Makalah ASMA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Saat
ini berbagai penyakit baru bermunculan bahkan dengan tingkat berbahaya yang
sangat tinggi hingga menelan korban banyak dan sangat disayangkan
penyakit-penyakit yang baru timbul dengan keganasan dan tidak ada obat yang
dapat menyembuhkan pada pembuatan makalah ini saya mengangkat tema tentang
penyakit ASMA yang tidak asing lagi di dunia medis penykit ASMA ini
merupakan Asma adalah suatu gangguan yang komplek dari bronkial yang dikarakteristikan
oleh periode bronkospasme (kontraksi spasme yang lama pada jalan
nafas).
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang saya kemukakan dalam
makalah ini antara lain:
§ Apakah itu ASMA?
§ Apakah penyebab ASMA?
§ Bagaimana gejala ASMA?
§ Bagaimana cara merawat ASMA?
1.3 Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah di
atas, tujuan dari penyusunan makalah ini antara lain:
§ Untuk mengetahui pengertian ASMA
§ Untuk mengetahui penyebab ASMA
§ Untuk mengetahui gejala ASMA
§ Untuk mengetahui merawat ASMA
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Asma adalah suatu
gangguan yang komplek dari bronkial yang dikarakteristikan oleh periode
bronkospasme (kontraksi spasme yang lama pada jalan nafas). (Polaski : 1996).
Asma adalah gangguan
pada jalan nafas bronkial yang dikateristikan dengan bronkospasme yang
reversibel. (Joyce M. Black : 1996).
Asma adalah penyakit
jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronkhi
berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu. (Smelzer Suzanne :
2001).
Dari ketiga pendapat
tersebut dapat diketahui bahwa asma adalah suatu penyakit gangguan jalan nafas
obstruktif intermiten yang bersifat reversibel, ditandai dengan adanya periode
bronkospasme, peningkatan respon trakea dan bronkus terhadap berbagai
rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan nafas.
Asma adalah penyakit jalan napas obstruktif intermiten, reversible dimana
trakea dan bronkus berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu,
dan dimanifestasikan dengan penyempitan jalan napas, yang mengakibatkan
dispnea, batuk dan mengi. (Brunner & Suddarth, Edisi 8, Vol. 1,
2001. Hal. 611).
Asma adalah suatu penyakit peradangan kronik pada jalan napas yang mana
peradangan ini menyebabkan perubahan derajat obstruksi pada jalan napas dan
menyebabkan kekambuhan.(Lewis, 2000, hal. 660).
Status asmatikus adalah asma yang berat dan persisten yang tidak berespons
terhadap terapi konvensional. Serangan dapat berlangsung lebih dari 24 jam. Ini
merupakan situasi yang mengancam kehidupan dan memerlukan tindakan segera.
Jenis-jenis Asma :
a) Asma alergik
Yaitu asma yang disebabkan oleh alergen, misalnya: serbuk sari binatang,
marah, makanan dan jamur. Biasanya mempunyai riwayat keluarga yang alergen dan
riwayat medis masa lalu, iskemia dan rhinita alergik.
b) Asma idiopatik atau non
alergik
Yaitu tidak berhubungan dengan alergen spesifik, faktor-faktor seperti
common cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi dan lingkungan
pencetus serangan. Serangan menjadi lebih berat dan dapat berkembang menjadi bronkitis
kronis dan empisema.
c) Asma gabungan
Yaitu bentuk asma yang paling umum, mempunyai karakteristik dari bentuk
alergik maupun bentuk idiopatik atau non alergik.
Klasifikasi Asma:
-
Mid Intermiten
Yaitu kurang dari 2 kali seminggu dan hanya dalam waktu yang pendek; tanpa
gejala, diantara serangan-serangan pada waktu malam kurang dari 2 kali sebulan.
Fungsi paru-paru FEV dan PEF diperkirakan lebih dari 80%.
-
Mid Persistent
Yaitu serangan lebih ringan tetapi tidak setiap hari, serangan pada waktu
malam timbul lebih dari 2 kali sebulan. Fungsi paru-paru FEV atau PEF
diperkirakan sebesar 80%.
-
Moderat Persistent
Yaitu serangan timbul setiap hari dan memerlukan penggunaan bronkodilator
serangan timbul 2 kali atau lebih dalam seminggu dan pada waktu malam timbul
gejala berat setiap minggu. Fungsi paru-paru FEV atau PEF diperkirakan 60-80%.
-
Severe Persistent
Yaitu gejala muncul terus menerus dengan aktivitas yang terbatas,
peningkatan frekuensi serangan dan peningkatan frekuensi gejala pada waktu
malam.
2.2. Tanda dan gejala
1. Stadium dini
Faktor hipersekresi yang lebih
menonjol
- Batuk dengan
dahak bisa dengan maupun tanpa pilek
- Rochi basah
halus pada serangan kedua atau ketiga, sifatnya hilang timbul
- Whezing belum
ada
- Belum ada kelainan
bentuk thorak
- Ada peningkatan
eosinofil darah dan IG E
- BGA belum
patologis
Faktor spasme bronchiolus dan edema
yang lebih dominan
-
Timbul sesak napas dengan atau tanpa sputum
-
Whezing
-
Ronchi basah bila terdapat hipersekresi
-
Penurunan tekanan parsial O2
2. Stadium lanjut/kronik
-
Batuk, ronchi
-
Sesak nafas berat dan dada seolah –olah tertekan
-
Dahak lengket dan sulit untuk dikeluarkan
-
Suara nafas melemah bahkan tak terdengan (silent Chest)
-
Thorak seperti barel chest
-
Tampak tarikan otot sternokleidomastoideus
-
Sianosis
-
BGA Pa o2 kurang dari 80%
-
Ro paru terdapat peningkatan gambaran bronchovaskuler kanan dan kiri
-
Hipokapnea dan alkalosis bahkan asidosis respiratorik
(Halim Danukusumo, 2000, hal
218-229)
2.3 Etiologi
Asma adalah suatu
obstruktif jalan nafas yang reversibel yang disebabkan oleh :
1) Kontraksi otot di sekitar bronkus
sehingga terjadi penyempitan jalan nafas.
2) Pembengkakan membran bronkus.
3) Terisinya bronkus oleh mukus yang
kental.
2.4 Patofisiologi
Proses perjalanan penyakit asma
dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu alergi dan psikologis, kedua faktor tersebut
dapat meningkatkan terjadinya kontraksi otot-otot polos, meningkatnya sekret
abnormal mukus pada bronkriolus dan adanya kontraksi pada trakea serta
meningkatnya produksi mukus jalan nafas, sehingga terjadi penyempitan pada
jalan nafas dan penumpukan udara di terminal oleh berbagai macam sebab maka
akan menimbulkan gangguan seperti gangguan ventilasi (hipoventilasi),
distribusi ventilasi yang tidak merata dengan sirkulasi darah paru, gangguan
difusi gas di tingkat alveoli.
Tiga kategori asma alergi (asma
ekstrinsik) ditemukan pada klien dewasa yaitu yang disebabkan alergi tertentu,
selain itu terdapat pula adanya riwayat penyakit atopik seperti eksim,
dermatitis, demam tinggi dan klien dengan riwayat asma. Sebaliknya pada klien
dengan asma intrinsik (idiopatik) sering ditemukan adnya faktor-faktor pencetus
yang tidak jelas, faktor yang spesifik seperti flu, latihan fisik, dan emosi
(stress) dapat memacu serangan asma .
Asma adalah obstruksi jalan nafas
difus revesible yang disebabkan oleh satu atau lebih dari faktor berikut ini.
- Kontraksi
otot-otot yang mengelilingi bronkhi yang menyempitkan jalan nafas.
- Pembengkakan
membran yang melapisi bronchi.
- Pengisian
bronchi dengan mukus yang kental.
Selain itu, otot-otot bronchial dan
kelenjar membesar. Sputum yang kental, banyak dihasilkan dan alveoli menjadi
hiperinflamasi dengan udara terperangkap di dalam paru.
Antibodi yang dihasilkan (IgE)
kemudian menyerang sel-sel mast dalam paru. Pemajanan ulang terhadap antigen
mengakibatkan ikatan antigen dengan antibodi menyebabkan pelepasan produk
sel-sel mast (mediator) seperti: histamin, bradikinin, dan prostaglandin serta
anafilaksis dari suptamin yang bereaksi lambat.
Pelepasan mediator ini mempengaruhi
otot polos dan kelenjar jalan nafas menyebabkan broncho spasme, pembengkakan
membran mukosa dan pembentukan mukus yang sangat banyak.
Sistem syaraf otonom mempengaruhi
paru, tonus otot bronchial diatur oleh impuls syaraf pagal melalui sistem para
simpatis. Pada asthma idiopatik/non alergi, ketika ujung syaraf pada jalan
nafas dirangsang oleh faktor seperti: infeksi, latihan, udara dingin, merokok,
emosi dan polutan. Jumlah asetilkolin yang dilepaskan meningkat.
Pelepasan astilkolin ini secara
langsung menyebabkan bronchikonstriksi juga merangsang pembentukan mediator
kimiawi.
Pada serangan asma berat yang sudah
disertai toxemia, tubuh akan mengadakan hiperventilasi untuk mencukupi
kebutuhan O2. Hiperventilasi ini akan menyebabkan pengeluaran CO2 berlebihan
dan selanjutnya mengakibatkan tekanan CO2 darah arteri (pa CO2)
menurun sehingga terjadi alkalosis respiratorik (pH darah meningkat). Bila
serangan asma lebih berat lagi, banyak alveolus tertutup oleh mukus sehingga
tidak ikut sama sekali dalam pertukaran gas. Sekarang ventilasi tidak mencukupi
lagi, hipoksemia bertambah berat, kerja otot-otot pernafasan bertambah berat
dan produksi CO2 yang meningkat disertai ventilasi alveolar
yang menurun menyebabkan retensi CO2dalam darah (Hypercapnia) dan
terjadi asidosis respiratori (pH menurun). Stadium ini kita kenal dengan gagal
nafas.
Hipotermi yang berlangsung lama akan
menyebabkan asidosis metabolik dan konstruksi jaringan pembuluh darah paru dan
selanjutnya menyebabkan sunting peredaran darah ke pembuluh darah yang lebih
besar tanpa melalui unit-unit pertukaran gas yang baik. Sunting ini juga
mengakibatkan hipercapni sehingga akan memperburuk keadaan. .
2.5 Manipestasi klinik
Manifestasi klinik pada
pasien asma adalah batuk, dyspne, dari wheezing.Dan pada sebagian penderita
disertai dengan rasa nyeri dada pada penderita yang sedang bebas serangan tidak
ditemukan gejala klinis, sedangkan waktu serangan tampak penderita bernafas
cepat, dalam, gelisah, duduk dengan tangan menyanggah ke depan serta tampak
otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras.
2.6 Ada beberapa tingkatan penderita
asma
1) Tingkat I :
a)
Secara klinis normal
tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru.
b)
Timbul bila ada faktor
pencetus baik didapat alamiah maupun dengan test provokasi bronkial di
laboratorium.
2) Tingkat II :
a)
Tanpa keluhan dan
kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan adanya tanda-tanda
obstruksi jalan nafas.
b)
Banyak dijumpai pada
klien setelah sembuh serangan.
3) Tingkat III :
a) Tanpa keluhan.
b) Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya
obstruksi jalan nafas.
c) c) Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak
diteruskan mudah diserang
kembali .
4) Tingkat IV :
a)
Klien mengeluh batuk,
sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing.
b)
Pemeriksaan fisik dan
fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
5) Tingkat V :
a) Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis
berupa serangan asma akut yang berat bersifat refrator sementara terhadap
pengobatan yang lazim dipakai.
b) b) Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi
jalan nafas yang reversibel.Pada asma yang berat dapat timbul gejala seperti
:Kontraksi otot-otot pernafasan, cyanosis, gangguan kesadaran, penderita tampak
letih,
takikardi .
2.7 Klasifikasi asma
Asma dibagi atas dua kategori, yaitu
ekstrinsik atau alergi yang disebabkan oleh alergi seperti debu, binatang,
makanan, rokok dan obat-obatan. Klien dengan asma alergi biasanya mempunyai
riwayat keluarga dengan alergi dan riwayat alergi rhinitis, sedangkan non
alergi tidak berhubungan secara spesifik dengan alergen.
Faktor-faktor seperti udara dingin,
infeksi saluran pernafasan, exercise, emosi dan lingkungan dengan polusi dapat
menyebabkan atau sebagai pencetus terjadinya serangan asma. Jika serangan non
alergi asma menjadi lebih berat dan sering dapat menjadi bronkhitis kronik dan
emphysema selain alergi juga dapat terjadi asma campuran yaitu alergi dan non
alergi.
2.8 Penatalaksanaan
Prinsip umum dalam
pengobatan pada asma bronhiale :a. Menghilangkan obstruksi jalan nafasb.
Mengenal dan menghindari faktor yang dapat menimbulkan serangan asma.c. Memberi
penerangan kepada penderita atau keluarga dalam cara pengobatan maupun
penjelasan penyakit.Penatalaksanaan asma dapat dibagi atas :
a.
Pengobatan dengan
obat-obatanSeperti :
1)
Beta agonist (beta
adnergik agent)
2)
Methylxanlines (enphy
bronkodilator)
3)
Anti kounergik
(bronkodilator)
4)
Kortikosterad
5)
Mart cell inhibitor
(lewat inhalasi)
b.
Tindakan yang spesifik
tergantung dari penyakitnya, misalnya :
1)
Oksigen 4-6 liter/menit.
2)
Agonis B2 (salbutamol 5
mg atau veneteror 2,5 mg atau terbutalin 10 mg) inhalasi nabulezer dan
pemberiannya dapat di ulang setiap 30 menit-1 jam. Pemberian agonis B2 mg atau
terbutalin 0,25 mg dalam larutan dextrose 5% yang dan berikan perlahan.
3)
Aminofilin bolus IV 5-6
mg/kg BB, jika sudah menggunakan obat ini dalam 12 jam.
4)
Kortikosteroid
hidrokortison 100-200 mg itu jika tidak ada respon segera atau klien sedang
menggunakan steroid oral atau dalam serangan sangat
berat .
Pemeriksaan penunjangBeberapa pemeriksaan penunjang seperti :
a. Spirometri :Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
b. Tes provokasi :4) Untuk menunjang adanya hiperaktifitas bronkus.
5)
Tes provokasi dilakukan
bila tidak dilakukan lewat tes spirometri.
6)
Tes provokasi bronkial
seperti :Tes provokasi histamin, metakolin, alergen, kegiatan jasmani,
hiperventilasi dengan udara dingin dan inhalasi dengan aquci destilata.
7) Tes kulit : Untuk menunjukkan adanya anti bodi Ig E
yang spesifik dalam tubuh.c. Pemeriksaan kadar Ig E total dengan Ig E spesifik
dalam serum.d. Pemeriksaan radiologi umumnya rontgen foto dada normal.e.
Analisa gas darah dilakukan pada asma berat.f. Pemeriksaan eosinofil total
dalam darah.g. Pemeriksaan
8) sputum .
2.9 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada klien
dengan asma adalah pneumotoraks, atelektasis, gagal nafas, bronkhitis dan
fraktur iga . .
2.10 Pemeriksaan penunjang
a)
Test Fungsi paru ( spirometri)
Pemeriksaan fungsi paru adalah cara yang paling akurat
dalam mengkaji obstruksi jalan napas akut. Fungsi paru yang rendah
mengakibatkan dan menyimpangkan gas darah ( respirasi asidosis) , mungkin
menandakan bahwa pasien menjadi lelah dan akan membutuhkan ventilasi mekanis, adalah
criteria lain yang menandakan kebutuhan akan perawatan di rumah sakit. Meskipun
kebanyakan pasien tidak membutuhkan ventilasi mekanis, tindakan ini digunakan
bila pasien dalam keadaan gagal napas atau pada mereka yang kelelahan dan yang
terlalu letih oleh upaya bernapas atau mereka yang kondisinya tidak berespons
terhadap pengobatan awal.
b)
Pemeriksaan gas darah arteri
Dilakukan jika pasien tidak mampu melakukan maneuver
fungsi pernapasan karena obstruksi berat atau keletihan, atau bila pasien tidak
berespon terhadap tindakan. Respirasi alkalosis ( CO2 rendah )
adalah temuan yang paling umum pada pasien asmatik. Peningkatan PCO2 (
ke kadar normal atau kadar yang menandakan respirasi asidosis ) seringkali
merupakan tanda bahaya serangan gagal napas. Adanya hipoksia berat, PaO2 <
60 mmHg serta nilai pH darah rendah.
c)
Arus puncak ekspirasi
APE mudah diperiksa dengan alat yang sederhana,
flowmeter dan merupakan data yang objektif dalam menentukan derajat beratnya
penyakit. Dinyatakan dalam presentase dari nilai dungaan atau nilai tertinggi
yang pernah dicapai. Apabila kedua nilai itu tidak diketahui dilihat nilai
mutlak saat pemeriksaan.
d)
Pemeriksaan foto thoraks
Pemeriksaan ini terutama dilakukan untuk melihat hal –
hal yang ikut memperburuk atau komplikasi asma akut yang perlu juga mendapat
penangan seperti atelektasis, pneumonia, dan pneumothoraks. Pada serangan asma
berat gambaran radiologis thoraks memperlihatkan suatu hiperlusensi, pelebaran
ruang interkostal dan diagfragma yang menurun. Semua gambaran ini akan hilang
seiring dengan hilangnya serangan asma tersebut.
e)
Elektrokardiografi
Tanda – tanda abnormalitas sementara dan refersible
setelah terjadi perbaikanklinis adalah gelombang P meninggi ( P pulmonal ),
takikardi dengan atau tanpa aritmea supraventrikuler, tanda – tanda hipertrofi
ventrikel kanan dan defiasi aksis ke kanan.
1) Spirometri :Untuk menunjukkan adanya
obstruksi jalan nafas.
2) Tes provokasi :
a)
Untuk menunjang adanya
hiperaktifitas bronkus.
b)
Tes provokasi dilakukan
bila tidak dilakukan lewat tes spirometri.
c)
Tes provokasi
bronkialUntuk menunjang adanya hiperaktivitas broncus
Test provokasi
dilakukan bila tidak dilakukan lewat test spirometri.
Test provokasibronchial seperti : Test provokasi
histamin, metakolin, alergen, kegiatan jasmani
, hiperventilasi dengan udara dingin dan inhalasi
dengan aquaci
destilata.
3) Tes kulit : Untuk menunjukkan adanya
anti bodi Ig E yang spesifik dalam tubuh.
4) Pemeriksaan kadar Ig E total dengan Ig
E spesifik dalam serum.
5) Pemeriksaan radiologi umumnya rontgen
foto dada normal.
6) Analisa gas darah dilakukan pada asma
berat.
7) Pemeriksaan eosinofil total dalam
darah.
8)Pemeriksaan sputum
2.11. Pengkajian
A. PENGKAJIAN PRIMER
1. Airway
Krekels, ronkhi, batuk keras,
kering/produktif
Penggunaan otot –otot aksesoris
pernapasan ( retraksi interkosta)
2. Breathing
Perpanjangan ekspirasi , mengi,
perpendekan periode inspirasi, sesak napfas, hipoksia
3. Circulation
Hipotensi, diaforesis, sianosis,
pulsus paradoxus > 10 mm
B. PENGKAJIAN SEKUNDER
1. Riwayat penyakit sebelumnya
Alergi, batuk pilek, menderita
penyakit infeksi saluran nafas bagian atas
2. Riwayat perawatan keluarga
Adakah riwayat penyakit asma pada
keluarga
3. Riwayat sosial ekonomi
Jenis pekerjaan dan waktu luang,
jenis makanan yang berhubungan dengan alergen, hewan piaraan, lingkungan tempat
tinggal dan stressor emosi.
a. Awitan distres pernafasan tiba-tiba
-
Perpanjangan ekspirasi
mengi
-
Penggunaan otot-otot
aksesori
-
Perpendekan periode
inpirasi
-
Sesak nafas
-
Restraksi interkostral
dan esternal
-
Krekels
b. Bunyi nafas : mengi, menurun, tidak terdengar
c. Duduk dengan posisi tegak : bersandar kedepan
d. Diaforesis
e. Distensi vera leher
f. Sianosis : area sirkumoral, dasar kuku
g.
Batuk keras, kering : batuk
produktif sulit
h.
Perubahan tingkat kesadaran
i.
Hipokria
j.
Hipotensi
k.
Pulsus paradoksus > 10 mm
l.
Dehidrasi
m.
Peningkatan anseitas : takut
menderita, takut mati
2.12 . Diagnosa keperawatan yang
muncul
1. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas b. d
bronkospasme, peningkatan produksi sekret, sektet kental
Tujuan: bersihan jalan nafas efektif
KH:
- Bunyi nafas bersih
- Batuk efektif/mengeluarkan dahak
Intervensi:
- Ausultasi bunyi nafas, catat
adanya bunyi nafas tambahan misalnya: mengi, krekel, ronchi
- Kaji frekuensi dispnea: gelisah,
ansietas distress pernapasan, penggunan otot bantu
- Beri klien posisi yang nyaman
misalnya peninggian empat tidur, duduk (fowler)
- Pertahankan/ bantu batuk efektif
- Observasi karakteristik batuk
- Tingkatkan masukan cairan sampai
3000 ml/hari dan berikan air hangat
- Berikan obat sesuai indikasi
- Kolaborasi pengambilan bahan lab :
Hb, Ht, leukosit, foto thorak
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan
penurunan ekspansi paru selama serangan akut
Tujuan: pola nafas efektif
Kriteria hasil:
-
Sesak berkurang atau hilang
-
RR 18-24x/menit
-
Tidak ada retraksi otot pernapasan
Intervensi:
-
Kaji tanda dan gejala ketidakefektifan pernapasan : dispnea, penggunaan
otot-otot pernapasan
-
Pantau tanda- tanda vital dan gas- gas dalam arteri
-
Baringkan pasien dalam posisi fowler tinggi untuk memaksimalkan ekspansi dada
-
Berikan terapi oksigen sesuai pesanan
3. Cemas b.d krisis situasi
Tujuan : cemas berkurang/ hilang
KH:
-
Klien tampak rileks
-
Klien menyatakansesak berkurang
-
Tanda – tanda vital normal
Intervensi;
-
Kaji tingkat kecemasan klien
-
Observasi respon non verbal (gelisah)
-
Ukur tanda-tanda vital
-
Dengarkan keluhan klien dengan empati
-
Jelaskan informasi yang diperlukan klien tentang penyakitnya, perawatan dan
pengobatannya
-
Ajarkan klien tehnik relaksasi (memejamkan mata, menarik nafas panjang)
-
Menganjurkan klien untuk istirahat
(Tucker S. Martin, 1998 hal 242-243)
Pengkajian
a. Keluhan :
– Sesak nafas tiba-tiba, biasanya ada faktor pencetus
– Terjadi kesulitan ekspirasi / ekspirasi diperpanjang
– Batuk dengan sekret lengket
– Berkeringat dingin
– Terdengar suara mengi / wheezing keras
– Terjadi berulang, setiap ada pencetus
– Sering ada faktor genetik/familier
a. Keluhan :
– Sesak nafas tiba-tiba, biasanya ada faktor pencetus
– Terjadi kesulitan ekspirasi / ekspirasi diperpanjang
– Batuk dengan sekret lengket
– Berkeringat dingin
– Terdengar suara mengi / wheezing keras
– Terjadi berulang, setiap ada pencetus
– Sering ada faktor genetik/familier
AIRWAY
Pengkajian:
Pada pasien dengan status asmatikus ditemukan adanya penumpukan sputum pada jalan nafas. Hal ini menyebabkan penyumbatan jalan napas sehingga status asmatikus ini memperlihatkan kondisi pasien yang sesak karena kebutuhan akan oksigen semakin sedikit yang dapat diperoleh.
Pada pasien dengan status asmatikus ditemukan adanya penumpukan sputum pada jalan nafas. Hal ini menyebabkan penyumbatan jalan napas sehingga status asmatikus ini memperlihatkan kondisi pasien yang sesak karena kebutuhan akan oksigen semakin sedikit yang dapat diperoleh.
Diagnosa keperawatan :
Ketidakefektifan bersihan jalan
napas b/d penumpukan sputum
Intervensi :
a. Amankan pasien
ke tempat yang aman
R/ lokasi yang luas memungkinkan sirkulasi udara yang lebih banyak untuk pasien
b. Kaji tingkat
kesadaran pasien
R/ dengan melihat, mendengar, dan merasakan dapat dilakukan untuk
mengetahui tingkat kesadaran pasien
c. Segera
minta pertolongan
R/ bantuan segera dari rumah sakit memungkinkan pertolongan yang lebih intensif
d. Auskultasi
bunyi napas dengan mendekatkan telinga ke mulut pasien
R/ mengetahui tingkat pernapasan pasien dan mengetahui adanya penumpukan sekret
e. Berikan
teknik membuka jalan napas dengan cara memiringkan pasien setengah telungkup
dan membuka mulutnya
R/ memudahkan untuk mengeluarkan sputum pada jalan napas
BREATHING
Pengkajian :
Adanya sumbatan pada jalan napas
pasien menyebabkan bertambahnya usaha napas pasien untuk memperoleh oksigen
yang diperlukan oleh tubuh. Namun pada status asmatikus pasien mengalami nafas
lemah hingga adanya henti napas. Sehingga ini memungkinkan bahwa usaha
ventilasi pasien tidak efektif. Disamping itu adanya bising mengi dan sesak
napas berat sehingga pasien tidak mampu menyelesaikan satu kalimat dengan
sekali napas, atau kesulitan dalam bergerak. Pada pengkajian ini dapat
diperoleh frekuensi napas lebih dari 25 x / menit. Pantau adanya mengi.
Diagnose keperawatan :
Ketidakefektifan pola napas b/d penurunan
kemampuan bernapas
Intervensi :
a. Kaji usaha dan
frekuensi napas pasien
R/
mengetahui tingkat usaha napas pasien
b. Auskultasi bunyi napas
dengan mendekatkan telinga pada hidung pasien serta pipi ke mulut
pasien
R/
mengetahui masih adanya usaha napas pasien
c. Pantau ekspansi dada
pasien
R/ mengetahui
masih adanya pengembangan dada pasien
CIRCULATION
Pengkajian :
Pada kasus status asmatikus ini
adanya usaha yang kuat untuk memperoleh oksgien maka jantung berkontraksi kuat untuk
memenuhi kebutuhan tersebut hal ini ditandai dengan adanya peningkatan denyut
nadi lebih dari 110 x/menit. Terjadi pula penurunan tekanan darah sistolik pada
waktu inspirasi, arus puncak ekspirasi ( APE ) kurang dari 50 % nilai dugaan
atau nilai tertinggi yang pernah dicapai atau kurang dari 120 lt/menit. Adanya
kekurangan oksigen ini dapat menyebabkan sianosis yang dikaji pada tahap
circulation ini.
Diagnosa Keperawatan :
Perubahan perfusi jaringan perifer
b/d kekurangan oksigen
Intervensi :
- pantau
tanda – tanda vital ( nadi, warna kulit ) dengan menyentuh nadi jugularis
R/ mengetahui masih adanya denyut
nadi yang teraba
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Asma
adalah suatu penyakit gangguan jalan
nafas obstruktif intermiten yang bersifat reversibel, ditandai dengan adanya
periode bronkospasme, peningkatan respon trakea dan bronkus terhadap berbagai
rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan nafas.
3.2. Saran
Membiasakan hidup sehat
dan bersih afar terhindar dari penyakit asma.
DAFTAR PUSTAKA
§ Arif Mansyoer(1999). Kapita Selekta Kedokteran
Edisi Ketiga. Jilid I. Media Acsulapius. FKUI.
Jakarta.
§ Doenges, EM(2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta.
EGC
§ Heru Sundaru(2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid II Edisi Ketiga. BalaiPenerbit FKUI. Jakarta.
§ Hudack&gallo(1997). Keperawatan Kritis
Edisi VI Vol I. Jakarta. EGC.
§ Tucker, SM(1998). Standar Perawatan Pasien. Jakarta.
EGC.
§ Halim Danukusantoso, Buku Saku Ilmu Penyakit Paru, Jakarta,
Penerbit Hipokrates , 2000
§ Smeltzer, C . Suzanne,dkk, Buku Ajar keperawatan Medikal
Bedah, Edisi 8 Vol 1. Jakarta , EGC, 2002
§ Ngastiyah, Perawatan Anak Sakit, Jakarta, EGC, 1997
§ Hudak & Gallo, Keperawatan Kritis, Edisi VI,Vol I, Jakarta,
EGC, 2001
§ Tucker S. Martin, Standart Perawatan Pasien, Jilid 2,
Jakarta, EGC, 1998
come
BalasHapus