atas, studi ini
mengambil beberapa kesimpulan yang berkaitan dengan pembangunan berkelanjutan
dan keadilan sosial dalam kerangkan institusi Pancasila:
1.
Institusi Pancasila secara
ideal dapat menstimulasi peraturan perundangan sehingga dua aspek kehidupan
berbangsa dan bernegara dapat berjalan secara sinergi yang meliputi aspek
lingkungan hidup dan aspek sistem sosio-ekonomi
2.
Dalam kerangka realitas,
peraturan perundangan sering belum optimal dalam menjaga keseimbangan antara
aspek lingkungan hidup dan aspek sosio-ekonomi. Kontradiksi antara dua aspek
tersebut terjadi di saat fungsi kontrol dari peraturan perundangan bersifat
lemah. Bahkan dalam kondisi tersebut, peraturan perundangan mengandung beberapa
komponen yang bersifat kontradiktif antara kedua aspek di atas. .
3.
Peraturan perundangan
tentang sumber daya alam dan lingkungan hidup yang baik dan ideal adalah
peraturan yang dapat berperan menjaga keseimbangan karakteristik dan perilaku
masyarakat dalam menjaga lingkungan hidup dan juga dalam memanfaatkan sistem
sosio-ekonomi yang bermanfaat bagi lingkungan hidup dalam jangka panjang.
Proses ini secara ideal akan mampu mewujudkan prinsip keadilan sosial bagi
seluruh rakyat sesuai amanat Pancasila. Hal ini dijelaskan dalam model inovatif Social Wisdom Regulation Model (SWRM).
4.
Model SWRM merupakan model
inovasi dalam studi ini untuk menjelaskan regulasi (peraturan) yang bermanfaat
dalam menjaga lingkungan hidup dan sistem sosio-ekonomi masyarakat secara
harmoni. Namun sebagai keterbatasan penelitian, studi ini belum memasukkan data
yang bersifat primer ke dalam studi ini.
DAFTAR
PUSTAKA DAN BIBLIOGRAPHY
Myrdal, Gunnar. (1968). Asian Drama: An Inquiry into Poverty of
Nations. 3 vols. New York: Twentieth Century Fund.
O’Hara, Philip Anthony.
(1993). “Veblen’s Analysis of Business, Industry and the Limits of Capital”.History of Economic Review, Volume 20,:pp. 95-119.
———. (2007). “Social
Structure of Accumulation in the US and China: The Index of System
Contradiction for Long Waves”. Working
Paper-Global Political Economy Research Unit (GPERU) Curtin University:33 pp.
———. (2008b). “Principle of
Circular and Cumulative Causation: Fusing Myrdallian and Kaldorian Growth and
Development Dynamics”. Journal of
Economics Issues, Volume XLII, (Number 2):pp.
375-387.
Veblen, Thorstein. (1898). The Theory of Leisure Class: An Economic Study
in the Evolution Institutions. New York: Macmillan.
The Gau’ 2011 : www.muhsakirmsg.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan Tinggalkan Komentar Untuk Perbaikan Postingan Selanjutnya !