Makalah
Otonomi Daerah Yang Menjamin Hubungan
Antara Pusat dan Daerah Serta Hubungan Antar Daerah
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Letak geografis Indonesia yang
berupa kepulauan sangat berpengaruh terhadap mekanisme pemerintahan Negara Indonesia.
Dengan keadaan geografis yang berupa kepulauan ini menyebabkan pemerintah sulit
mengkoordinasi pemerintahan yang ada di daerah. Untuk memudahkan pengaturan
atau penataan pemerintahan maka diperlukan adanya berbagai suatu sistem
pemerintahan yang dapat berjalan secara efisien dan mandiri tetapi tetap
dibawah pengawasan dari pemerintah
pusat.
Di era reformasi ini sangat
dibutuhkan sistem pemerintahan yang memungkinkan cepatnya penyaluran aspirasi
rakyat di daerah, namun itu juga tetap berada di bawah pengawasan pemerintah
pusat. Hal tersebut sangat diperlukan karena mulai terdapat munculnya
ancaman-ancaman terhadap keutuhan NKRI, hal tersebut ditandai dengan banyaknya
daerah-daerah yang ingin memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sumber daya alam daerah di Indoinesia yang tidak merata juga merupakan salah
satu penyebab diperlukannya suatu sistem pemerintahan yang memudahkan
pengelolaan sumber daya alam yang merupakan sumber pendapatan daerah sekaligus
menjadi pendapatan nasional.
Sebab seperti yang kita ketahui
bersama bahwa terdapat beberapa daerah yang pembangunannya memang harus lebih
cepat dari pada daerah lain. Karena itulah pemerintah pusat membuat suatu
sistem pengelolaan pemerintahan di tingkat daerah yang disebut otonomi daerah
(OTDA) untuk mengelola potensi-potensi dan sekaligus mengembangkanya.
Pada kenyataannya, otonomi daerah itu sendiri tidak
bisa diserahkan begitu saja terhadap pemerintah daerah. Selain diatur dalam
perundang-undangan, pemerintah pusat juga harus mengawasi keputusan-keputusan
yang diambil oleh pemerintah daerah. Apakah sudah sesuai dengan tujuan nasional
atau tidak, maka dari itu pemerataan pembangunan di seluruh wilayah Republik
Indonesia di dalam pembangunan itu yang bukan hanya kepada tata pengelolaan
pembangunan kota yang strategis, tapi dari aspek yang lain yang sama mesti di
bangun seperti pengembangan kualitas sumberdaya manusia, pembengunan didalam
bidang pendidikan yang mengacu kepada UUD 1945 yang memang
harus benar-benar merata agar tersusun tatanan pola pembangunan yang merata dan
terstruktur bagi tatanan daerah.
1.2. Rumusan
Masalah
Masalah ialah harus dipecahkan secara baik-baik dan benar sesuai prosedur,
dan masalah yang akan disusunpun harus benar-benar dirumuskan dan dipikirkan
secara matang-matang. Berdasarkan latar belakang masalah diatas kita dapat
merumuskan hal/poko permasalahan dalam susunan makalah ini. Ialah sebagai
berikut yang akan menjadi uraian dan sekaliugs menjadi bahasan pada bab
selanjutnya.
1.
Otonomi Daerah antara pusat dan
daerah
2.
Hubungan Otonomi Daerah antara daerah dan daerah
3. Apakah ada
kemungkinan implikasi terhadap keuangan daerah dari otonomi daerah
4. Seperti apakah
implikasi terhadap dinamika politik lokal/Daerah
5. Apa saja ruang
lingkup dari visi otonomi daerah
BAB II
KAJIAN PUSTAKA MENGENAI
OTONOMI DAERAH
2.1.
Hubungan antara
Pusat dan Daerah dalam Otonomi daerah
Daerah otonom yang
merupakan suatu daerah dengan kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai
batas-batas wilayah, berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan
dan kepentingan masyarakat setempat. Kewenangan ini tidak serta merta ada dan
diberikan pada daerah otonom, melainkan telah diatur sebelumnya oleh UU No.32
tahun 2004 tentang pemerintahan daerah. Dalam UU tersebut disebutkan
urusan-urusan pemerintah pusat dan daerah. Sebagai suatu kesatuan masyarakat
hukum, tentunya mereka akan menaati dan menjalankan Undang-undang.
Berbicara mengenai otonomi
maka berbicara pula mengenai sejauh mana kemandirian daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus urusan rumah tangganya sendiri. Tiap-tiap daerah memiliki
tingkat kemandirian yang berbeda-beda. Bagi daerah otonom yang baru terbentuk,
akan banyak sekali memerlukan campur tangan pemerintah pusat untuk
mengembangkan atau menghidupkan daerah itu. Kemandirian daerah otonom
sepenuhnya tidak seratus persen, dikarenakan ada beberapa urusan yang tidak
dapat diurus oleh daerah (baik daerah otonom yang lama terbentuk ataupun baru
terbentuk).
Tidak dapat dipungkiri
bahwa daerah pun masih memerlukan bantuan/ campur tangan pemerintah pusat,
biasanya terkendala pada keuangan daerah yang pendapatan asli daerahnya (PAD)
rendah, hanya mengandalkan pajak saja dirasa tidak akan cukup mandiri bagi
suatu daerah. Campur tangan pemerintah pusat terhadap daerah otonom merupakan
hal yang tidak dapat dipisahkan karena UU No. 32 tahun 2004 secara eksplisit
mengikat kedua hal ini seperti dalam hal tugas pembantuan, hubungan pengawasan,
keuangan, kewenangan dsb. Jadi selain faktor nyata bahwa daerah memerlukan
bantuan pemerintah pusat, UU No. 32 tahun 2004 pun mengikat secara eksplisit
kedua hal ini yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
2.1.1.Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah di
Bidang Pengawasan
Pada dasarnya kegiatan pengawasan ditujukan
sebagai proses pemantauan terhadap pelaksanaan kerja, pemantauan terhadap
pelaksanaan kebijakan, dan pemantauan terhadap hasil kerja bahkan dapat juga
mendeteksi sejauhmana telah terjadi penyimpangan dalam pelaksanaan kerja
tersebut. Selain itu fungsi pengawasan pun lebih ditujukan untuk menghindari
adanya kemungkinan penyelewengan atau penyimpangan atas tujuan yang akan
dicapai. Dalam kaitannya dengan keuangan, pengawasan ditujukan untuk
menghindari terjadinya korupsi, penyelewengan, dan pemborosan anggaran.
Ditinjau dari hubungan pusat dan daerah dalam kerangka otonomi, pengawasan
merupakan “pengikat” kesatuan agar kebebasan otonomi tidak bergerak jauh dengan
kata lain untuk kontrol kebebasan berotonomi.
Bentuk pengawasan dapat berupa pengawasan
represif dan preventif. Pengawasan tersebut dalam kronologi perundang-undangan
ada yang secara tegas mengatur ada pula yang belum mengaturnya. Dalam UU
terdahulu yaitu UU No.1 tahun 1945 tidak (belum) mengatur pengawasan, baik
represif maupun preventif. UU No.22 Tahun 1948 menentukan wewenang pengawasan
represif ada pada presiden. UU No. 5 Tahun 1974 tidak mengatur dengan tegas
organ pemerintahan yang berwenang melakukan pengawasan represif.
Pengawasan dalam bentuknya yang represif dan
preventif tidak secara tegas dijelaskan dalam UU No. 32 tahun 2004, hanya saja
ditemukan/disebutkan dalam pasal 218 bahwasanya pengawasan atas penyelenggaraan
pemerintahan daerah menurut ketentuan pasal 218 UU No. 32 tahun 2004,
dilaksanakan oleh Pemerintah yang meliputi:
a.
Pengawasan atas
pelaksanaan-urusan pemerintahan di daerah;
b.
Pengawasan terhadap
peraturan daerah dan peraturan kepala daerah.
Untuk pengawasan penyelenggaraan pemerintahan
secara nasional dikoordinasikan oleh Menteri Dalam Negeri. Pengawasan
penyelenggaraan pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota dikoordinasikan
oleh Gubernur. Pengawasan penyelenggaraan pemerintahan desa dikoordinasikan
oleh Bupati/Walikota. Bupati dan walikota dalam pembinaan dan
pengawasan dapat melimpahkan kepada camat.
2.1.2.Hubungan Pemerintah
Pusat dan Daerah di Bidang Keuangan
Di dalam kerangka otonomi, kemampuan suatu
daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri tidak terlepas dari
pandangan bahwa daerah harus sanggup/mampu untuk membiayai daerahnya sendiri.
Kemampuan untuk membiayai/mendanai daerah sendiri merupakan tantangan yang
harus dihadapi suatu daerah dalam penyelenggaraan otonomi.
Dalam hal ini mendanai daerah sendiri untuk
anggaran pembelanjaan daerah, menunjukkan bahwa daerah harus mempunyai
sumber-sumber pendapatan sendiri.
Sumber pendapatan daerah salah satunya dapat
diperoleh dari pajak atau retribusi, namun sebagaimana telah disinggung pada
bab sebelumnya, bahwa pajak atau retribusi saja dirasa tidak akan cukup mandiri
bagi suatu daerah. Sumber-sumber lain pun harus didapat dari suatu daerah melalui
pendapatan asli daerah (PAD) berupa perusahaan di daerah ataupun hasil yang
didapat dari pemanfaatan sumber daya alam yang dimiliki daerah.
Dalam hal suatu daerah dengan PAD rendah,
tentunya akan sangat membutuhkan bantuan pemerintah pusat. Hubungan ini memang
tidak dapat dipisahkan, namun dengan begitu tidak berarti daerah selalu
ketergantungan dengan pemerintah pusat. Sejauhmana bantuan akan mempengaruhi
kemandirian daerah, tergantung pada pola dan tujuan dari bantuan itu sendiri.
Dalam hubungan ini, bantuan keuangan dari pusat kepada daerah dapat digolongkan
dalam tiga ketegori utama yaitu:
1.
Bantuan bebas,
maksudnya bantuan dari pusat hanya ditentukan jumlahnya, untuk selebihnya
daerah bebas dalam hal peruntukan dan tata cara penggunaannya. Dalam kategori
bantuan ini, sama sekali tidak mempengaruhi kemandirian daerah, namun
kelemahannya, tidak ada arahan dalam penggunaan dana bantuan, sehingga terbuka
lebar kemungkinan penyalahgunaan dana.
2.
Bantuan dengan pembatasan
tertentu, maksudnya bantuan ditentukan peruntukannya
secara umum oleh Pusat, untuk kemudian peruntukan secara khusus dan tata cara
pemanfaatannya diserahkan sepenuhnya pada daerah. Dalam kategori bantuan ini,
kebebasan suatu daerah sedikit dibatasi, namun dengan begitu segi positifnya pun
dapat diterima karena peruntukan secara umum telah ditentukan oleh pusat
sebagai arahan agar bantuan dimanfaatkan untuk tujuan tertentu secara efektif
dan efisien guna menjamin kegiatan daerah berjalan seirama dengan kebijaksanaan
umum pemerintah pusat.
3.
Bantuan terikat,
maksudnya bantuan telah ditentukan secara rinci peruntukan dan tata cara
pemanfaatannya, sehingga dalam ketegori bantuan ini, tertutup kemungkinan
kebebasan bagi daerah.
Disamping bantuan pemerintah pusat terhadap
daerah, hubungan keuangan pusat dan daerah pun pada hakikatnya mencakup
pembagian sumber pembiayaan antara pemerintah pusat dengan daerah. Berdasarkan
asas desentralisasi semua urusan pemerintahan daerah dibiayai dari APBD,
subsidi, bagi hasil dari pusat, berdasarkan asas dekonsentrasi dibiayai dari
APBN dan berdasarkan asas tugas pembantuan dibiayai oleh pihak yang
menugaskannya (APBN). Pasal 15 ayat (1) UU. No. 32 Tahun 2004, menyebutkan
bahwa Hubungan dalam bidang keuangan
antara Pemerintah dan pemerintahan daerah
meliputi:
a.
Pemberian sumber-sumber
keuangan untuk menyelenggarakan
urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan
daerah;
b.
Pengalokasian dana
perimbangan kepada pemerintahan daerah; dan
c.
Pemberian pinjaman dan/atau
hibah kepada pemerintahan daerah.
Penyelenggaraan fungsi pemerintahan daerah
akan terlaksana secara optimal apabila penyelenggaraan urusan pemerintahan
diikuti dengan pemberian sumber-sumber penerimaan yang cukup kepada daerah,
dengan mengacu kepada Undang-Undang tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, dimana besarnya
disesuaikan dan diselaraskan dengan pembagian kewenangan antara Pemerintah dan
Daerah.
Daerah diberikan hak untuk mendapatkan sumber
keuangan yang antara lain berupa : kepastian tersedianya pendanaan dari
Pemerintah sesuai dengan urusan pemerintah yang diserahkan; kewenangan memungut
dan mendayagunakan pajak dan retribusi daerah dan hak untuk mendapatkan bagi
hasil dari sumber-sumber daya nasional yang berada di daerah dan dana perimbangan
lainnya; hak untuk mengelola kekayaan Daerah dan mendapatkan sumber-sumber
pendapatan lain yang sah serta sumber-sumber pembiayaan.
2.1.3.Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah di
Bidang Pemanfaatan Sumber Daya Alam
Berdasarkan
ketentuan Pasal 17 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004 disebutkan bahwa hubungan
dalam bidang pemanfaatan
sumber daya alam dan sumber daya
lainnya antara Pemerintah pusat dan pemerintahan daerah meliputi:
a.
Kewenangan, tanggung
jawab, pemanfaatan, pemeliharaan, pengendalian dampak,
budidaya, dan pelestarian;
b.
Bagi hasil atas pemanfaatan
sumber daya alam dan sumber daya lainnya; dan
c.
Penyerasian lingkungan dari
tata ruang serta rehabilitasi lahan.
Dari yang telah disebutkan diatas, nampak
jelas bahwa daerah yang memiliki kekayaan sumber daya alam, dalam hal
kewenangan, tanggung jawab, pemanfaatan, pemeliharaan, pengendalian
dampak, budidaya, dan pelestarian melibatkan pula pemerintah pusat.
Dan juga daerah mendapatkan Bagi hasil atas pemanfaatan sumber daya alam dan
sumber daya lainnya bersama dengan pemerintah pusat karena kedua pemerintah ini
ikut andil dalam bidang pemanfaatan sumber daya alam. Pemanfaatan sumber daya
alam dapat diambil contoh pada Provinsi Bengkulu yang memiliki kekayaan SDA
berupa Timah, hasil pemanfaatan timah ini akan juga menjadi pendapatan bagi
daerah (Provinsi Bengkulu). Penulis mengkritisi kegagalan pemerintah pusat
dalam hal pelestarian hutan di Kalimantan yang sudah parah sekali, dan sama
sekali pemerintah pusat tidak berperan mengatasinya. Dalam hal ini menurut
penulis tidak ada pola hubungan pusat dan daerah bidang pemanfaatan SDA
bilamana pelestarian SDA saja tidak dilakukan pemerintah pusat.
2.1.4.Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah di
Bidang Pelayanan Umum
Bidang pelayanan umum menjadikan sorotan yang
cukup penting dalam kajian otonomi. Daerah otonom dengan wewenang untuk
mengatur dan mengurus urusan rumah tangganya, terkadang masih ditemukan bahwa
pelayanan umum dalam daerah tertentu tidak memenuhi standar minimal pelayanan.
Hal ini entah dikarenakan daerah yang tidak perduli ataukah tidak mampu
(keterbatasan kemampuan) dalam menyediakan pelayanan umum yang maksimal. Bila
diambil contoh yaitu dalam penyediaan pelayanan umum berupa rumah sakit, dimana
terdapat fasilitas rumah sakit yang berbeda-beda, ada rumah sakit dengan
fasilitas minim (dibawah standar), adapula yang lengkap. Selain bidang
kesehatan, pelayanan umum bidang transportasi juga perlu diperhatikan seperti
penyediaan halte, penyediaan akses jalan alternative agar memudahkan seseorang
menuju daerah itu.
Seharusnya pemerintah pusat memperhatikan
hal-hal ini dan memfasilitasi serta turut mendanai penyelenggaraan pelayanan
umum di daerah-daerah yang memerlukan penyediaan pelayanan umum agar lebih
maksimal, efektif, dan menjamin kenyamanan masyarakat yang menikmatinya.
Hubungan pemerintah pusat dan daerah di bidang pelayanan umum telah diatur
dalam UU No. 32 tahun 2004 pasal 16 ayat (1) yaitu meliputi:
a.
Kewenangan, tanggung jawab,
dan penentuan standar pelayanan minimal;
b.
Pengalokasian pendanaan
pelayanan umum yang menjadi kewenangan daerah
c.
Fasilitasi pelaksanaan
kerja sama antar pemerintahan daerah dalam penyelenggaraan pelayanan umum.
2.2. Hubungan
Antar Daerah dengan Daerah dalam Otonomi daerah
Dalam
rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan amanat Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah (selanjutnya akan disingkat menjadi UU Pemda)
disebutkan bahwa pemerintahan daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, diarahkan untuk
mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan,
pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya
saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan,
keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik
Indonesia
Efisiensi
dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam UU Pemda perlu
ditingkatkan dengan lebih memperhatikan aspek-aspek hubungan antar susunan
pemerintahan dan antar pemerintahan daerah, potensi dan keanekaragaman daerah,
peluang dan tantangan persaingan global dengan memberikan kewenangan yang
seluas-luasnya kepada daerah disertai dengan pemberian hak dan kewajiban
menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan
pemerintahan negara;
Pemerintahan
daerah dalam Pasal 1 Bab 1 UU Pemda adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan
oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan
dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Pemerintah daerah dalam UU Pemda meliputi :
1. Gubernur
2. Bupati, atau Walikota
3. Perangkat daerah sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan daerah.
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang
selanjutnya disebut DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan daerah.
Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam Pasal 2 UU Pemda
dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas
kabupaten dan kota yang masing-masing mempunyai pemerintahan daerah.
Pemerintahan daerah dalam menjalankan tugasnya :
1. Mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan
2. Menjalankan otonomi seluas-luasnya,
kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah, dengan tujuan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah.
3. Memiliki hubungan dengan Pemerintah dan
dengan pemerintahan daerah lainnya yang meliputi hubungan wewenang, keuangan,
pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya lainnya.
4. Hubungan wewenang, keuangan, pelayanan
umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya menimbulkan hubungan
administrasi dan kewilayahan antarsusunan pemerintahan.
5. Negara mengakui dan menghormati
satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa
yang diatur dengan undang-undang.
6. Negara mengakui dan menghormati
kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya sepanjang
masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Pembentukan
daerah harus memenuhi syarat administratif, teknis, dan fisik kewilayahan.
Syarat administratif sebagaimana dimaksud pada ayat untuk provinsi meliputi
adanya persetujuan DPRD kabupaten/kota dan Bupati/Walikota yang akan menjadi
cakupan wilayah provinsi, persetujuan DPRD provinsi induk dan Gubernur, serta
rekomendasi Menteri Dalam Negeri.Syarat administratif sebagaimana dimaksud pada
ayat untuk kabupaten/kota meliputi adanya persetujuan DPRD kabupaten/kota dan
Bupati/Walikota yang bersangkutan, persetujuan DPRD provinsi dan Gubernur serta
rekomendasi Menteri Dalam Negeri.
Negara
Indonesia adalah negara kesatuan. Karena itu, kedaulatannya tunggal dalam arti
tidak terbagi di antara kesatuan-kesatuan pemerintahan di bawahnya. Meskipun
demikian, dalam Negara Indonesia dibentuk Pemerintah Daerah yang menerima
sebagian kewenangan dari Pemerintah. Pelimpahan wewenang administrasi dari
Pemerintah Pusat kepada pejabatnya di wilayah negara atau wilayah administrasi
disebut dekonsentrasi. Satuan pemerintahan daerah yang diberi limpahan
kewenangan menurut asas dekonsentrasi tidak menimbulkan otonomi daerah.
Sedangkan yang diberi limpahan kewenangan berdasarkan asas desentralisasi atau
devolusi menimbulkan otonomi daerah. Otonomi daerah adalah hak penduduk yang
tinggal dalam suatu daerah sebagai kesatuan masyarakat hukum untuk mengatur,
mengurus, mengendalikan, dan mengembangkan urusannya sendiri sesuai dengan
aspirasi masyarakat setempat dengan tetap menghormati peratuan perundangan yang
berlaku.
Isi
dan luas otonomi daerah menganut ajaran rumah tangga materiil, formal, dan
riil. Ajaran rumah tangga materiil menjelaskan bahwa sejak pembetukannya isi
rumah tangga telah ditentukan antara yang menjadi kewenangan pusat dan daerah.
Ajaran rumah tangga formal menegaskan bahwa isi rumah tangga daerah ditentukan
atas alasan rasional, efektifitas, dan efesiensi. Di sini pemerintah daerah
diberi keleluasaan untuk mengambil inisiatif dan prakarsa sendiri untuk
menentukan isi rumah tangganya.
Sedangkan
ajaran rumah tangga riil menjelaskan bahwa isi rumah tangga didasarkan
faktor-faktor riil yang dimiliki oleh pemerintah daerah.
Kebijakan desentralisasi pada tahun 1999 telah mengubah sistem pemerintahan menjadi desentralistik yang memberi kewenangan luas kepada daerah untuk mengatur dan mengurus kehidupan masyarakat sesuai aspirasi dan kemampuan sumber daya miliknya.Meski demikian, harus diakui pelaksanaan otonomi daerah berdasarkan UU No 22/1999 telah memunculkan pandangan yang mendua terhadap pelaksanaan otonomi daerah itu sendiri.Pertama, ada yang menganggap otonomi daerah akan semakin meningkatkan aktivitas penyelenggaraan pemerintah di daerah karena besarnya kewenangan yang diserahkan kepada kabupaten/kota dan otonomi terbatas kepada provinsi.Kedua, otonomi daerah justru menimbulkan inefisiensi dan inefektivitas karena kewenangan yang diberikan terlalu luas dan munculnya eksklusivisme kedaerahan yang kaku. Pandangan seperti itu mungkin diilhami oleh harapan dan kekhawatiran berlebihan karena pengalaman telah membuktikan bahwa sistem sentralistik ternyata tidak kondusif bagi pemberdayaan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Kebijakan desentralisasi pada tahun 1999 telah mengubah sistem pemerintahan menjadi desentralistik yang memberi kewenangan luas kepada daerah untuk mengatur dan mengurus kehidupan masyarakat sesuai aspirasi dan kemampuan sumber daya miliknya.Meski demikian, harus diakui pelaksanaan otonomi daerah berdasarkan UU No 22/1999 telah memunculkan pandangan yang mendua terhadap pelaksanaan otonomi daerah itu sendiri.Pertama, ada yang menganggap otonomi daerah akan semakin meningkatkan aktivitas penyelenggaraan pemerintah di daerah karena besarnya kewenangan yang diserahkan kepada kabupaten/kota dan otonomi terbatas kepada provinsi.Kedua, otonomi daerah justru menimbulkan inefisiensi dan inefektivitas karena kewenangan yang diberikan terlalu luas dan munculnya eksklusivisme kedaerahan yang kaku. Pandangan seperti itu mungkin diilhami oleh harapan dan kekhawatiran berlebihan karena pengalaman telah membuktikan bahwa sistem sentralistik ternyata tidak kondusif bagi pemberdayaan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Sesuai
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Juncto Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004
Kewenangan Pemerintah Pusat sedikit tapi mendasar dan strategis. Sedangkan
kewenangan daerah lebih besar. Daerah kabupaten/kota adalah penerima kewenangan
terbesar. Sedangkan daerah provinsi menerima kewenangan yang bersifat
koordinatif, pengawasan, dan pembinaan. Dasar pemikirannya adalah,
kabupaten/kota merupakan unit pemerintahan yang langsung melayani masyarakat.
Oleh karena itu, bobot kewenangan harus dititik beratkan pada unit pemerintahan
ini, bukan pada provinsi. Provinsi diberi kewenangan koordinasi antar
kabupaten/kota yang berada di bawah koordinasinya. Disamping itu, sebagai wakil
pemerintah pusat di daerah, gubernur juga diberi kewenangan pengawasan dan
pembinaan terhadap kabupaten/kota.
Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Juncto Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004,
Pemerintah provinsi menganut asas dekonsentrasi sekaligus desentralisasi.
Berdasarkan asas dekonsentrasi maka provinsi merupakan wilayah administrasi.
Berdasarkan asas desentralisasi maka provinsi menjadi daerah otonom. Implikasi
struktural dari diterapkannya asas dekonsentrasi dan sekaligus desentralisasi
membuat provinsi menjadi administrasi sekaligus daerah otonom.
Sebagai wilayah administrasi, provinsi menerima kebijakan politik dari pemerintah pusat. Kebijakan tersebut dilaksanakan oleh Gubernur sebagai kepala wilayah administrasi. Disini gubernur sebagai Kepala wilayah administrasi. Disini Gubernur bertindak atas nama pemerintah pusat, bukan atas nama kepala daerah otonom. Dalam hubungannya dengan Pemerintah Kabupaten/Kota menurut Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Dekonsentrasi, kewenangan yang dilimpahkan kepada Gubernur selaku wakil pemerintah pusat terhadap daerah kabupaten/kota :
Sebagai wilayah administrasi, provinsi menerima kebijakan politik dari pemerintah pusat. Kebijakan tersebut dilaksanakan oleh Gubernur sebagai kepala wilayah administrasi. Disini gubernur sebagai Kepala wilayah administrasi. Disini Gubernur bertindak atas nama pemerintah pusat, bukan atas nama kepala daerah otonom. Dalam hubungannya dengan Pemerintah Kabupaten/Kota menurut Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Dekonsentrasi, kewenangan yang dilimpahkan kepada Gubernur selaku wakil pemerintah pusat terhadap daerah kabupaten/kota :
1. Koordinasi wilayah, perencanaan,
pelaksanaan,sektoral, kelembagaan, pembinaan, pengawasan,dan penggendalian.
2. Fasilitas kerjasamam dan penyelesaian
perselisihan antar Daerah dalam wilayah kerjanya
3. Pelantikan Bupati/Walikota.
4. Pemeliharaan hubungan yang serasi
antara pemerintah dengan daerah otonom wilayahnya dalam rangka memelihara dan
menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
5. Pengkoordinasian terselenggaranya
pemerintahan daerah yang baik, bersih, dan bertanggung jawab, baik yang
dilakukan oleh Badan Eksekutif Daerah maupun Badan Legislatif Daerah.
6. Pembinaan penyelenggaraan pemerintahan
daerah kabupaten/kota.
7. Pengawasan refresif terhadap Peraturan
Daerah, Keputusan Kepala Daerah, dan Keputusan DPRD, serta Keputusan Pimpinan
DPRD Kabupaten/Kota
8. Pemberian pertimbangan terhadap
pembentukan, pemekaran, penghapusan, dan penggabungan daerah.
Dalam
hal provinsi sebagai daerah otonom maka pemerintah kabupaten/kota bukanlah
bawahan provinsi. Tapi dalam hal provinsi sebagai dalam kedudukannya sebagai
wilayah administrasi maka pemerintah kabupaten.kota adalah bawahannya,
pemerintah kabupaten/kota merupakan subordinat wilayah administrasi provinsi.
Dalam hal ini provinsi sebagai daerah otonom, maka pemerintah kabupaten/kota
adalah sesama daerah otonom. Hubungan provinsi dengan kabupaten/kota adalah
sesame daerah otonom adalah hubungan koordinasi. Jadi bukan hubungan hirarki
antara atasan dan bawahan seperti aturan sebelumnya (UU Nomor 5 tahun1974).
Sebagaimana halnya provinsi, kabupaten/kota juga menerima tugas pembantuan dari pemerintah atasnya yaitu pemerintah pusat dan provinsi (sebagai daerah otonom).
Sebagaimana halnya provinsi, kabupaten/kota juga menerima tugas pembantuan dari pemerintah atasnya yaitu pemerintah pusat dan provinsi (sebagai daerah otonom).
Tugas
pembantuan yang diberikan pemerintah kepada kabupaten/kota meliputi sebagian
tugas bidang politik luar negeri, pertahanan dan keamanan, peradilan, moneter
dan fiscal, agama, dan kewenangan lain yakni kebijakan tentang perencanaan
nasional dan penggendalian pembangunan secara makro, dana perimbangan keuangan,
system administrasi negara dan lembaga perekonomian negara, pembinaan dan
pemberdayaan sumber daya manusia, pendayagunaan sumber daya alam serta
teknologi tinggi yang strategis, konservasi, dan standardisasi nasional.
Sedangkan
tugas pembantuan yang diberikan provinsi sebagai daerah otonom kepada
kabupaten/kota meliputi sebagian tugas dalam bidang pemerintahan dalam bidang
tertentu lainnya, termasuk juga sebagian tugas pemerintahan yang tidak atau
belum dapat dilaksanakan oleh kabupaten/kota. Adapun tugas pembantuan yang
diberikan provinsi sebagai wilayah administrasi kepada kabupaten/kota mencakup
sebagian tugas dalam bidang pemerintahan yang dilimpahkan kepada gubernur
sebagai wakil pemerintah. Jadi tugas pembantuan yang diberikan kepada
Kabupaten/Kota adalah kewenangan yang merupakan kompetensi pemerintah pusat dan
pemerintah provinsi baik sebagai daerah otonom maupun administrasi.
Undang-undang No.22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah atau sering disebutkan sebagai undang-undang otonomi daerah (UU Otda) yang telah direvisi dengan UU No.32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah.
Undang-undang No.22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah atau sering disebutkan sebagai undang-undang otonomi daerah (UU Otda) yang telah direvisi dengan UU No.32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah.
Dari
kedua UU tersebut, yang tidak mengalami perubahan secara signifikan adalah
pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang kini dilaksanakan secara langsung
dipilih rakyat. Pilkada itu untuk gubernur dan wakilnya, bupati dan wakilnya
serta walikota dan wakilnya. Berbeda dengan sebelumnya, pemilihan kepala daerah
itu dilakukan oleh anggota dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD) setempat. UU
Pemerintahan Daerah ini memang menimbulkan hubungan yang tidak begitu erat
antara pusat, provinsi dan kabupaten / kota sebagai akibat kepala daerah yang
dipilih langsung rakyat. Misalnya Gubernur bukanlah atasan langsung bupati dan
walikota. Hubungan kepala daerah ini bersifat koordinatif. Tak ada garis tegas
dalam alur komando antara pusat, provinsi dan kabupaten / kota.
2.3.
Implikasi Terhadap Keuangan Daerah dari Otonomi Daerah
Persoalaan klasik yang selalu muncul
ketika membicarakan masalah pemerintah Daerah adalah yang berkaitan dengan
masalah keuangan. Sangat masuk akal persoalan ini selalu muncul karena uang
jelas sangat mutlak diperlukan dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan,
baik dalam memberikan pelayanaan kepada masyarakat ataupun guna memberikan
perlindungan. Dana yang sangat besar diperlukan untuk membayar belanja pegawai,
dan juga segala bentuk pembiayaan lainya yang biasanya diwujudkan dalam bentuk
proyek.
Dengan adanya 2 UUD yang mengatur
pemerintahan Daerah yang baru, apakah persoalaan tersebut akan dapat
diselesaikan ? tentu saja tidak, apalagi masih diperlukan sejumlah peraturan
lebih lanjut guna menginterpretasikan kedua UU tersebut. Baik UU.No.22/1999
ataupun UU No.25/1999, keuangan Daerah dinyatakan bersumber dari :
a. Pendapatan asli Daerah yaitu:
·
Hasil pajak Daerah.
·
Hasil retribusi daerah.
·
Hasil perusahaan Daerah, hasil
pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan, dan
·
Lain-lain pendapatan asli daerah
yang syah.
b. Dana perimbangan;
c. Pinjaman Daerah;
d. Lain-lain pendapatan Daerah yang syah.
Sementara itu
yang dimaksud dengan “dana perimbangan” adalah “ a. Bagian daerah dari penerimaan pajak bumi dan bangunan, Bea Perolehan
Hak atas Tanah dan Bagunan, dan penrimaan SDA; b. Dana alokasi umum; dan c.
Dana alokasi khusus. “bagian dari perolehan daerah secara terperinci
dinyatakan pembagiannya sebagai berikut agar terlihat lebih jelas kita mencoba
dengan penjelasan lewat tabel berikut ini.
Jenis Penerimaan
|
Pusat
|
Daerah
|
Penerimaan dari PBB
|
10%
|
90%
|
Bea perolehan Hak T&B
|
20%
|
80%
|
Pertambangan Umum & Perik
|
20%
|
80%
|
Minyak Bumi
|
85%
|
15%
|
Gas Alam
|
70%
|
30%
|
Data ini kita mengacu dari :UU PKPD
No. 22/1999 Pasal 6
“Pengaturan masalah keuangan Daerah, menrut hemat kita
sesuai hasil keputusan bersama setelah mengkaji dari semua data ialah masih
bersifat “setengah hati” karena titik beratnya masih tetap pada pembagian
proporsi, bukan terletak kepada pemberian kewenangan yang luas sebagaimana
dinyatakan juga dalam UU No. 22 Tahun 1999. Kita lebih percaya pada mekanisme
yang memberikan kewenangan yang luas kepada daerah dalam bidang keuangan,
karena dengan kewenangan tersebut uang akan dapat dicari semaksimal mungkin,
tentu saja dengan memperhatikan potensi daerah serta kemampuan aparat
pemerintah daerah untuk mengambil inisiatif guna menemukan sumber-sumber
keuangan yang baru. Dengan demikian yang menjadi landasan falsafahnya adalah
“dengan kewenangan, uang akan dicari” atau dalam bahasa asingnya ialah “Money Follows Funcition.” Bukan
sebaliknya sebagaimana yang sudah diperlihatkan selama puluhan tahun di
Indonesia.
Pada masa-masa
yang akan datang kita justru harus dapat bersigap tegas dan jeli untuk
mengantisipasi terhadap kemungkinan akan
tumbuhnya dinamika politik lokal yang sangat tinggi. Hal itu sangat sejalan
sekali dengan dengan berkembangnya proses demokratisasi hampir di semua
tingkatan masyarakat, termasuk ditinggkatan lokal. Pejabat pemerintah itu tidak
lagi merupakan individu yang “untouchable
“namun mereka akan sangat terbuka untuk dijadikan sasaran keritik dari
berbagai pihak didaerah. Oleh karena itu, kemungkinan peningkatan akuntabilitas
pejabat di daerah akan sangat tinggi, karena akan terjadi proses skrutinisasi
terhadap pemegang jabatan, baik yang menyangkut perilakunya sehari-hari ataupun
yang berkaitan dengan pemilihan kebijaksanananya.
Hal itu menjadi
bertambah kuat lagi sejalan dengan meningkatnya kebebasan, baik kebebasan
berpendapat dan kebebasan berserikat ataupun kebebasan Pers. Hal yang terakir
ini jelas merupakan hal gejala yang sangat menarik karena. Selama masa transisi
Pers Indonesia telah memperlihatkan peranannya yang memang cukup luar biasa
besarnya dalam menyoroti berbagai perilaku pejabat pemerintahan, termasuk
pejabat didaerahpun sama demikian.
2.4. Otonomi Daerah Desentralisasi
Ada beberapa
alasan mengapa kebutuhan terhadap desentralisasi di Indonesia saat ini
dirasakan sangat mendesak :
1. Kehidupan
berbangsa dan bernegara selama ini sangat terpusat di Jakarta. Sementara itu
pembangunan di beberapa wilayah lain di lalaikan.
2. Pembagian
kekayaan secara tidak adil dan merata
3. Kesenjangan
sosial (dalam makna seluas-luasnya) antara satu daerah dengan daerah lain
sangat terasa. Pembangunan fisik di satu daerah berkembang pesat sekali,
sedangkan pembangunan di banyak daerah masih lamban dan bahkan terbengkalai.
Sementara lain ada alesan lain yang didasarkan pada kondisi ideal, sekaligus
memberikan landasan filosofis bagi penyelenggaraan pemerintah daerah
(desentralisasi) sebagaimana dinyatakan oleh The Liang Gie sebagai berikut :
(Jose Riwu Kaho, 2001,h.8):
a.
Dari sudut politik sebagai permainan
kekuasaan, desentralisasi dimaksudkan
untuk mencegah penumpukan kekuasaan pada satu pihak saja yang pada akhirnya
dapat menimbulkan tirani.
b.
Dalam bidang politik,
penyelenggaraan desentralisasi dianggap sebagai tindakan pendemokrasian, untuk
menarik rakyat ikut serta dalam pemerintahan dan melatih diri dalam
mempergunakan hak-hak demokrasi.
c.
Dari sudut teknik organisatoris
pemerintahan, alasan mengadakan pemerintahan daerah (desentralisasi) adalah
semata-mata untuk mencapai suatu pemerintahan yang efisien. Apa yang dianggap
lebih utama untuk diurus oleh pemerintah setempat, pengurusannya diserahkan
pada daerah.
d.
Dari sudut kultur, desentralisasi
perlu diadakan supaya adanya perhatian sepenuhnya ditumpukan kepada kekhususan
sesuatu daerah, seperti geografi, keadaan penduduk, kegiatan ekonomi, watak
kebudayaan atau latar belakang sejarahnya.
e.
Dari sudut kepentingan pembangunan
ekonomi, desentralisasi diperlukan karena pemerintah daerah dapat lebih banyak
dan secara langsung dapat membantu pembangunan tersebut.
2.5. Ruang Lingkup dari visi Otonomi Daerah
1) Politik
Karena otonomi
adalah buah dari kebijakan desentalisasi dan demokrasi, maka ia harus dipahami
sebagai sebuah proses untuk membuka ruang bagi lahirnya kepala pemerintahan
daerah yang dipilih secara demokratis, memungkinkan berlangsungnya
penyelenggaraan pemerintah yang respontif terhadap kepentingan masyarakat luas
dan memelihara mekanisme pengambilan keputusan yang taat pada asas pertanggung
jawaban publik. Demokratisasi pemerintah juga berarti transparansi
kebijakan.artinya untuk setiap kebijakan yang diambil, harus jelas siapa yang
memprakarsainya dari kebijakan itu. Apa tujuanya, berapa ongkos yang harus
dipikul, siapa yang diuntungkan, apa resiko yang harus ditanggung, dan siapa
yang harus bertangung jawab ketika kebijakan itu gagal ? otonomi daerah juga
berkesempatan membangun struktur pemerintahan yang sesuai dengan kebutuhan
daerah, membangun sistem dan pola karir politik administrasi yang kompetitif,
serta mengembangkan manajemen pemerintah yang efektif.
2) Ekonomi
Otonomi daerah
disatu pihak harus menjamin lancarnya pelaksanaan kebijakan. Ekonomi didaerah,
dan dipihak lain terbukanya peluang bagi pemerintahan daerah mengembangkan
kebijakan regional dan lokal untuk mengoptimalkan pendayagunaan potensi ekonomi
didaerahnya.
Dalam konteks
ini, otonomi daerah akan memnungkinkan lahirnya berbagai prakarsa pemerintah
daerah untuk menawarkan pasilitas investasimemudahkan proses perijinan, dan
membangun berbagai infrastruktur yang menunjang perputaran ekonomi didaerahnya.
Dengan demikian otonomi daerah akan membawa masyarakat ke tingkat kesejahteraan
yang lebih tinggi dari waktu ke waktu.
3) Sosial dan budaya
Otonomi daerah
harus dikelola sebaik mungkin demi menciptakan dan memelihara harmoni sosial,
dan pada saat yang sama memelihara nilai-nilai lokal yang dipandang kondusif
dalam menciptakan kemampuan masyarakat untuk merespon dinamika kehidupan
disekitarnya.
Berdasarkan
visi ini, maka konsep dasar otonomi daerah yang kemudian melandasi lahirnya UU
No. 22 tahun 1999 dan UU No. 25 tahun 1999, merangkum hal-hal berikut ini:
a. Penyerahan
sebanyak mungkin kewenangan pemerintahan dalam hubungan domestik kepada daerah.
b. Penguatan peran
DPRD sebagai representasi rakyat lokal dalam pemilihan dan penetapan kepala
Daerah
c. Pembangunan
tradisi politik yang lebih sesuai dengan kultur demokrasi demi menjamin
tampilnya kepemimpinan pemerintahan yang berkualifikasi tinggi dengan tingkat
akseptabilitas yang tinggi pula.
d. Peningkatan
efektifitas fungsi-fungsi pelayanan eksekutif melalui pembenahan organisasi dan
institusi yang dimiliki agar lebih sesuai dengan ruang lingkup kewenangan yang
telah didesentralisasikan, setara dengan beban tugas yang dipikul, selaras
dengan kondisi daerah serta lebih responsif terhadap kebutuhan daerah.
e. Peningkatan
efisien administrasi keuangan darah serta pengaturan yang lebih jelas atas
sumber-sumber pendapatan negara dan daerah, pembagian revenue (pendapatan) dari
sumber penerimaan yang berkait dengan kekayaan alam, pajak dan retribusi serta
tata cara dan syarat untuk pinjaman dan obligasi daerah.
f. Perwujudan
desentralisasi fiskal dari pemerintahan pusat yang bersifat alokasi subsidi
berbentuk block gran, peraturan pembagian sumber-sumber pendapatan daerah,
pemberian keleluasaan kepada daerah untuk menetapkan prioritas pembangunan
serta optimalisasi upaya pemberdayaan masyarakat melalui lembaga-lembaga
swadaya pembangunan yang ada.
2.6. Kewenangan pemerintah kabupaten dan
kota sebagai daerah otonomi
1.
Pertahanan,
2.
Pertanian,
3.
Pendidikan dan kebudayaan,
4.
Tenaga kerja,
5.
Kesehatan,
6.
Lingkungan hidup,
7.
Pekerjaan umum,
8.
Perhubungan,
9.
Perdagangan dan industri,
10. Penanaman
modal, dan
11. Koperasi.
Penyerahan kesebelas jenis
kewenangan ini kepada daerah otonomi kabupaten dan daerah otonomi kota
dilandasi oleh sejumlah pemikiran :
1.
Makin dekat produsen dan distributor
pelayanan publik dengan warga masyarakat yang dilayani, semakin tepat sasaran,
merata, berkualitas dan terjangkau pelayanan publik tersebut.
2.
Penyerahan 11 jenis kewenangan itu
kepada daerah otonom kabupaten dan daerah otonom kota akan membuka peluang dan
kesempatan bagi aktor-aktor politik lokal dan sumber daya manusia yang
berkualitas didaerah untuk mengajukan prakarsa, berkreativitas dan melakukan
inovasi.
3.
Karena distribusi sumber daya
manusia yang berkualitas tidak merata.
4.
Pengangguran dan kemiskinan sudah menjadi
masalah nasional yang tidak saja hanya dipikulkan kepada pemerintah pusat
semata.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Sejak proklamasi kemerdekaan hingga sekarang system
pemerintahan daerah yang berlaku di Negara RI mengalami beberapa kali perubahan
karena Undang-Undang yang mengaturnya itu berbeda-beda dan bersumber pada
Undang-Undang Dasar tidak menganut azas yang sama. Selain itu juga system
pemerintahan daerah sebelum proklamasi kemerdekaan sudah dikenal orang pada
zaman penjajahan Hindia-Belanda dan Jepang.
Arti penting Otonomi Daerah-Desentralisasi:
1. Untuk terciptanya efisiensi-efektifitas
penyelenggraan pemerinntahan;
2. Sebagai sarana pendidikan politik;
3. Pemerintahan daerah sebagai persiapan
untuk karir politik lanjutan;
- Stabilitas politik;
- Kesetaraan politik
- Akuntabilitas publik.
3.2. Saran
Dalam rangka melancarkan pelaksanaan pembangunan yang
tersebar di seluruh pelosok Negara, dan dalam membina kestabilan politik serta
kesatuan bangsa maka hubungan yang serasi antara Pemerintah Pusat dan Daerah
atas dasar keutuhan Otonomi Daerah yang nyata dan bertanggung jawab yang dapat
menjamin perkembangan dan pembangunan daerah dan dilaksanakan bersama-san\ma
dengan dekonsentrasi.
Daftar Fustaka
·
1990, presfektif
Otonomi Daerah (Jakarta, Rinekacipta) Sulvian, John, 1992, Local Government and Commnunity in Java: An Urban Case Study (Oxford,
Oxford University Press)
·
Riwukaho, Josef, 1988, Prospek
Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia (Jakarta, Rineka Cipta)
·
Davey, Kent J, 1989, Pembiayayaan
Pemerintah Daerah (Jakarta, UI Press)
·
Devsas, Nick, 1989, Keuangan
Daerah di Indonesia (Jakarta, UI Press)
·
The Gau’ 2011 : www.muhsakirmsg.com/ Makalah Otonomi Daerah
dan hubungan pusat dan daerah serta daerah dan daerah.
·
Google:http//www.otonomidaerah.com. “latar belakang
munculnya otonomi daerah.”
·
Google: http//www.otonomidaerah.com. “senralisasi dan
desentralisasi dalam otonomi daerah.”
tanks blog ini sangat membantu dalam mencari kajian tentang hubungan pemerintah pusat dan daerah
BalasHapusSm2 gan...
Hapusmakalah.nya menarik
BalasHapusThankz..
Hapusmembantu sekali
BalasHapusThankz kunjungannya gan..
HapusSm2 bro...
BalasHapusluar biasa kawan
BalasHapusSemoga The Peace Of The Lord Be With You.
BalasHapusApakah Anda seorang pebisnis atau wanita? Apakah Anda dalam setiap
tekanan keuangan atau apakah Anda perlu dana untuk memulai
bisnis Anda sendiri?
a) Personal Loan, Ekspansi Bisnis.
b) Business Start-up dan Pendidikan.
c) Konsolidasi Utang.
Nama: ..........................................
Negara: .........................................
Alamat: ..........................................
Status Pernikahan: .......................................
Jenis Kelamin: ................................................ ...
Umur ................................................. ....
Jumlah Pinjaman Dibutuhkan: .........................
Durasi Pinjaman: ...................................
Personal Nomer HP: .......................
bulanan
Penghasilan: .....................................
Terima kasih Dan Memberkati Tuhan
email: marycoleloanscompany@gmail.com
ijin copas sebagai bahan presentasi ya min. makalahnya sangat bermanfaat
BalasHapussiiph,., terima kasih
BalasHapus